MAKALAH
INSEMINASI (BAYI TABUNG)
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata
kuliah
FIQH KONTEMPORER
Disusun Oleh : Kelompok 5
Alfadilatu ahmad : 2014.1839
Dosen Pembimbing :
Ahmad Rasyid, MA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT
2017
M/1439
H
PENDAHULUAN
Di zaman modern ini kecanggihan terknologi semakin
hebat. degan semakin canggih teknologi maka tak luput dari dampak positif dan
negative dengan teknologi kehidupan kita semakin dimudah dan dimanja yang tidak
mungkin menjadi mungkin salah satu contohnya yaitu bayi tabung. di zaman dulu
tidak ada orang yang mengenal bayi tabung tapi dengan kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan ahirnya manusia menemukan cara mengatasi masalah
hidup (memiliki anak) yaitu bayi tabung.
Terkadang tekhnologi
mempengaruhi etika-etika terhadap Islam. Kemungkinan kehamilan anda dipengaruhi
dengan factor usia. Secara umum semakin muda usia makin baik hasilnya.
Pengertian mandul
bagi wanita ialah tidak mampu hamil karena indung telur mengalami kerusakan
sehingga tidak mampu memproduksi sel telur. Sementara arti mandul bagi pria
ialah tidak mampu menghasilkan kehamilan karena buah pelir tidak dapat
memproduksi sel spermatozoa sama sekali.
Tetapi istilah mandul
seringkali digunakan untuk menyebut pasangan suami istri yang belum
mempunyai anak walaupun telah lama menikah tidak selalu mengalami kemandulan.
Yang lebih banyak terjadi adalah pasangan yang infertil (tidak subur). untuk
itu kami akan mencoba mengulas tentang :
a.
Pengertian
inseminasi
b.
Alasan melakukan inseminasi
c.
Macam-macam
inseminasi
d.
Hukum
melakukan inseminasi
INSEMINASI (BAYI TABUNG)
A. Pengertian Inseminasi
Kata inseminasi berasal dari
bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan atau
penghamilan secara teknologi bukan secara ilmiah. Dalam bahasa Arab
diistilahkan dengan التلقيح dari
kata kerja لقَّح –
يلقِّح yang menjadi تَلْقِيْحًا yang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).artinya mengawinkan atau
mempertemukan.[1]
Sedangkan bayi tabung yaitu sel telur yang
telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakkan (cawan) yang
sudah siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.[2]
Inseminasi merupakan terjemahan dari artificial
insemination. Artificial artinya buatan ataua tiruan, sedangkan insemination
berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian.
artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan (
Pratiknya dalam Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah).
Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan
buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke
dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang
semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang
dimaksud dengan bayi tabung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui
proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan
bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan bayi tabung karena benih
laki-laki yang disebut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung
(Permadi et al,2008 ).
Istilah inseminasi buatan / bayi tabung
yang dikenal dalam masyarakat sebenarnya mengacu pada proses Fertilisasi In
Vitro ( FIV ) dalam dunia kedokteran)(Alam dan Hadibroto, 2007 ).
Fertilisasi berarti pembuahan sel telur
wanita oleh spematozoa pria, sedang In Vitro berarti diluar tubuh. Dengan
demikan, FIV berarti proses pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (
bagian dari proses reproduksi manusia ), yang terjadi di luar tubuh ( Permadi
et al, 2008 ).
Pada dasarnya program bayi tabung adalah pelaksanaan
proses pembuahan yang seharusnya terjadi di dalam saluran telur, tetapi karena
satu dan lain hal, maka proses tersebut
tidak dapat terjadi secara ilmiah, maka proses tersebutdilakukan secara in
vitro ( di dalam laboratorium )(Alam dan Hadibroto, 2007 ).
Inseminasi buatan atau bayi tabung ialah
upaya pembuahan yang dilakukan dengan cara mempertemukan sperma dan ovum tidak
melalui hubungan langsung (bersenggama). Hal ini dilakukan melalui proses
pembuahan sperma dan sel telur (Fertilisasi) di dalam gelas (in vitro, latin)
atau dengan kata lain ikhtiar mempertemukan sel telur (ovum) dengan sperma di
luar kandungan, kemudian dimasukkan lagi ke rahim setelah pembuahan terjadi (
Priyono, 2015 ).
Proses Bayi tabung adalah sperma dan ovum
yang telah dipertemukan dalam sebuah tabung, dimana setelah terjadi pembuahan,
kemudian disarangkan ke dalam rahim wanita, sehingga sampai pada saatnya
lahirlah bayi tersebut (Tarjih Muhammadiyah,1980). Bayi Tabung merupakan salah
satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan dalam sebuah rumah tangga ketika
metode lainnya tidak berhasil (Permadi et al,2008 ).
Jadi menurut Alam dan Hadibroto( 2007
), bayi tabung adalah metode untuk
membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang pembuahan sel telur wanita oleh sel sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur
dari indung telur wanita dengan alat yang disebut laparoscop ( temuan dr. Patrick C. Steptoe
dari Inggris )
Sel telur
itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan
dipertemukan dengan sperma dari suami. Setelah terjadi pembuahan di dalam
mangkuk kaca itu tersebut, kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke
dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan
anak seperti biasa ( Pratiknya dalam Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah).[3]
B.
Alasan
Melakukan
Tidak ada patokan pasti berapa tahun setelah perkawinan
sepasang suami istri harus mengikuti program bayi tabung, jika tak kunjung
memiliki anak.
Berikut beberapa alasan yang membuat pasangan suami istri
memilih mengikuti program bayi tabung.
1. Masalah saluran telur.
Saluran telur tidak berfungsi dengan baik, atau tidak memungkinkan terjadinya
pertemuan antara sel telur dengan sperma, sehingga pembuahan tidak terjadi.
Walaupun pembuahan bisa terjadi, kemungkinan embrio tidak masuk ke rongga
rahim, sehingga terjadi kehamilan di luar kandungan.
2. Masalah sperma. Adapun yang
menjadi masalah sperma dalam hal ini memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Jumlah sperma sangat sedikit
(<10 juta/cc).
b) Sebagian besar sperma tidak
bergerak (30%)
c) Gerakan sperma sangat lambat
(Astenozoospermia).
d) Sperma tidak keluar bersama
air mani (Azoospermia).
3. Endometriosis berat. Kondisi
di mana kelenjar dinding rahim tumbuh abnormal. Pada endometriosis berat, kecil
kemungkinan bisa terjadi kehamilan alami.
4. Unexplained infertility
(ketidaksuburan yang tak diketahui penyebabnya). Pembuahan normal sebenarnya
bisa dilakukan, tapi tidak kunjung berhasil karena tidak bisa diketahui apakah
sperma dapat bertemu dengan sel telur, atau sperma dapat menembus sel telur
untuk melakukan pembuahan.
5. Antibodi antisperma. Adanya
antibodi terhadap sperma suami pada istri, atau adanya antibodi pada sperma itu
sendiri, sehingga menghambat terjadinya pembuahan.[4]
C.
Macam-macam Inseminasi
Inseminasi terbagi menjadi
dua:
a. Inseminasi alamiah yaitu pembuahan dengan cara hubungan badan
antara dua jenis makhluk biologis,
b.
Inseminasi buatan yaitu penghamilan buatan
yang dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan
dengan cara memasukkan sperma laki-laki kedalam rahim wanita dengan pertolongan
dokter. Istilah lain yang semakna adalah kawin suntik.[5]
Jenis inseminasi :
1.
Intravaginal
Insemination (IVI)
Yaitu jenis inseminasi
yang paling sederhana, dan melibatkan penempatan sperma ke dalam vagina wanita.
Idealnya, sperma harus ditempatkan sedekat mungkin dengan leher rahim. Metode
inseminasi ini dapat digunakan bila menggunakan sperma donor, dan ketika tidak
ada masalah dengan kesuburan wanita. Namun, tingkat keberhasilan IVI tidak
sesukses IUI, dan ini merupakan proses inseminasi yang tidak umum.
2.
Intracelvical
Insemination (ICI)
Dengan proses ICI,
sperma ditempatkan secara langsung di dalam leher rahim. Sperma tidak perlu
dicuci, seperti dengan IVI, karena air mani tidak langsung ditempatkan di dalam
rahim. ICI lebih umum daripada IVI, tapi belum sebaik IUI dari persentase
kebaikannya. Dan lagi biaya inseminasi dengan ICI biasanya lebih rendah
daripada IVI karena sperma tidak perlu dicuci.
3.
Intratubal
Insemination (ITI)
Proses ITI merupakan
penempatan sperma yang tidak dicuci langsung ke tuba fallopi seorang wanita.
Sperma dapat dipindahkan ke tabung melalui kateter khusus yang berlangsung
melalui leher rahim, naik melalui rahim, dan masuk ke saluran tuba. Metode
lainnya dari ITI adalah dengan operasi laparoskopi. Sayangnya, inseminasi
melalui ITI memiliki resiko lebih besar untuk infeksi dan trauma, dan ada
perdebatan dikalangan ahli tentang kefektifannya daripada IUI biasa. Karena
sifatnya invasif, biaya ITI lebih tinggi, dan tingkat keberhasilannya tidak
pasti.[6]
D.
Hukum melakukan Inseminasi
a.
Menurut
Hukum Negara
Inseminasi menurut Hukum Perdata memiliki
pemberlakuan hukum sendiri. Diantaranya jika inseminasi buatan sumber benihnya
bersal dari suami isteri dan sperma diimplantasikan ke dalam rahim isteri maka
anak tersebut baik secara yuridis ataupun biologis mempunyai status sebagai
anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Lain halnya jika ketika
sperma diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari
suaminya, maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai ststus
sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300
hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan
keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Hal ini telah ditentukan sesuai
dengan dasar hukumnya pada Pasal 255 KUH Perdata, “Anak yang dilahirkan 300
hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah”.
Apabila penggunaan sperma donor itu tidak
mendapat izin dari suaminya, maka suami dapat menyangkal keabsahan anak yang
dilahirkan oleh isterinya. Di dalam Pasal 44 UU No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan disebutkan bahwa:
1)
Seorang suami dapat
menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bilamana ia dapat
membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu sebagai akibat dari
perzinahan.
2)
Pengadilan memberikan
keputusan tentang sah/tidaknya anak yang dilahirkan atas permintaan yang
berkepentingan.
Jika sperma diimplantasikan kedalam rahim
wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari
pasangan penghamil tersebut. Dasar hukumnya tertera dalam Pasal 42 UU No.1
tahun 1974 tentang perkawinan yaitu, “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai perkawinan yang sah.” Pasal 250 KUH Perdata yaitu,
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan,
memperoleh si suami sebagai bapaknya.”
Sel sperma maupun sel telurnya yang
berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tetapi sperma diimplantasikan
ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang
lahir mempunyai status anak sah dari pasangan suami isteri tersebut karena
dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, berkaitan dengan
Inseminasi buatan dalam Pasal 127 disebutkan bahwa:
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a)
Hasil pembuahan sperma
dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari
mana ovum itu berasal;
b)
Dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c)
Pada pasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
Selain dari Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang kesehatan yang mengatur teknik Inseminasi Buatan, ada juga dari
Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang penyelenggaraan
teknologi reproduksi buatan, yang berisikan tentang: Ketentuan umum, perizinan,
pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Upaya inseminasi buatan dan bayi tabung
dibolehkan dalam Islam manakala perpaduan sperma dan ovum itu bersumber dari
suami-istri yang sah (Inseminasi Homolog) bisa juga disebut Artificial
Insemination Husband (AIH). Dan yang dilarang adalah inseminasi buatan dan bayi
tabung yang berasal dari perpaduan sperma dan ovum dari orang lain (Inseminasi
Heterolog) bisa juga disebut Artificial Insemination Donor (AID).
b.
Menurut
Hukum Islam
1.
Dalil yang berkaitan dengan Inseminasi
Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70
ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan
sesunggunya, kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami Angkut mereka di
darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang
sempurna.”
Surat At-tin ayat 4
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Kedua
ayat tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk
yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Allah
lainnya. Dan Allah sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya
manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat
sesama manusia. Dan inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan
harkat martabat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
Kemudian dalam hadits Nabi Muhammad SAW,
لَا
يَحِلُّ لِامِرئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ
غَيْرِهِ
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari
akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang
lain). (Hadits Riwayat
Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban)”
Kaidah
ushul fiqh :
الحَاجَةُ
تترل الضَرُوْرَةِ وَ الضَرُوْرَةُ تَبِيْحُ المَحْظُوْرِ
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti
dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat atau terpaksa itu
membolehkan melakukan ha-hal yang terlarang.”
2.
Hasil ijtihad para ulama
a)
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Dalam
fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan
suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang
berdasarkan kaidah-kaidah agama. Namun, para ulama melarang penggunaan
teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim
perempuan lain. “Itu hukumnya haram,” papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para
ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit
dalam kaitannya dengan warisan. Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan,
bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram. “Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam
kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan,” tulis fatwa itu.
Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal
dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan
hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin
antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
b)
Nahdlatul Ulama (NU)
NU juga
telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di
Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU
terkait masalah bayi tabung:
1)
Apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim
wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu
Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah
syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang
meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal
baginya.
2)
Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri,
tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani
muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang
oleh syara’,” papar ulama NU dalam fatwa itu. Terkait mani yang dikeluarkan secara
muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113.
“Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani)
dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang
tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.”
3)
Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
c)
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Majelis
Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh
tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya,
Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan, berdasarkan ijitihad jama’i yang
dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari
Indonesia yang diwakili Muhammadiyah, hukum inseminasi buatan seperti itu
termasuk yang dilarang. “Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari
sidang periode ke tiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul
Anaabib (Bayi Tabung),” papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya,
“cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji
suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu) … hal itu dilarang menurut hukum Syara’
d)
Lembaga Fiqh Islam
OKI (Organisasi Konferensi Islam)
Organisasi
Konferensi Islam mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas
beberapa teknik inseminasi buatan/bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung
dengan sperma dan/atau ovum donor.
Ada 2
hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal, yaitu:
1.
Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya
diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya.
2.
Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam
saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
Hal
tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh
keturunan.
Namun
sebaliknya, ada 5 hal yang membuat hukum bayi tabung menjadi haram yaitu:
1.
Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan
kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke
dalam rahim istrinya.
2.
Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan
kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
3.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil
dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain
yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
4.
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari
lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil
dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya
yang lain.[7]
KESIMPULAN
Kata inseminasi berasal dari bahasa
Inggris “Insimenation” yang artinya pembuahan/penghamilan secara teknologi.
Kata inseminasi itu sendiri dimaksudkan oleh dokter Arab dengan istilah التلقيح dari fiil يلقح – لقج menjadi تلقيحا yang berarti mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).
Tujuan inseminasi sendiri yaitu untuk
membantu sperma menuju telur yang telah matang (ovulasi) sehingga terjadi
pembuahan.
Ada beberapa jenis inseminasi yaitu
Intravaginal Insemination (IVI), Intracelvical Insemination (ICI) dan
Intratubal Insemination (ITI).
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan, berkaitan dengan Inseminasi buatan dalam Pasal 127
disebutkan bahwa:
·
Upaya kehamilan di
luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah
dengan ketentuan:
a. Hasil
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam
rahim istri dari mana ovum itu berasal;
b. Dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c. Pada
pasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Selain dari Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang kesehatan yang mengatur teknik Inseminasi Buatan, ada juga dari
Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang penyelenggaraan
teknologi reproduksi buatan, yang berisikan tentang: Ketentuan umum, perizinan,
pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiya al-Haditsiah pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
2000.
- Drs. H. Mahjuddin MPd, Masailul
Fiqhiyah, Kalam Mulia, Jakarta 2005
http://wandani1995.blogspot.co.id/2016/03/masail-fiqhiyah-tentang-inseminasi_7.html
Masjfuk
Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, cet. VII, Jakarta, Haji Mas Agung, 1994.
[1]
M. Ali Hasan, Masail
Fiqhiya al-Haditsiah pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2000.
[3]
http://rolitahikmah.blogspot.co.id/2016/03/inseminasibuatan-bayi-tabung-bab-i.html
[4]
https://www.google.co.id/tugas-masailul-fiqh%2F&usg=AOvVaw0jW01_UeD2_1znSxIszHlJ
[5]
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiya al-Haditsiah pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
2000.
[6]
http://wandani1995.blogspot.co.id/2016/03/masail-fiqhiyah-tentang-inseminasi_7.html
[7]
Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyyah, cet. VII, Jakarta, Haji Mas Agung, 1994.
According to Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason this country's women get to live 10 years more and weigh on average 19 kilos lighter than us.
BalasHapus(And by the way, it is not related to genetics or some secret diet and EVERYTHING to around "how" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", and not "what"...
CLICK on this link to find out if this little test can help you unlock your real weight loss possibilities