Rabu, 13 Desember 2017

METODOLOGI PAI

RELEVANSI METODE PEMBELAJARAN PAI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata kuliah
Metodologi Pengajaran Agama Islam



Oleh:kelompok 7
                                        Muhammad Yasin                  : 2014.1902
                                        Fajar Ramadhan                     : 2014.1835
                                        Alfadhilatu Ahmad                : 2014.1839
                                        Abdul Anwar                         : 2014.1931


Dosen pengampu:
Wilrahmi Izzati., S.Pd.I, MA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT

1438 H / 2016 M

PENDAHULUAN
Dewasa ini pemerintah telah mengusahakan peningkatan mutu pada sistem pendidikan Indonesia dengan berbagai cara, mulai dari pembaharuan kurikulum hingga pelatihan-pelatihan bagi guru. Peningkatan mutu pendidikan sangatlah bergantung pada guru sebagai pelaku utama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran yang termasuk di dalamnya metode pengajaran. Dengan mengetahui hal yang berhubungan di dalamnya, guru dapat menentukan metode apa yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Maka dari itu, kami sebagai pemakalah akan memaparkan tentang relevansi guru dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam dengan sub judul :
A.    Relevansi dengan tujuan pembelajaran
B.     Relevansi Dengan Bahan Pelajaran
C.     Relevansi Dengan Situasi
D.    Relevansi dengan  siswa

RELEVANSI METODE PEMBELAJARAN PAI
Relevansi merupakan hubungan, kaitan atau berguna secara langsung.[1] Relevansi pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam secara umum dapat diartikan sebagai kesesuaian atau keselarasan pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam. Pendidikan dipandang relevan jika hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut berguna dan fungsional bagi kehidupan.[2] Dalam dunia pendidikan, metode merupakan salah satu hal yang penting. Hal ini dikarenakan sampai-tidaknya materi berdasarkan metode yang digunakan. Perlu diketahui bahwa metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.[3] Mudahnya, metode adalah cara melakukan sesuatu sesuai jalannya. Metode merupakan hak prerogatif seorang pendidik. Pendidik bebas menentukan metode apa yang sesuai dengan kelas. Dengan ini, pendidik bisa lebih leluasa dalam melakukan tugasnya. Jadi, relevansi metode dengan faktor pendidikan agama Islam yaitu hubungan metode pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam.

A.    Relevansi dengan tujuan pembelajaran
Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan merupakan hal yang harus dipahami terlebih dahulu oleh guru. Tujuan pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yaitu :
1.      Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[4]
2.      Menurut Hamzah B. Uno, berikut ini dikemukakan beberapa pengertian tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Sementara itu, Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh peserta didik setelah berlangsung pembelajaran.[5] Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam artian peserta didik belajar, yang secara umum mencakup pengetahuan baru, keterampilan dan kecakapan, serta sikap-sikap yang baru, yang diharapkan oleh guru dicapai oleh peserta didik sebagai hasil pembelajaran.[6] Sedangkan menurut Zakiah Drajat tujuan dari pembelajaran adalah tercapainya perubahan pada siswa yang meliputi tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik.[7] Singkatnya, tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran menjadi lebih baik dari segala aspek; afektif, psikomotorik dan kognitifnya.
Terdapat tingkatan-tingkatan tujuan dalam Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.[8]
a.       Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh seluruh bangsa Indonesia dan merupakan rumusan dari kualifikasi terbentuknya sikap warga negara yang dicita-citakan bersama.[9] Adapun tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) sebagai berikut:[10]
1)      Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2)      Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai - nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
3)      Dan Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang - Undang No. 20, Tahun 2003 Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dengan ditetapkannya undang-undang yang menentukan tujuan dari pendidikan, mencerminkan sentralisasi pendidikan sebagai usaha mempersatukan paradigma yang ada dalam masyarakat yang majemuk.
b.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional merupakan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh lembaga pendidikan sebagai penerapan dari tujuan pendidikan nasional dan mengacu daripadanya.[11] Tujuan institusional ini sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga pendidikan. Oleh karena itu, setiap sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tujuan institusionalnya sendiri – sendiri. Adapun tujuan institusional dapat diketahui dalam visi dan misi yang telah ditentukan oleh lembaga tersebut.

c.       Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam tiap bidang studi atau mata pelajarannya.[12] Tujuan ini dijabarkan dalam RPP yang ditentukan oleh tiap guru yang mengacu dari tujuan nasional dan juga tujuan institusional.
d.      Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.[13] Tujuan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:[14]
1)      Tujuan Instruksional Umum
Tujuan instruksional umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik.
2)      Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini dirumuskan oleh guru dengan maksud agar tujuan instruksional umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.

Tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode driil kurang tepat digunakan akan tetapi metode yang tepat digunakan seperti metode tanya jawab, pemberian tugas, diskusi dll. Jika tujuan daerah afektif maka  metode yang tepat digunakan seperti; metode keteladanan, Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan). Jika tujuan daerah psikomotor maka metode yang cocok digunakan adalah seperti; metode alat peraga, simulasi.
Jadi kesimpulan penulis disini bahwa metode yang akan digunakan harus melihat dulu tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa metode diatas masih terfokus kepada satu tujuan, apabila tujuan yang akan dicapai meliputi ketiga aspek maka ini sesuai dengan kreatifitas guru dalam mengkolaborasikan metode-metode tersebut.


B.     Relevansi Dengan Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran pada dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk keperluan pembelajaran, bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu;
1.      Bahan cetak (printed), bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar;
2.      Bahan ajar dengar (audio), bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media dengan (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio ;
3.      Bahan ajar lihat-dengar (audio visual) Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media audio visual seperti video compact disk, film;
4.      Bahan ajar interaktif .. Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunaannya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan perilaku alami dari suatu presentasi.[15]
5.      Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
a.       Sesuai dengan topik yang dibahas;
b.      Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas;
c.       Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana,  sistematis, sehingga mudah difahami;
d.      Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih   mempermudah memahami isinya;
e.       Sebaiknya diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat dipelajari terlebih dahulu oleh siswa;
f.       Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
a.       Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan;
b.      Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa  adalah pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis;
c.       Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Jadi metode pembelajaran PAI yang benar adalah yang sesuai dengan prinsip–prinsip dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode  yang digunakan tidak memperhatikan bahan yang akan diajarkan maka tujuan dari pembelajaran tidak akan  tercapai secara maksimal.
Dalam proses pembelajaran, tentu ada materi yang disampaikan guru pada anak didik. Materi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai -nilai yang diharapkan dimiliki dan diamalkan oleh anak didik.[16] Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari.[17] Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut :[18]
a.       Sesuai dengan topik yang dibahas
b.      Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas.
c.       Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah dipahami.
d.      Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami isinya.
e.       Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.[19]
a.       Prinsip relevansi (keterkaitan).
Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.

b.      Prinsip konsistensi.
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengertian thoharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi materi tersebut.

c.       Prinsip kecukupan
Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Metode pembelajaran pendidikan agama Islam sudah seharusnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode yang digunakan tidak relevan dengan bahan yang akan diajarkan maka nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim dalam pembelajaran tidak akan tersampaikan secara maksimal. Salah sasaran dalam proses pembelajaran karena ketidak-relevanan metode dalam pembelajaran dengan bahan ajar merupakan hal yang fatal karena akan merubah presepsi anak didik terhadap tujuan dari pembelajaran sehingga pembelajaran dapat menjadi sangat tidak efektif.

C.     Relevansi Dengan Situasi
Situasi belajar yang mencakup hal yang umum dalam kelas, seperti guru, suasana kelas, alat bantu atau media, serta situasi lingkungan sekolah pun mencakup di dalamnya.[20]. Bila jumlah murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi bila ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain jangkauan suara guru. Kemudian apabila situasi lingkungan kelas dan sekolah sunyi senyap tampa banyak aktifitas disekelilingnya, maka metode yang tepat digunakan adalah metode seperti; diskusi, Tanya jawab, simulasi,  Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan) dll. Dengan sesuainya metode yang digunakan guru dengan situasi sekolah ditempat ia mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu  juga sebaliknya, apabila guru  tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak akan  terlaksana dengan baik. Jadi sangat penting diperhatikan bagi seorang  guru tentang situasi tempat ia  mengajar.
Guru harus sanggup mengendalikan situasi belajar sesuai kemampuan yang dimilikinya. Sebagai contoh, metode ceramah harus mempertimbangkan jangkauan suara guru. Dengan relevannya metode yang digunakan guru dengan situasi di tempat ia mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu juga sebaliknya, apabila guru tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik.[21] Jadi sangat penting untuk diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat ia mengajar. Tanpa metode yang sesuai dengan situasi belajar, tujuan dari pembelajaran yakni transfer pengetahuan dan pembentukan pribadi muslim tidak akan berjalan lancar.

D.    Relevansi dengan  siswa
Dalam proses pembelajaran, keberagaman dari siswa merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Perbedaan tersebut bisa berupa perilaku, tingkah laku, hingga kecerdasannya. Apabila perbedaan itu sudah diketahui dengan baik, guru tentu sanggup menyikapinya dan menentukan metode yang tepat sehingga dapat tercapai tujuan dari pembelajaran.[22] Dalam sistem pengajaran yang masih mengikuti sistem klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.[23]
Akan tetapi, pelaksanaan metode yang memenuhi perbedaan individu tentunya masih merupakan persoalan bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karena masih belum optimalnya sistem pendidikian dan juga problematika kurangnya guru menjadikan metode ini suatu hal yang sulit. Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti  diskusi, tanya jawab, dan simulasi.
Salah satu aspek yang ada didalam kerangka belajar mengajar adalah aspek murid, semua guru mengetahui bahwa murid-murid berbeda satu dari yang lainnya. Kemungkinan yang berbeda itu cukup besar dan tidak ada dua orang yang identik. Terdapat kecenderungan yang umum yang dapat diamati, tapi pada dasarnya setiap anak adalah seorang individu. Masalah individu ini mendapat perhatian secara teoritis dalam lembaga pendidikan guru pada umumnya.
Beberapa perbedaan murid cukup jelas dan dengan segera dapat diamati dan diketahui oleh guru pada saat pertama kali masuk kelas, perbedaan ini terutama mengenai perbedaan fisik. Perbedaan-perbedaan yang lainnya misalnya perbedaan keperibadian dan watak akan kelihatan setelah beberapa waktu kemudian. Untuk menyadari perbedaan-perbedaan ini perlu waktu agak lama, namun demikian dalam jangka waktu tertentu akan jelas bahwa terdapat ketidakseragaman dalam materi yang dipelajari, dalam kecepatan belajar, sikap terhadap belajar dan cara belajar. Begitu kita jumpai murid dalam kelas memiliki tingkat pengalaman yang berbeda dirumah atau sekolah terdahulu (ibtidaiyah), disebabkan oleh perbedaan-perbedaan tersebut diatas, setiap kesempatan belajar yang diberikan disekolah akan berbeda bagi murid yang berbeda.[24]
Kesemuannya itu sudah diketahui dengan baik, guru-guru sanggup menukil contoh-contoh dari pengalaman mereka sendiri tentang perbedaan yang beraneka ragam dan menerima teori dalam pendidikan mereka bahwa mereka harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individu dan menyiapkan pendidikan bagi murid yang dapat memenuhi perbedaan itu. Hal ini teoritis sifatnya dan bagaiman dalam prakteknya?
Kalau kita perhatikan bahwa system pengajaran di madrasah masih mengikuti system klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Pelaksanaan metode yang menjamin pemenuhan perbedaan individual masi merupakan persoalan bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karenah pengaruh ujian dan banyak guru berkomentar bahwa suatu hal yang mustahil melayani murid secara individual bila mereka mempersiapkan diri untuk ujian yang sama.para guru itu lupa bahwa tidak satu jalan menuju ke roma. Ada berbagai jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Kalau murid memang berbeda dalam berbagai macam aspek, mengapa mereka diharuskan mencapai tujuan dengan cara yang sama? Lebih-lebih lagi sudah kebiasaan bagi murid yang akan ujian dan tidak ujian, diberikan kesempatamn belajar yang sama-materi yang sama, keterampilan yang sama, cara belajar dan sebagian serba sama?
Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian apabila kemampuan siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di gunakan seperti; metode pendekatan personal seperti qawlan layyinan dan qawlan maisyura. Ini  semua kembali kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan latar belakang siswa.[25]

KESIMPULAN
Berdasarkan materi yang telah disampaikan, dapat diketahui bahwa metode harus sesuai dengan faktor-faktor pendidikan yang berupa anak didik, pendidik, tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan lingkungan atau situasi. Dengan relevannya metode pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan secara maksimal sehingga dapat mencapai tujuan utama pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain itu, dapat diketahui pula bahwa ternyata metode tidak selamanya sama. Akan tetapi harus sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi tersebut seperti yang telah dijelaskan berupa tujuan belajar, materi, siswa dan situasi belajar yang mana harus dipahami oleh guru secara gamblang agar tercapai tujuan utama pendidikan.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Baki, Nasir.,  Metode Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Eja­_Publisher, 2014)
https://nurfitriyanielfima.wordpress.com/2013/10/09/strategi-metode-media-bahan-dan-evaluasi-pembelajaran-pai diakses  30 Oktober 2016, pada 23 :12
http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html diakses  30 Oktober 2016, pada 23 :12
Hamalik, Oemar., Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Ilahi, Afdhal.,  Relevansi Metode PAI dengan Tujuan, Bahan  Ajar, Situasi, Siswa dan Evaluasi, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah, 2015)
Majid, Abdul., Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)
Nisa, Akramun ., Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Makassar: Alauddin University Press, 2015)
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008)
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Sodikun, Perencanaan Tujuan Pembelajaran Agama Islam, (Makassar: UIN Alauddin, makalah, 2011)
Soedjarwo, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Gelora Pratama, 1984)



[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008) h. 1281.
[2] Akramun Nisa, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Makassar: Alauddin University Press, 2015) h. 146.
[3] Nasir A. Baki, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Eja­_Publisher, 2014), h. 6.
[4] Sodikun, Perencanaan Tujuan Pembelajaran Agama Islam, (Makassar: UIN Alauddin, makalah, 2011), h. 1.
[5] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 109.
[6] Akramun Nisa, Op., Cit,  h.123
[7] Akramun Nisa, Op.cit., h. 148.
[8] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136-138
[9] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.
[10] Sodikun, Op.cit., h. 4
[11] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.
[12] Akramun Nisa, Op.cit., h. 137-138.
[13] Ibid.
[14] Soedjarwo, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Gelora Pratama, 1984), h. 38.
[15] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.  182.
[16] Akramun Nisa, Op.cit., h. 149.
[17] Afdhal Ilahi, Relevansi Metode PAI dengan Tujuan, Bahan  Ajar, Situasi, Siswa dan Evaluasi, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah, 2015), h. 8.
[18] Abdul Majid, Op., Cit, h. 182.
[19] Ibid
[20] http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html diakses  30 Oktober 2016, pada 23 :12
[21] Akramun Nisa, Op.cit., h. 150.
[22] Ibid
[23] Afdhal Ilahi, Op., Cit,  h. 9.
[25] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 96-110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar