RELEVANSI
METODE PEMBELAJARAN
PAI
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Terstruktur Pada
Mata kuliah
Metodologi
Pengajaran Agama Islam

Oleh:kelompok 7
Muhammad Yasin :
2014.1902
Fajar Ramadhan : 2014.1835
Alfadhilatu Ahmad : 2014.1839
Abdul Anwar : 2014.1931
Dosen pengampu:
Wilrahmi
Izzati., S.Pd.I, MA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1438 H / 2016 M
PENDAHULUAN
Dewasa ini pemerintah
telah mengusahakan peningkatan mutu pada sistem pendidikan Indonesia dengan
berbagai cara, mulai dari pembaharuan kurikulum hingga pelatihan-pelatihan bagi
guru. Peningkatan mutu pendidikan sangatlah bergantung pada guru sebagai pelaku
utama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Agar guru mampu
menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus mengetahui hal-hal
yang berhubungan dengan proses pembelajaran yang termasuk di dalamnya metode
pengajaran. Dengan mengetahui hal yang berhubungan di dalamnya, guru dapat
menentukan metode apa yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Maka dari itu, kami sebagai
pemakalah akan memaparkan tentang relevansi guru dengan faktor-faktor
pendidikan agama Islam dengan sub judul :
A. Relevansi
dengan tujuan pembelajaran
B. Relevansi
Dengan Bahan Pelajaran
C. Relevansi
Dengan Situasi
D. Relevansi
dengan siswa
RELEVANSI METODE PEMBELAJARAN PAI
Relevansi merupakan hubungan, kaitan atau berguna
secara langsung.[1] Relevansi pendidikan
dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam secara umum dapat diartikan sebagai
kesesuaian atau keselarasan pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama
Islam. Pendidikan dipandang relevan jika hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut
berguna dan fungsional bagi kehidupan.[2]
Dalam dunia pendidikan, metode merupakan salah satu hal yang penting. Hal ini
dikarenakan sampai-tidaknya materi berdasarkan metode yang digunakan. Perlu
diketahui bahwa metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata meta
yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.[3]
Mudahnya, metode adalah cara melakukan sesuatu sesuai jalannya. Metode
merupakan hak prerogatif seorang pendidik. Pendidik bebas menentukan metode apa
yang sesuai dengan kelas. Dengan ini, pendidik bisa lebih leluasa dalam
melakukan tugasnya. Jadi, relevansi metode dengan faktor pendidikan agama Islam
yaitu hubungan metode pendidikan dengan faktor-faktor pendidikan agama Islam.
A. Relevansi
dengan tujuan pembelajaran
Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan merupakan
hal yang harus dipahami terlebih dahulu oleh guru. Tujuan pendidikan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 yaitu :
1.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[4]
2.
Menurut Hamzah B. Uno, berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli. Kemp
(1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu
pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan
dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
Sementara itu, Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh peserta didik
setelah berlangsung pembelajaran.[5] Lebih
lanjut dijelaskan bahwa suatu tujuan pembelajaran adalah sejumlah hasil
pembelajaran yang dinyatakan dalam artian peserta didik belajar, yang secara
umum mencakup pengetahuan baru, keterampilan dan kecakapan, serta sikap-sikap
yang baru, yang diharapkan oleh guru dicapai oleh peserta didik sebagai hasil
pembelajaran.[6]
Sedangkan menurut Zakiah Drajat tujuan dari pembelajaran adalah tercapainya
perubahan pada siswa yang meliputi tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik.[7] Singkatnya,
tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran menjadi lebih baik dari segala aspek; afektif,
psikomotorik dan kognitifnya.
Terdapat tingkatan-tingkatan tujuan dalam Pendidikan
Agama Islam di Indonesia. Yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.[8]
a.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan
nasional merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh seluruh bangsa
Indonesia dan merupakan rumusan dari kualifikasi terbentuknya sikap warga
negara yang dicita-citakan bersama.[9]
Adapun tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen) sebagai
berikut:[10]
1)
Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
2)
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai - nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
3)
Dan Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang - Undang
No. 20, Tahun 2003 Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam
Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Dengan ditetapkannya undang-undang yang menentukan
tujuan dari pendidikan, mencerminkan sentralisasi pendidikan sebagai usaha
mempersatukan paradigma yang ada dalam masyarakat yang majemuk.
b.
Tujuan Institusional
Tujuan institusional
merupakan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh lembaga pendidikan sebagai
penerapan dari tujuan pendidikan nasional dan mengacu daripadanya.[11] Tujuan
institusional ini sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau lembaga
pendidikan. Oleh karena itu, setiap sekolah atau lembaga pendidikan memiliki
tujuan institusionalnya sendiri – sendiri. Adapun tujuan institusional dapat
diketahui dalam visi dan misi yang telah ditentukan oleh lembaga tersebut.
c.
Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler
merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam tiap bidang studi atau mata
pelajarannya.[12] Tujuan ini dijabarkan
dalam RPP yang ditentukan oleh tiap guru yang mengacu dari tujuan nasional dan
juga tujuan institusional.
d.
Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional
adalah tujuan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.[13]
Tujuan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:[14]
1)
Tujuan Instruksional Umum
Tujuan instruksional
umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat
menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik.
2)
Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional
khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini
dirumuskan oleh guru dengan maksud agar tujuan instruksional umum tersebut
dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.
Tujuan
yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode driil
kurang tepat digunakan akan tetapi metode yang tepat digunakan seperti metode
tanya jawab, pemberian tugas, diskusi dll. Jika tujuan daerah afektif
maka metode yang tepat digunakan seperti; metode keteladanan, Qawlan
(baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan). Jika tujuan
daerah psikomotor maka metode yang cocok digunakan adalah seperti; metode alat
peraga, simulasi.
Jadi
kesimpulan penulis disini bahwa metode yang akan digunakan harus melihat dulu
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa metode diatas masih terfokus
kepada satu tujuan, apabila tujuan yang akan dicapai meliputi ketiga aspek maka
ini sesuai dengan kreatifitas guru dalam mengkolaborasikan metode-metode
tersebut.
B. Relevansi
Dengan Bahan Pelajaran
Bahan
pelajaran pada dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk
keperluan pembelajaran, bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun
secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan
siswa belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu;
1. Bahan
cetak (printed), bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja
siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar;
2. Bahan
ajar dengar (audio), bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media dengan
(audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio ;
3. Bahan
ajar lihat-dengar (audio visual) Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang
didesain dengan menggunakan media audio visual seperti video compact disk, film;
4. Bahan
ajar interaktif .. Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih
media (audio, teks, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunaannya
dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan perilaku alami dari suatu
presentasi.[15]
5. Bahan
pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa
dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, bahan
pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
a. Sesuai
dengan topik yang dibahas;
b. Memuat
intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas;
c. Disampaikan
dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana,
sistematis, sehingga mudah difahami;
d. Jika ada
perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk
lebih mempermudah memahami isinya;
e. Sebaiknya
diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga
dapat dipelajari terlebih dahulu oleh siswa;
f. Memuat
gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.
Ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau
materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran
meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
a. Prinsip
relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada
kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa
menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta
atau bahan hafalan;
b. Prinsip
konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa
empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat
macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah
pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara
mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus
meliputi pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara
mensucikan dari hadats dan najis;
c. Prinsip
kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu
siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang
membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika
terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya.
Jadi
metode pembelajaran PAI yang benar adalah yang sesuai dengan prinsip–prinsip
dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila
metode yang digunakan tidak memperhatikan bahan yang akan diajarkan maka
tujuan dari pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal.
Dalam proses pembelajaran, tentu ada materi yang
disampaikan guru pada anak didik. Materi tersebut meliputi pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai -nilai yang diharapkan dimiliki dan diamalkan
oleh anak didik.[16]
Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit
siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari.[17]
Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut :[18]
a.
Sesuai dengan topik yang dibahas
b.
Memuat intisari atau informasi pendukung untuk
memahami materi yang dibahas.
c.
Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang
singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah dipahami.
d.
Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang
relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami isinya.
e.
Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin
tahu siswa.
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam
pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan
kecukupan.[19]
a.
Prinsip relevansi (keterkaitan).
Materi pembelajaran
hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang
diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang
diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
b.
Prinsip konsistensi.
Jika kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan
juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa adalah pengertian thoharoh (bersuci), macam-macam hadats
dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang
diajarkan juga harus meliputi materi tersebut.
c.
Prinsip kecukupan
Materi yang diajarkan hendaknya
cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.
Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika
terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga
yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Metode pembelajaran
pendidikan agama Islam sudah seharusnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan
kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode yang
digunakan tidak relevan dengan bahan yang akan diajarkan maka nilai-nilai bagi
pembentukan pribadi muslim dalam pembelajaran tidak akan tersampaikan secara
maksimal. Salah sasaran dalam proses pembelajaran karena ketidak-relevanan
metode dalam pembelajaran dengan bahan ajar merupakan hal yang fatal karena
akan merubah presepsi anak didik terhadap tujuan dari pembelajaran sehingga
pembelajaran dapat menjadi sangat tidak efektif.
C. Relevansi
Dengan Situasi
Situasi belajar yang mencakup hal yang umum dalam
kelas, seperti guru, suasana kelas, alat bantu atau media, serta situasi
lingkungan sekolah pun mencakup di dalamnya.[20]. Bila
jumlah murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi
bila ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara
lain jangkauan suara guru. Kemudian apabila situasi lingkungan kelas dan
sekolah sunyi senyap tampa banyak aktifitas disekelilingnya, maka metode yang
tepat digunakan adalah metode seperti; diskusi, Tanya jawab, simulasi,
Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan) dll.
Dengan sesuainya metode yang digunakan guru dengan situasi sekolah ditempat ia
mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara
maksimal. Begitu juga sebaliknya, apabila guru tidak bisa melihat
dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah,
maka pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik. Jadi sangat penting
diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat ia mengajar.
Guru harus sanggup mengendalikan situasi belajar
sesuai kemampuan yang dimilikinya. Sebagai contoh, metode ceramah harus
mempertimbangkan jangkauan suara guru. Dengan relevannya metode yang digunakan
guru dengan situasi di tempat ia mengajar maka tujuan dari materi yang akan
disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu juga sebaliknya, apabila
guru tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan
situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak akan terlaksana dengan
baik.[21]
Jadi sangat penting untuk diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat
ia mengajar. Tanpa metode yang sesuai dengan situasi belajar, tujuan dari
pembelajaran yakni transfer pengetahuan dan pembentukan pribadi muslim tidak
akan berjalan lancar.
D. Relevansi
dengan siswa
Dalam proses
pembelajaran, keberagaman dari siswa merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Perbedaan tersebut bisa berupa perilaku, tingkah laku, hingga kecerdasannya.
Apabila perbedaan itu sudah diketahui dengan baik, guru tentu sanggup
menyikapinya dan menentukan metode yang tepat sehingga dapat tercapai tujuan
dari pembelajaran.[22]
Dalam sistem pengajaran yang masih mengikuti sistem klasikal dimana murid
dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang
sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual
ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan
berdasarkan kemampuan.[23]
Akan tetapi,
pelaksanaan metode yang memenuhi perbedaan individu tentunya masih merupakan
persoalan bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karena masih belum optimalnya
sistem pendidikian dan juga problematika kurangnya guru menjadikan metode ini
suatu hal yang sulit. Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran
yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata
yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti diskusi, tanya jawab, dan simulasi.
Salah
satu aspek yang ada didalam kerangka belajar mengajar adalah aspek murid, semua
guru mengetahui bahwa murid-murid berbeda satu dari yang lainnya. Kemungkinan
yang berbeda itu cukup besar dan tidak ada dua orang yang identik. Terdapat
kecenderungan yang umum yang dapat diamati, tapi pada dasarnya setiap anak
adalah seorang individu. Masalah individu ini mendapat perhatian secara
teoritis dalam lembaga pendidikan guru pada umumnya.
Beberapa
perbedaan murid cukup jelas dan dengan segera dapat diamati dan diketahui oleh
guru pada saat pertama kali masuk kelas, perbedaan ini terutama mengenai
perbedaan fisik. Perbedaan-perbedaan yang lainnya misalnya perbedaan
keperibadian dan watak akan kelihatan setelah beberapa waktu kemudian. Untuk
menyadari perbedaan-perbedaan ini perlu waktu agak lama, namun demikian dalam
jangka waktu tertentu akan jelas bahwa terdapat ketidakseragaman dalam materi
yang dipelajari, dalam kecepatan belajar, sikap terhadap belajar dan cara
belajar. Begitu kita jumpai murid dalam kelas memiliki tingkat pengalaman yang
berbeda dirumah atau sekolah terdahulu (ibtidaiyah), disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan tersebut diatas, setiap kesempatan belajar yang diberikan
disekolah akan berbeda bagi murid yang berbeda.[24]
Kesemuannya
itu sudah diketahui dengan baik, guru-guru sanggup menukil contoh-contoh dari
pengalaman mereka sendiri tentang perbedaan yang beraneka ragam dan menerima
teori dalam pendidikan mereka bahwa mereka harus memperhatikan
perbedaan-perbedaan individu dan menyiapkan pendidikan bagi murid yang dapat
memenuhi perbedaan itu. Hal ini teoritis sifatnya dan bagaiman dalam
prakteknya?
Kalau kita perhatikan bahwa system pengajaran di madrasah masih mengikuti system klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Kalau kita perhatikan bahwa system pengajaran di madrasah masih mengikuti system klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Pelaksanaan
metode yang menjamin pemenuhan perbedaan individual masi merupakan persoalan
bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karenah pengaruh ujian dan banyak guru
berkomentar bahwa suatu hal yang mustahil melayani murid secara individual bila
mereka mempersiapkan diri untuk ujian yang sama.para guru itu lupa bahwa tidak
satu jalan menuju ke roma. Ada berbagai jalan untuk mencapai tujuan yang sama.
Kalau murid memang berbeda dalam berbagai macam aspek, mengapa mereka
diharuskan mencapai tujuan dengan cara yang sama? Lebih-lebih lagi sudah
kebiasaan bagi murid yang akan ujian dan tidak ujian, diberikan kesempatamn
belajar yang sama-materi yang sama, keterampilan yang sama, cara belajar dan
sebagian serba sama?
Disinilah
peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa.
Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan
metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian apabila kemampuan
siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di gunakan seperti;
metode pendekatan personal seperti qawlan layyinan dan qawlan maisyura.
Ini semua kembali kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan,
kematangan dan latar belakang siswa.[25]
KESIMPULAN
Berdasarkan materi yang telah disampaikan, dapat
diketahui bahwa metode harus sesuai dengan faktor-faktor pendidikan yang berupa
anak didik, pendidik, tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan, dan lingkungan
atau situasi. Dengan relevannya metode pembelajaran ini diharapkan proses
pembelajaran dapat berjalan secara maksimal sehingga dapat mencapai tujuan
utama pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain itu, dapat diketahui pula bahwa ternyata metode
tidak selamanya sama. Akan tetapi harus sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi
tersebut seperti yang telah dijelaskan berupa tujuan belajar, materi, siswa dan
situasi belajar yang mana harus dipahami oleh guru secara gamblang agar
tercapai tujuan utama pendidikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Baki, Nasir., Metode Pembelajaran Agama
Islam, (Yogyakarta: Eja_Publisher, 2014)
https://nurfitriyanielfima.wordpress.com/2013/10/09/strategi-metode-media-bahan-dan-evaluasi-pembelajaran-pai
diakses 30 Oktober 2016, pada 23
:12
http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html
diakses 30 Oktober 2016, pada 23
:12
Hamalik, Oemar., Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
Ilahi, Afdhal., Relevansi Metode PAI dengan Tujuan, Bahan Ajar,
Situasi, Siswa dan Evaluasi, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, makalah, 2015)
Majid, Abdul., Perencanaan
Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)
Nisa, Akramun ., Metodologi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, (Makassar: Alauddin
University Press, 2015)
Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008)
Ramayulis,
Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Sodikun, Perencanaan Tujuan
Pembelajaran Agama Islam, (Makassar: UIN Alauddin, makalah, 2011)
Soedjarwo, Teknologi Pendidikan, (Jakarta:
Gelora Pratama, 1984)
[1] Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008) h. 1281.
[2] Akramun Nisa, Metodologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Makassar: Alauddin University Press,
2015) h. 146.
[3] Nasir A. Baki, Metode
Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Eja_Publisher, 2014), h. 6.
[4] Sodikun, Perencanaan Tujuan
Pembelajaran Agama Islam, (Makassar: UIN Alauddin, makalah, 2011), h. 1.
[5] Oemar Hamalik, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.
109.
[8] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136-138
[9] Akramun Nisa, Op.cit., h. 136.
[10] Sodikun, Op.cit., h. 4
[14] Soedjarwo, Teknologi Pendidikan, (Jakarta:
Gelora Pratama, 1984), h. 38.
[15] Abdul
Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2011), hlm. 182.
[17] Afdhal Ilahi, Relevansi Metode PAI dengan Tujuan,
Bahan Ajar, Situasi, Siswa dan Evaluasi, (Riau: UIN Sultan Syarif
Kasim Riau, makalah, 2015), h. 8.
[18] Abdul Majid, Op., Cit, h. 182.
[19] Ibid
[20] http://mardhiyahdiyut.blogspot.com/2012/12/relevansi-faktor-terhadap-pendidikan.html
diakses 30 Oktober 2016, pada 23 :12
[21] Akramun Nisa, Op.cit., h. 150.
[24] https://nurfitriyanielfima.wordpress.com/2013/10/09/strategi-metode-media-bahan-dan-evaluasi-pembelajaran-pai diakses 30 Oktober 2016, pada 23 :12
[25]
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2002), h. 96-110.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar