ETOS
KERJA
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Terstruktur Pada
Mata kuliah
Hadits
I

Oleh:
MUHAMMAD YASIN : 2014.1902
ALFADILATU AHMAD : 2014.1839
Dosen Pembimbing:
Parlaungan,
S.IQ, S.Ag., MA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1436 H/ 2015 M
Etos Kerja
A.
Pendahuluan
Dalam situasi globalisasi saat ini, kita
dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin dan gigih, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami
yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan
as-Sunnah. Maka dari itu
kami akan mencoba membahas tentang etos kerja dengan sub tema :
1.
Pekerjaan yang paling baik;
2.
Larangan meminta-minta; dan
3.
Mukmin yang kuat dapat pujian.
B.
Pembahasan
1.
pekerjaan yang paling baik
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ قَالَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ
؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ. (رواه البزار وصححه
الحاكم)
Artinya : “Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa
Nabi SAW ditanya, “apa mata pencaharian yang paling baik? “Nabi menjawab,
“seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih.
“(Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim)[1]
Kandungan Hadits :
Bahwasanya sebaik-baik makanan yang
dimakanseseorang adalah jika merupakan hasil kerja tangannya sendiri, dan usaha
yang paling baik adalah pekerjaan seseorang selagi dengan tangannya sendiri. [2]
Penjelasan
kata “pekerjaan tangan” setelah kata
“usaha” merupakan penyebutan kata yang bersifat khusus setelah kata yang
bersifat umum, sebab cakupan kata “usaha” lebih luas, bisa saja berupa kerja tangan
ataupun yang lainnya. Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa berusaha
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi tidak dibenarkan seseorang duduk
berpangku tangan mengharapkan datangnya rejeki hanya dengan berdoa tanpa
mengiringi dengan usaha atau seseorang yang hanya mengandalkan kemampuan
dirinya dan melupakan pertolongan Allah SWT dan tidak mau berdoa kepadaNya.
Islam menganjurkan dalam memenuhi kebutuhuan hidupnya, manusia mengimbangi
antara doa dan ikhtiar.[3]
Salah satu dari sekian banyaknya ayat Al-Qur’an
yang menyuruh manusia untuk bekerja dan memanfaatkan berbagai hal yang ada di
dunia untuk memenuhi kebutuhan adalah dalam Q.S.Al-Jumuah: 10
….. (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù …..
«!$# ÇÊÉÈ
Artinya: “…. Maka bertebaranlah kamu dimuka bumi ; dan
carilah karunia Allah.... “(Q.S.Al-Jumuah: 10)
Ayat ini pun menunjukkan jika manusia ingin
sukses maka ia harus bekerja keras. Telah menjadi sunnatullah di dunia ini
bahwa kemakmuran, kesuksesan dan keberhasilan akan dicapai dengan kerja keras
dan memanfaatkan segala potensi untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Oleh sebab
itu, seorang muslim selayaknya mengaluarkan segala kemampuannya untuk mencari
rejeki.
Dalam mencari rejeki tidaklah hanya
mengharapkan penghasilan yang melimpah semata, tanpa mengikuti aturan-aturan
yang telah ditetapkan, tapi harus sesuai dengan aturan syariat Islam, yaitu
usahanya haruslah halal. Sebaiknya dalam bekerja ia menggunakan tangannya
sendiri atau kemampuan sendiri, karena sebagaimana dijelaskan dalam hadis itu
adalah pekerjaan yang paling baik.
Dalam hadis lain pun dinyatakan, dari
miqdam r.a.. Nabi SAW telah bersabda,:
مَا اَكَلَ اَحَدٌ طَعَامَا قَطٌ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ
عَمَلٍ بِيَدِهِ, وَاَنَّ النَّبِى الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَم كَانَ
يَأْكَلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: “Tidaklah seseorang makan sesuatu
lebih baik daripada makanan yang dihasilkan melalui tangannya (usahanya)
sendiri. Dan sungguh Nabi Daud A.S telah makan dari hasil tanganya.“
Dari hadis ini ditegaskan betapa mulianya
orang-orang yang mau menggunakan tangan dan kemampuannya. Walaupun harta yang
diperoleh dari usahanya sedikit, tapi lebih berharga dan bernilai dari pada
harta warisan atau pemberian orang lain yang belum tentu selamanya ridha dan
mampu membiayai hidupnya. Selain itu juga dapat menjaga kehormatan diri dari
meminta-minta serta ketergantungan kepada orang lain, juga mempunyai kenikmatan
tersendiri daripada hasil kerja orang.
Dalam hadis awal juga dikatakan bahwa jual
beli juga termasuk dalam pekerjaan yang paling baik, tapi jual beli yang
dimaksud adalah jual beli yang jujur dan tidak melanggar aturan-aturan agama.
Hasil penelitian menyatakan bahwa rahasia kesuksesan seorang pengusaha adalah
dia melakukan usahanya dengan jujur. Karena tujuan dagang bukanlah semata-mata
untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tapi juga untuk membantu memenuhi
kebutuhan hidup orang lain dan hartanya itu tidak lain hanya untuk bekal hidup
didunia dalam rangka pengabdian kepada ALLAH SWT.[4]
2.
larangan meminta-minta
حديث ابن عمر رضى الله عنه قال أنّ رسول الله
صلّى الله عليه وسلّم قال وهو على المنْبر وذكر الصّدقة والتّعفّف والْمسْألة:
اليد العلْيا خير من يد السّفْلى، فاليد العليا هى المنفقة والسّفلى هى السّائلة
(رواه البخاري و مسلم)
Artinya : “ibnu Umar r.a. berkata “Ketika Nabi SAW.
Berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau
bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tngan yang dibawah, tangan
yang diatas memberi dan tangan yang dibawah meminta”.[5]
Asbabun wurud dari hadits diatas adalah dari Muhammad
ibn Athiyah as Sa’dy: “Ayahku menceritakan kepadaku: “Aku datang berkunjung
kepada Rasulullah SAW bersama dengan rombongan Bani Sa’ad ibn Bahar, sedangkan
aku adalah yang terkecil diantara rombongan itu. Maka aku ditempatkan
dicelah-celah kendaraan mereka. Mereka datang menemui Rasul untuk memenuhi
hajat mereka. Beliau bertanya: “Apakah masih ada yang tertinggal?”. Mereka
menjawab: “Benar wahai Rasul, yaitu seorang anak kecil diatas kendaraan kami”.
Maka Beliau menyuruh mereka memanggil saya. “Penuhilah permintaan Rasulullah”,
seru yang lain. Ketika aku telah berada dekat Rasulullah, Beliau bersabda:
“Semoga Allah mengayakanmu, janganlah engkau suka meminta-minta sesuatu, karena
sesungguhnya tangan diatas adalah tangan yang memberi, sedangkan tangan yang
dibawah adalah yang diberi. Sesungguhnya harta Allah diminta dan Allah lah yang
memberi”. Maka Rasulullah SAW berbincang-bincang dengan saya dengan bahasa
kami.[6]
Kandungan hadits :
1. ada empat macam tangan; yang tertinggi adalah tangan yang memberi infak di
jalan ALLAH tanpa menyebut-nyebut dan tidak pula disertai tindakan menyakitkan,
lalu tangan yang memelihara diri dari mengambil meskipun dia benar-benar
membutuhkan, selanjutnya tangan yang mengambil tanpa meminta-minta, dan yang
paling rendah adalah tangan yang meminta-minta.
2. Pengutamaan kekayaan milik orang shaleh yang menyalurkan hak hartanya
kepada orang miskin. Dan hal itu tampak pada beberapa hal, diantaranya bahwa
tangan yang memberi infak di jalan ALLAH adalah yang paling tinggi. Infak dan
pemberian itu tidak terwujud kecuali dari kelebiha harta.
3. Dimakruhkan meminta dan dianjurkan untuk menghindarinya. Dan hal itu tidak
diperbolehkan kecuali dalam keadaan terpaksa atau karna kebutuhan yang sangat
mendesak.
4. Orang-orang yang lebih berhak mendapatkan nafkah adalah keluarga dan
orang-orang yang menjadi tanggungan. Oleh karna itu Rasulullah SAW bersabda :
“mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.”[7]
حديث حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ ،
وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ
يُعِفَّهُ اللَّهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ.
Artinya: Hakim bin hazim berkata “Nabi SAW bersabda,
“Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yng dibawah, dan dahulukan
keluargamu (orang-orang yang wajib kamu beri belanja), dan sebaik-baiknya
sedakah itu dari kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan
diri (tidak minta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa
yang beriman merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan.”[8]
Penjelasan
Dalam hadis diatas disinggung tentang etika bersedekah
yaitu sedekah yang dikeluarkan setelah dipenuhi hak-hak diri serta keluarga.
Apabila harta yang dimiliki hanya terbatas, maka ia tidak boleh mengutamakan
orang lain daripada dirinya sendiri, bahkan haram hukumnya. Karena jika ia
mengutamakan orang lain, akan mengakibatkan kebinasaan dan kemudharatan bagi
dirinya. Apabila kewajiban-kewajibannya telah terpenuhi, maka seseorang boleh
mengutamakan orang lain daripada dirinya, bahkan sedekah dalam kondisi ini
lebih utama, karena selain mendapat pahala kelak diakhirat, Allah juga akan
mencukupkan rejekinya didunia.
Rasulullah SAW melalui hadis-hadis ini memotivasi
orang kaya untuk bersedekah dan menganjurkan orang miskin untuk tidak
meminta-minta. Atau, beliau menganjurkan untuk menjaga kehormatan diri serta
mencela meminta-minta.
حديث أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ النَّبِىّ صلى
الله عليه وسلم : لأنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ، خَيْرٌ
لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
Artinya: “Abu hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW
bersabda Jika seseorang itu pergi mencari kayu lalu diangkat seikat kayu diatas
punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik daripada minta
kepada seseorang baik diberi atau ditolak.”[9]
Penjelasan
Agama Islam sangat mencela orang-orang yang
meminta-minta dan tidak mau berusaha, padahal mereka memiliki kemampuan untuk
berusaha dan memiliki badan yang sehat. Keadaan yang menggantungkan hidupnya
pada orang lain ini sangat tidak sesuai dengan sifat umat Islam yang kuat dan
mulia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S.munafiqun: 8
¬!ur …. äo¨Ïèø9$# ¾Ï&Î!qßtÏ9ur úüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur ÇÑÈ ….
Artinya: “…Kekuatan itu bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan
bagi kaum mukminin…”. (Q.S.munafiqun: 8)
mereka yang meminta-minta ini tidak hanya merendahkan
dirinya tapi juga mereka telah merendahkan agama Islam yang melarang perbuatan
tersebut.
3.
mukmin yang kuat dapat pujian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ
إلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ، احْرِصْ عَلَى
مَا يَنْفَعُك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ أَصَابَك شَيْءٌ
فَلَا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ :
قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَانِ
Artinya : Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah
SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebah baik dan lebih dicintai Allah
daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu ia dipandang lebih baik.
Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah.
janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘kalau aku
berbuat begini, pasti begini dan begitu tetapi katakanlah “Allah SWT telah
menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata “kalau” akan
mendorong pada perbuatan setan.” (H.R.Muslim)
Kandungan Hadits :
1. Anjuran untuk menguatkan iman
2. Berusaha keras untuk meraih hal-hal yang bermanfaat dalam kehidupan dunia
dan akhirat
3. Selalu mengharapkan pertolongan Allah
4. Tidak patah harapan dalam meraih tujuannya
5. Larangan berkata “seandainya aku tadi melakukan begini, tentu aku begini”
ketika seseorang tertimpa musibah.[10]
Penjelasan
Hadis diatas mengandung tiga perintah dan
larangan yaitu :
1. Memperkuat iman
Setiap orang mempunyai tingkat keimanan
yang berbeda-beda. Ada yang kuat imannya dan ada yang lemah. Orang yang kuat
imannya akan selalu mengisi keimanannya dengan amal shaleh, sehingga akan
memberikan kemuliaan bagi dirinya. Sedangkan orang yang lemah imannya ia tidak
mau mengerjakan kewajibannya sebagai orang yang beriman. Kuat tidaknya iman
seseorang, tidak hanya dapat dilihat dari tingkah lakunya, tapi juga dapat
dipahami dalam realitas kehidupan. Misalnya dari segi kekuatan badan, tidak
loyo, tegar, dll. Orang yang kuat jasmaninya, akan siap untuk beribadah dan
berjuang untuk membela agama Allah SWT. Maka dari itu kita harus selalu menjaga
keimanan kita dan mnghiasinya dengan sesuatu yang positif.
2. Perintah untuk memanfaatkan waktu
Manfaatkanlah waktu sebaik mungkin dan
seefektif mungkin untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan
dunia maupun akhirat. Karena Rasulullah SAW menginginkan umatnya mendapatkan
kebagiaan didunia maupun diakhirat. Dalam realita kehidupan, banyak orang yang
sukses dan berhasil karena mereka benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik
mungkin. Pepatah arab mengatakan: “waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak
memanfaatkannya (menggunakannya untuk memotong), ia akan memotongmu
(menggilaskanmu).”
3. Memohon pertolongan Allah SWT
Setiap perbuatan yang kita lakukan harus
dibarengi dengan doa, karena ikhtiar saja tidak cukup. Seseorang tidak akan
mencapai kesuksesan tanpa pertolongan Allah. Maka dari itu, perbanyaklah doa
agar Allah selalu menolong apa yang kita lakukan. Dalam shalat perbanyaklah
membaca Q.S.Al Fatihah: 5
x$Î) ßç7÷ètR y$Î)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ
Artinya: “Hanya kepada-Mu aku beribadah dan hanya kepada-Mu aku memohon
pertolongan.” (Q.S.Al Fatihah: 5)
orang yang tidak pernah memohon pertolongan
kepada Allah, ia dianggap sombong dan keimanannya masih dipertanyakan.
4. Larangan membiarkan kelemahan dan luput dalam khayalan yang tidak pasti
Setiap orang harus berusaha untuk mengubah
segala kelemahan yang ada pada dirinya karena Allah SWT tidak akan mengubahnya
kalau orang tersebut tidak berusaha mengubahnya. Fiman Allah dalam Q.S.Ar
Ra’du: 11
cÎ)….. ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ …..3 ÇÊÊÈ
Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya….” (Q.S.Ar Ra’du: 11).
Larangan untuk mengatakan “kalau”
(seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini). Karena dalam berusaha,
kita tidak dapat memastikan selamanya akan berhasil, pasti akan ada kegagalan.
Pernyataan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului
kehendak Allah SWT bahwa suatu usaha akan berhasil jika Allah tidak
menghendakinya.
C. Penutup
1.
Kesimpulan
Dari dalil hadis dan ayat al-Qur’an di atas dapat difahami bahwa etos kerja
dalam Islam adalah sangat penting karena hal tersebut merupakan ajaran islam.
Orang yang tidak memiliki semangat bekerja sebenarnya manusia yang demikian
adalah manusia yang dikategorikan belum sempurna keislamannya, imannya serta
tanggung jawabnya dimuka bumi ini.
2.
Saran
Penulis berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
dikesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca pada umumnya.[11]
DAFTAR PUSTAKA
Abi Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-Asqalani., 1989, Bulughul Maram, Singapura-Jedah: Al-Haromain.
Salim Syekh., 2000, Syarah Riyadush Shaalihiin Jilid.2,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Ali Ahmad., 2013, Kitab Syarah Hadits Bukhari-Muslim,
Jakarta: Alita Aksara Media.
Abdul Baqi Muhammad Fuad, Al-Lu’lu’ wal
Marjan. Terjemahan Salim Bahreisy. Jilid I, 1996, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
http//mukminyangkuat.makalah_hadits.com diakses 04 oktober 2015 15:13 WIB
[1] Abi Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani., Bulughul
Maram, (Singapura-Jedah: Al-Haromain, 1989), hal. 125
[2]
Salim Syekh., Syarah Riyadush Shaalihiin Jilid.2, (Jakarta: Pustaka Imam
Asy-Syafi’I, 2000), h. 663
[3] Ali Ahmad., Kitab Syarah Hadits Bukhari-Muslim, Jakarta: Alita
Aksara Media, 2013), h. 276
[4] Ali
Ahmad., op.cit.,, h. 277
[5] Abdul Baqi Muhammad Fuad, Al-Lu’lu’ wal Marjan. Terjemahan Salim
Bahreisy. Jilid I, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996) h. 318
[6] Ali
Ahmad., op.cit.,, h. 278
[7]
Salim Syekh., op. cit, h. 664
[10]
http//mukminyangkuat.makalah_hadits.com
diakses 04 oktober 2015 15:13 WIB
[11] Ali
Ahmad., op.cit.,, h. 281
Tidak ada komentar:
Posting Komentar