Jumat, 08 Desember 2017

HADIS

ETOS KERJA


MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata kuliah
Hadits I




Oleh:
                                        MUHAMMAD YASIN        : 2014.1902
                                        ALFADILATU AHMAD                : 2014.1839


Dosen Pembimbing:
Parlaungan, S.IQ, S.Ag., MA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1436 H/ 2015 M




Etos Kerja
A.    Pendahuluan
Dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin dan gigih, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka dari itu kami akan mencoba membahas tentang etos kerja dengan sub tema :
1.      Pekerjaan yang paling baik;
2.      Larangan meminta-minta; dan
3.      Mukmin yang kuat dapat pujian.

B.     Pembahasan
1.      pekerjaan yang paling baik
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ. (رواه البزار وصححه الحاكم)
Artinya : “Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW ditanya, “apa mata pencaharian yang paling baik? “Nabi menjawab, “seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih. “(Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim)[1]
Kandungan Hadits :
Bahwasanya sebaik-baik makanan yang dimakanseseorang adalah jika merupakan hasil kerja tangannya sendiri, dan usaha yang paling baik adalah pekerjaan seseorang selagi dengan tangannya sendiri. [2]
Penjelasan
kata “pekerjaan tangan” setelah kata “usaha” merupakan penyebutan kata yang bersifat khusus setelah kata yang bersifat umum, sebab cakupan kata “usaha” lebih luas, bisa saja berupa kerja tangan ataupun yang lainnya. Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi tidak dibenarkan seseorang duduk berpangku tangan mengharapkan datangnya rejeki hanya dengan berdoa tanpa mengiringi dengan usaha atau seseorang yang hanya mengandalkan kemampuan dirinya dan melupakan pertolongan Allah SWT dan tidak mau berdoa kepadaNya. Islam menganjurkan dalam memenuhi kebutuhuan hidupnya, manusia mengimbangi antara doa dan ikhtiar.[3]
Salah satu dari sekian banyaknya ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk bekerja dan memanfaatkan berbagai hal yang ada di dunia untuk memenuhi kebutuhan adalah dalam Q.S.Al-Jumuah: 10
….. (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù ….. «!$# ÇÊÉÈ 
Artinya:  “…. Maka bertebaranlah kamu dimuka bumi ; dan carilah karunia Allah.... “(Q.S.Al-Jumuah: 10)
Ayat ini pun menunjukkan jika manusia ingin sukses maka ia harus bekerja keras. Telah menjadi sunnatullah di dunia ini bahwa kemakmuran, kesuksesan dan keberhasilan akan dicapai dengan kerja keras dan memanfaatkan segala potensi untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Oleh sebab itu, seorang muslim selayaknya mengaluarkan segala kemampuannya untuk mencari rejeki.
Dalam mencari rejeki tidaklah hanya mengharapkan penghasilan yang melimpah semata, tanpa mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan, tapi harus sesuai dengan aturan syariat Islam, yaitu usahanya haruslah halal. Sebaiknya dalam bekerja ia menggunakan tangannya sendiri atau kemampuan sendiri, karena sebagaimana dijelaskan dalam hadis itu adalah pekerjaan yang paling baik.
Dalam hadis lain pun dinyatakan, dari miqdam r.a.. Nabi SAW telah bersabda,:
مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامَا قَطٌ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلٍ بِيَدِهِ, وَاَنَّ النَّبِى الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ يَأْكَلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidaklah seseorang makan sesuatu lebih baik daripada makanan yang dihasilkan melalui tangannya (usahanya) sendiri. Dan sungguh Nabi Daud A.S telah makan dari hasil tanganya.“
Dari hadis ini ditegaskan betapa mulianya orang-orang yang mau menggunakan tangan dan kemampuannya. Walaupun harta yang diperoleh dari usahanya sedikit, tapi lebih berharga dan bernilai dari pada harta warisan atau pemberian orang lain yang belum tentu selamanya ridha dan mampu membiayai hidupnya. Selain itu juga dapat menjaga kehormatan diri dari meminta-minta serta ketergantungan kepada orang lain, juga mempunyai kenikmatan tersendiri daripada hasil kerja orang.
Dalam hadis awal juga dikatakan bahwa jual beli juga termasuk dalam pekerjaan yang paling baik, tapi jual beli yang dimaksud adalah jual beli yang jujur dan tidak melanggar aturan-aturan agama. Hasil penelitian menyatakan bahwa rahasia kesuksesan seorang pengusaha adalah dia melakukan usahanya dengan jujur. Karena tujuan dagang bukanlah semata-mata untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tapi juga untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang lain dan hartanya itu tidak lain hanya untuk bekal hidup didunia dalam rangka pengabdian kepada ALLAH SWT.[4]
2.      larangan meminta-minta
حديث ابن عمر رضى الله عنه قال أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال وهو على المنْبر وذكر الصّدقة والتّعفّف والْمسْألة: اليد العلْيا خير من يد السّفْلى، فاليد العليا هى المنفقة والسّفلى هى السّائلة (رواه البخاري و مسلم)

Artinya : “ibnu Umar r.a. berkata “Ketika Nabi SAW. Berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tngan yang dibawah, tangan yang diatas memberi dan tangan yang dibawah meminta”.[5]

Asbabun wurud dari hadits diatas adalah dari Muhammad ibn Athiyah as Sa’dy: “Ayahku menceritakan kepadaku: “Aku datang berkunjung kepada Rasulullah SAW bersama dengan rombongan Bani Sa’ad ibn Bahar, sedangkan aku adalah yang terkecil diantara rombongan itu. Maka aku ditempatkan dicelah-celah kendaraan mereka. Mereka datang menemui Rasul untuk memenuhi hajat mereka. Beliau bertanya: “Apakah masih ada yang tertinggal?”. Mereka menjawab: “Benar wahai Rasul, yaitu seorang anak kecil diatas kendaraan kami”. Maka Beliau menyuruh mereka memanggil saya. “Penuhilah permintaan Rasulullah”, seru yang lain. Ketika aku telah berada dekat Rasulullah, Beliau bersabda: “Semoga Allah mengayakanmu, janganlah engkau suka meminta-minta sesuatu, karena sesungguhnya tangan diatas adalah tangan yang memberi, sedangkan tangan yang dibawah adalah yang diberi. Sesungguhnya harta Allah diminta dan Allah lah yang memberi”. Maka Rasulullah SAW berbincang-bincang dengan saya dengan bahasa kami.[6]

Kandungan hadits :
1.      ada empat macam tangan; yang tertinggi adalah tangan yang memberi infak di jalan ALLAH tanpa menyebut-nyebut dan tidak pula disertai tindakan menyakitkan, lalu tangan yang memelihara diri dari mengambil meskipun dia benar-benar membutuhkan, selanjutnya tangan yang mengambil tanpa meminta-minta, dan yang paling rendah adalah tangan yang meminta-minta.
2.      Pengutamaan kekayaan milik orang shaleh yang menyalurkan hak hartanya kepada orang miskin. Dan hal itu tampak pada beberapa hal, diantaranya bahwa tangan yang memberi infak di jalan ALLAH adalah yang paling tinggi. Infak dan pemberian itu tidak terwujud kecuali dari kelebiha harta.
3.      Dimakruhkan meminta dan dianjurkan untuk menghindarinya. Dan hal itu tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan terpaksa atau karna kebutuhan yang sangat mendesak.
4.      Orang-orang yang lebih berhak mendapatkan nafkah adalah keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungan. Oleh karna itu Rasulullah SAW bersabda : “mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.”[7]

حديث حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ.
Artinya: Hakim bin hazim berkata “Nabi SAW bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yng dibawah, dan dahulukan keluargamu (orang-orang yang wajib kamu beri belanja), dan sebaik-baiknya sedakah itu dari kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan diri (tidak minta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa yang beriman merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan.”[8]
Penjelasan
Dalam hadis diatas disinggung tentang etika bersedekah yaitu sedekah yang dikeluarkan setelah dipenuhi hak-hak diri serta keluarga. Apabila harta yang dimiliki hanya terbatas, maka ia tidak boleh mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri, bahkan haram hukumnya. Karena jika ia mengutamakan orang lain, akan mengakibatkan kebinasaan dan kemudharatan bagi dirinya. Apabila kewajiban-kewajibannya telah terpenuhi, maka seseorang boleh mengutamakan orang lain daripada dirinya, bahkan sedekah dalam kondisi ini lebih utama, karena selain mendapat pahala kelak diakhirat, Allah juga akan mencukupkan rejekinya didunia.
Rasulullah SAW melalui hadis-hadis ini memotivasi orang kaya untuk bersedekah dan menganjurkan orang miskin untuk tidak meminta-minta. Atau, beliau menganjurkan untuk menjaga kehormatan diri serta mencela meminta-minta.
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم : لأنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

Artinya: “Abu hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda Jika seseorang itu pergi mencari kayu lalu diangkat seikat kayu diatas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik daripada minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak.”[9]
Penjelasan
Agama Islam sangat mencela orang-orang yang meminta-minta dan tidak mau berusaha, padahal mereka memiliki kemampuan untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat. Keadaan yang menggantungkan hidupnya pada orang lain ini sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang kuat dan mulia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S.munafiqun: 8
¬!ur …. äo¨Ïèø9$# ¾Ï&Î!qßtÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur ÇÑÈ ….

Artinya: “…Kekuatan itu bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi kaum mukminin…”. (Q.S.munafiqun: 8)

mereka yang meminta-minta ini tidak hanya merendahkan dirinya tapi juga mereka telah merendahkan agama Islam yang melarang perbuatan tersebut.

3.      mukmin yang kuat dapat pujian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ أَصَابَك شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Artinya : Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebah baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu ia dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah. janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu tetapi katakanlah “Allah SWT telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata “kalau” akan mendorong pada perbuatan setan.” (H.R.Muslim)
Kandungan Hadits :
1.      Anjuran untuk menguatkan iman
2.      Berusaha keras untuk meraih hal-hal yang bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat
3.      Selalu mengharapkan pertolongan Allah
4.      Tidak patah harapan dalam meraih tujuannya
5.      Larangan berkata “seandainya aku tadi melakukan begini, tentu aku begini” ketika seseorang tertimpa musibah.[10]
Penjelasan
Hadis diatas mengandung tiga perintah dan larangan yaitu :
1.      Memperkuat iman
Setiap orang mempunyai tingkat keimanan yang berbeda-beda. Ada yang kuat imannya dan ada yang lemah. Orang yang kuat imannya akan selalu mengisi keimanannya dengan amal shaleh, sehingga akan memberikan kemuliaan bagi dirinya. Sedangkan orang yang lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya sebagai orang yang beriman. Kuat tidaknya iman seseorang, tidak hanya dapat dilihat dari tingkah lakunya, tapi juga dapat dipahami dalam realitas kehidupan. Misalnya dari segi kekuatan badan, tidak loyo, tegar, dll. Orang yang kuat jasmaninya, akan siap untuk beribadah dan berjuang untuk membela agama Allah SWT. Maka dari itu kita harus selalu menjaga keimanan kita dan mnghiasinya dengan sesuatu yang positif.

2.      Perintah untuk memanfaatkan waktu
Manfaatkanlah waktu sebaik mungkin dan seefektif mungkin untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Karena Rasulullah SAW menginginkan umatnya mendapatkan kebagiaan didunia maupun diakhirat. Dalam realita kehidupan, banyak orang yang sukses dan berhasil karena mereka benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Pepatah arab mengatakan: “waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya (menggunakannya untuk memotong), ia akan memotongmu (menggilaskanmu).”

3.      Memohon pertolongan Allah SWT
Setiap perbuatan yang kita lakukan harus dibarengi dengan doa, karena ikhtiar saja tidak cukup. Seseorang tidak akan mencapai kesuksesan tanpa pertolongan Allah. Maka dari itu, perbanyaklah doa agar Allah selalu menolong apa yang kita lakukan. Dalam shalat perbanyaklah membaca Q.S.Al Fatihah: 5
x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ  
Artinya: “Hanya kepada-Mu aku beribadah dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan.” (Q.S.Al Fatihah: 5)
orang yang tidak pernah memohon pertolongan kepada Allah, ia dianggap sombong dan keimanannya masih dipertanyakan.
4.      Larangan membiarkan kelemahan dan luput dalam khayalan yang tidak pasti
Setiap orang harus berusaha untuk mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya karena Allah SWT tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak berusaha mengubahnya. Fiman Allah dalam Q.S.Ar Ra’du: 11
žcÎ)….. ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ …..3 ÇÊÊÈ  
Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya….” (Q.S.Ar Ra’du: 11).
Larangan untuk mengatakan “kalau” (seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini). Karena dalam berusaha, kita tidak dapat memastikan selamanya akan berhasil, pasti akan ada kegagalan. Pernyataan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului kehendak Allah SWT bahwa suatu usaha akan berhasil jika Allah tidak menghendakinya.

C.     Penutup

1.      Kesimpulan
Dari dalil hadis dan ayat al-Qur’an di atas dapat difahami bahwa etos kerja dalam Islam adalah sangat penting karena hal tersebut merupakan ajaran islam. Orang yang tidak memiliki semangat bekerja sebenarnya manusia yang demikian adalah manusia yang dikategorikan belum sempurna keislamannya, imannya serta tanggung jawabnya dimuka bumi ini.

2.      Saran
Penulis berharap  para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga  makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.[11]

DAFTAR PUSTAKA
Abi Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani., 1989, Bulughul Maram, Singapura-Jedah: Al-Haromain.

Salim Syekh., 2000, Syarah Riyadush Shaalihiin Jilid.2, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Ali Ahmad., 2013, Kitab Syarah Hadits Bukhari-Muslim, Jakarta: Alita Aksara Media.

Abdul Baqi Muhammad Fuad, Al-Lu’lu’ wal Marjan. Terjemahan Salim Bahreisy. Jilid I, 1996, Surabaya: PT. Bina Ilmu.

http//mukminyangkuat.makalah_hadits.com    diakses 04 oktober 2015 15:13 WIB



[1] Abi Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani., Bulughul Maram, (Singapura-Jedah: Al-Haromain, 1989), hal. 125
[2] Salim Syekh., Syarah Riyadush Shaalihiin Jilid.2, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2000), h. 663
[3] Ali Ahmad., Kitab Syarah Hadits Bukhari-Muslim, Jakarta: Alita Aksara Media, 2013), h. 276
[4] Ali Ahmad., op.cit.,, h. 277
[5] Abdul Baqi Muhammad Fuad, Al-Lu’lu’ wal Marjan. Terjemahan Salim Bahreisy. Jilid I, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996) h. 318
[6] Ali Ahmad., op.cit.,, h. 278
[7] Salim Syekh., op. cit, h. 664
[8] Abdul Baqi Muhammad Fuad.,op, cit. h. 318
[9] Abdul Baqi Muhammad Fuad.,op, cit. h. 321
[10] http//mukminyangkuat.makalah_hadits.com    diakses 04 oktober 2015 15:13 WIB
[11] Ali Ahmad., op.cit.,, h. 281

Tidak ada komentar:

Posting Komentar