MAKALAH
KONSEP - KONSEP KEPRIBADIAN GURU
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata
kuliah
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Disusun Oleh : Kelompok 8
Alfadilatu ahmad : 2014.1839
Dosen Pembimbing :
Muhammad Nur, Siq, M.Pd
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT
2017
M/1438
H
PENDAHULUAN
Guru dalam dunia pendidikan memiliki peran strategis
dalam mencapai tujuan pendidikan. Di dalam kehidupan masyarakat,guru juga
dipandang sebagai sosok yang seharusnya patut dijadikan seorang suri
tauladan.Dalam upaya melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diembannya,guru
dituntut untuk memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagaimana yang digariskan
dalam undang-undang.Kompetensi ini meliputi kompetensi
pedagogik,profesional,sosial dan kepribadian.Pada banyak kebijakan untuk
pengembangan guru,berbagai pihak masih berfokus pada kompetensi pedagogik dan
profesional, dan sedikit yang menyentuh pada kompetensi kepribadian.
Padahal,kepribadian
seorang guru tercermin dari dari performance guru tersebut dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya melakukan pengajaran dan pendidikan.Sosok
seorang guru adalah pribadi yang dekat dengan anak didik karena intensitas
pertemuan dan komunikasinya.Sehingga,kepribadian adalah satu hal yang penting
untuk juga diperhatikan oleh seorang guru.Penampilan dan pembawaan guru sangat berpengaruh terhadap tanggapan dari peserta
didik.Pribadi positif seorang guru tentu akan mendapat tanggapan positif pula
dari peserta didik,begitupun sebaliknya.Oleh karenanya,penting untuk kita
membahas tentang kepribadian seorang guru. Pada makalah ini akan di bahas
tentang:
a. Pribadi Guru
b. Perkembangan pribadi Guru Stereotip Guru
c. Memilih Jabatan Guru
d. Ketegangan dalam Profesi keguruan
e. Gangguan Fisik dan Mental Guru
PEMBAHASAN
Konsep-Konsep kepribadian guru
A. Pribadi Guru
Ada beberapa
pengertian kepribadian menurut ahli sosiologi, diantaranya:
a) Menurut
Horton (1982)
Kepribadian adalah keseluruhan
sikap, perasaan, ekspresi dan tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan
tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada
situasi tertentu.
b) Menurut Schever Dan Lamm (1998)
Kepribadian adalah sebagai
keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas dan prilaku seseorang. Pola
berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku, sehingga kalau di katakan
pola sikap, maka sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten
dalam menghadapai situasi yang di hadapi.[1]
Seorang guru memiliki sikap yang
dapat mempribadi sehingga dapat dibedakan ia dengan guru yang lain. Kepribadian
menurut Zakiah Darajat disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat
secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, atau ucapan
ketika menghadapi suatu persoalan. Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik
maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku
seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Setiap perkataan,
tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan dan kepribadian seseorang.
Begitu naik kepribadian seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut.[2]
Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu
diantaranya:
a. Kepribadian yang
mantap dan stabil:
1. Bertindak sesuai dengan norma hukum
2. Bertindak sesuai dengan norma sosial
3. Memiliki konsisten dalam bertindak
b. Kepribadian berakhlak mulia:
1. Berakhlak mulia dan menjadi teladan
2. Memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik.
c. Kepribadian
yang dewasa:
1. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai
pendidik
2. Memiliki etos kerja sebagai guru
d. Kepribadian yang arif
1. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan
peserta didik, sekolah dan masyarakat
2. Menunjukkan dalam berfikir dan bertindak
e. Kepribadian
yang berwibawa
1. Memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap
peserta didik
2. Memiliki
perilaku yang disegani
Kepribadian akan turut menentukan
apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya,
justru menjadi perusak anak didiknya. Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya
harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan
idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha
memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat
kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus
mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran
agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan.[3]
B. Perkembangan pribadi Guru
Stereotip Guru
Kepribadian sesungguhnya adalah sesuatu yang abstrak,
sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan
atau bekasnya dalam segala aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan,
ucapan, caranya bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi persoalan atau
masalah.[4]
Ada
3 faktor yang menentukan dalam perkembangan kepribadian :
1. Faktor bawaan
Unsur ini terdiri
dari bawaan genetic yang menetukan diri fisik primer (warna mata, kulit)
selain itu juga kecenderungan-kecenderungan dasar misalnya kepekaan,
penyesuaian diri.
2. Faktor lingkungaFaktor lingkungan seperti sekolah,
atau lingkungan sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat
mempengaruhi terbentuknya kepribadian.
3. Interaksi bawaan dan lingkungan
Interaksi yang terus
menerus antara bawaan dan lingkungan menyebabkan timbulnya perasaan
aku/diriku dalam diri seseorang.
Kepribadian guru terbentuk atas
pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat
pekerjaannya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam
berbagai situasi sosial.
Tingkah laku atau moral guru pada
umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih
kecil guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru
adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian
anak didik. Jika tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, maka umunya
akhak-akhlak anak didik akan rusak, karena anak mudah terpengaruh oleh
orang-orang yang dikaguminya. Atau dapat juga menyebabkan anak didik
gelisah, cemas atau terganggu jiwa karena ia menemukan contoh yang berbeda
atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang
tuanya.[5]
Menurut Athiyah Al-Abrosy
bahwasannya sifat-sifat yang seyogyanya dimiliki seorang guru:
1. Hubungan guru dengan murid harus baik.
2. Guru
harus selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka.
3. Guru
harus peka terhadap lingkungan sekitar murid.
4. Guru wajib menjadi contoh/teladan di dalam keadilan
dan keindahan serta kemuliaan.
5. Guru wajib ikhlas di dalam pekerjaannya.
6. Guru wajib menghubungkan masalah yang berhubungan
dengan kehidupan.
7. Guru harus selalu membaca dan mengadakan penyelidikan.
8. Guru harus mampu mengajar bagus penyiapannya dan
bijaksana dalam menjalankan tugasnya.
9. Guru harus punya niat yang tetap.
10. Guru harus sehat jasmaninya.
11. Guru harus punya pribadi yang mantap.
Dalam
situasi kelas, guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai
anaknya. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan
ibu guru. Berkat kedudukannya, maka guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun
menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua.
Dalam
menjalankan peranannya sebagai guru, ia lambat laun membentuk kepribadiannya.
Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia bereaksi sebagai
guru pula. Jadi ia menjadi guru karena diperlakukan dan belaku sebagai
guru.Kedudukannya sebagai guru, akan membatasi kebebasannya serta dapat
membatasi pergaulannya. Seorang guru tidak akan diajak melakukan kegiatan yang
rasanya kurang layak bagi guru, tetapi seorang guru akan mencari pergaulannya
terutama dari kalangan guru yang sependirian dengannya.[6]
C. Ciri-ciri Stereotip Guru
Stereotip
guru adalah hal-hal yang sering dilakukan oleh para guru. Stereotip juga bisa
diartikan sebagai sifat kepribadian. Yang berkembang dimasyarakat adalah adanya
suatu anggapan bahwa yang stereotip selalu dianggap benar, sedangkan yang
diluar stereotip dianggap salah. Ciri-ciri stereotip guru, yaitu:
1. Guru tidak memperlihatkan
kepribadian yang fleksibel
Ia cenderung
mempunyai pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia kurang terbuka bagi
pendirian lain yang berbeda karenanya ia sulit melihat kebenaran pendapat orang
lain atau cara orang lain memecahkan masalah.
2. Guru pandai menahan diri
Ia selalu hati-hati
dan tidak mudah menceburkan diri dalam pergaulan dengan orang lain.
3. Guru cenderung untuk menjauhkan diri
untuk bergaul dengan orang lain
Karena kecenderungan
guru bergaul dengan orang lain, maka orang lainpun sukar untuk mengadakan
hubungan akrab dengan guru.
4. Guru berusaha menjaga harga diri
dan merasa keterikatan kelakuannya pada norma-norma yang berkenaan dengan
kedudukannya.
Maka dari itu ia
berfikir, baginya guru itu orang yang terhormat dan karena itu sebagai guru
harus berprilaku sesuai dengan kedudukan itu.
5. Guru
cenderung bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi
Ia sebagai guru merasa
orang yang serba tahu dalam kelas, sehingga dengan merasa sebagai orang yang
serba tahu ia akan akan memperlihatkan sikapnya itu di luar kelas.
6. Guru pada umumnya tidak didorong
oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru
Seseorang yang
memasuki lembaga pendidikan guru, tidak sepenuhnya didorong dari hati,
melainkan sering karena pilhan lain tertutup, ataupun berkat dorongan dari
orang tua.
7. Guru menunjukan kesediaan untuk
berbakti dan berjasa
8. Guru pada umumnya tidak mempunyai
ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan
Ciri-ciri
guru diatas tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun orang akan mempunyai
suatu bayangan tertentu tentang pribadi guru pada umumnya, orang akan
berinteraksi dengan guru berdasarkan gambaran apa adanya.[7]
D. Memilih Jabatan Guru
Sebelum
kita menetapkan apakah mengajar merupakan tugas guru yang termasuk profesi atau
tidak atau bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa, kiranya perlu kita ketahui
persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas termasuk profesi. Belakangan
telah sedemikian meluas istilah profesi atau professional dikenal dalam
masyarakat. Namun sering kali pemahamannya kurang tepat.Kini sangat banyak yang
menganggap bahwa setiap orang dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik,
rapi, dan dapat memuaskan orang lain disebut telah melakukan pekerjaan secara
professional. Sehingga dengan mudah masyarakat memberikan gelar professional
hampir kepada siapa saja, asal dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.Tak
jarang kita dengar sebutan koruptor professional, pembantu professional, tukang
batu professional, sopir professional dan seterusnya. Benarkah sebutan-sebutan
tersebut.[8]
Qomari
Anwar mendefinisikan profesi adalah sebuah sebutan yang didapat seseorang
setelah mengikuti pendidikan, pelatihan ketrampilan dalam waktu yang cukup
lama, sehingga dia punya kewenangan memberikan suatu keputusan mandiri
berdasarkan kode etik tertentu, yang harus dipertanggungjawabkan sampai
kapanpun. Melakukan tugas profesi memperoleh posisi yang prestisius dan
mendapat imbalan gaji yang tinggi. Karenanya tidak semua pekerjaan yang
ditekuni oleh seseorang walaupun sudah cukup lama otomatis disebut sebagai
tugas profesi. Dalam hal jabatan guru, National Education Association (NEA)
(1948) merumuskan bahwa jabatan profesi merupakan jabatan yang melibatkan
kegiatan intelektual, menekuni suatu batang tubuh ilmu tertentu, didahului
dengan professional yang lama, memerlukan pelatihan jabatan yang kontinyu,
menjanjikan karier bagi anggota secara permanent, mengikuti standar baku mutu
tersendiri, lebih mementingkan layanan kepada masyarakat dibanding dengan
mencari keuntungan sendiri, dan memiliki suatu organisasi professional yang
kuat dan dapat melakukan control terhadap anggota yang melakukan penyimpangan.
Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas kini muncul pertanyaan: Apakah
tugas mengajar atau jabatan guru dapat termasuk jabatan profesi?
Bisa
jadi pertanyaan di atas memicu adanya jawaban yang beraneka ragam berdasarkan
kenyataan yang dialami oleh para guru di lapangan. Namun Stinnett menegaskan
bahawa jabatan guru sudah dianggap memenuhi criteria jabatan professional,
bahkan mengajar bisa disebut sebagai ibu dari segala profesi. Apalagi setelah
disahkannya undang-undang tentang guru dan dosen, maka jabatan guru tidak boleh
dipandang sebelah mata oleh siapapun. Karena dengan diberlakukannya
Undang-Undang tersebut, jabatan guru sudah merupakan jabatan profesi yang
setara dengan jabatan-jabatan profesi lainnya seperti Dokter, Perawat dan lain
sebagainya.
Kalau
dulu menjadi guru adalah pilihan terakhir ketika pilihan-pilihan utama tidak
dapat tercapai, maka dengan diperhatikannya kesejahteraan guru oleh pemerintah,
menjadi guru adalah sebuah pilihan yang utama. Jabatan guru merupakan jabatan
terhormat dimasyarakat disatu sisi juga menjanjikan masa depan yang lebih
terjamin dibanding profesi-profesi lainnya.[9]
\
E. Ketegangan dalam Profesi keguruan
Setiap pekerjaan mengandung
aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan. Ketegangan itu, tidak hanya
ditentukan oleh sifat pekerjaan itu, akan tetapi juga bergantung pada orang
yang melakukannya. Ketegangan timbul, sebagai akibat hambatan untuk mencari
kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya. Karena sesungguhnya setiap
orang ingin mencari kepuasan dalam pekerjaannya
Sifat ketegangan itu bergantung
pada apa yang ingin dicapai seseorang dalam pekerjaannya. Kepuasan yang dicari
oleh setiap individu berbeda-beda. Pekerjaan yang dapat memberi kepuasan kepada
sesorang belum tentu akan memberi kepuasan kepada orang lain. Apa yang
menimbulkan ketegangan bagi seseorang mungkin tidak mempunyai pengaruh terhadap
orang lain.[10]
Walaupun tugas yang mulia sebagai
guru, akan tetapi tidak selalu memberi kepuasan yang dicari orang dalam
jabatannya. Sebetulnya, apa yang diharapkan seorang guru dari jabatannya?
Yang diharapkan oleh seorang guru
dari jabatannya, antara lain:
1.
Keuntungan ekonomis, imbalan, finansial, gaji atau uang.Gaji pekerja atau
pegawai pada umumnya tidak tinggi dibandingkan dengan gaji orang di
negara-negara yang maju. Secara finansial, jabatan guru tidak akan membuat
seorang jadi kaya.Guru-guru pada umumnya tidak begitu melibatkan diri dalam
usaha mencari uang, namun menginginkan adanya jaminan ekonomis, agar
dapat menutupi biaya kehidupan sehari-hari menurut keperluannya.Gaji yang
tinggi memberi kesempatan untuk menabung, mendirikan rumah, membiaya pendidikan
anak, dan sebagainya.Untuk mencari jaminan ini, guru atau anggota keluarganya
sering terpaksa mencari sumber-sumber finansial lainnya. Jadi aspek finansial
dapat menimbulkan ketegangan dikalangan guru.
2.
Status atau kedudukan
yang terhormat didalam masyarakat.Guru tidak mempunyai gambaran yang jelas
mengenai statusnya di tengah-tengah jabatan lain. Guru banyak berasal dari
golongan rendah atau menengah rendah, dan memandang jabatan sebagai guru
sebagai jabatan untuk mendapatkan status yang lebih tinggi. Status guru yang
tidak begitu tinggi dalam mata masyarakat dan status yang tidak jelas bagi guru
sendiri, mungkin akan mengecewakan dan dapat mengganggu kesetabilan
kepribadiannya. Status guru yang tidak jelas ini, dapat menjadi sumber
ketegangan bagi orang yang mencari kenaikan statusnya melalui jabatannya.
3.
Otoritas, kewibaan, kekuasaan atas orang lain (peserta didik). Sumber
ketegangan lain bagi gurru adalah otoritas guru untuk menghukum atau memberi
penghargaan kepada siswanya. Tidak selalu sama pendapat masyarakat apa yang
harus dihargai atau dihukum, sehingga menimbulkan ketegangan. Misalnya, jika
melihat ada anak yang merokok, kemudian guru menghukumnya. Sebagian orang tua
ada yang menganggap hukuman itu terlalu keras atau tidak pada tempatnya,
sebaliknya ada juga orang tua yang menginginkan agar anaknya diberi hukuman
yang keras atas perlakuannya. Demikianlah guru berada pada titik silang
berbagai harapan dan tuntutan yakni dari pihak orang tua dan masyarakat, dari
pihak kepala sekolah dan atasannya. Guru diharapkan agar mematuhi berbagai
tuntutan dan berusaha melayani permintaan berbagai pihak yang mungkin saling
bertentangan sehingga dapat menimbulkan ketegangan pada guru.
4.
Status Profesional. Tanpa melalui pendidikan keguruan, seseorang dapat
mengajar. Berbeda dengan profesi lainnya seperti kedokteran atau hukum.
Diadakannya akta IV dapat dipandang sebagai pengakuan atas perlunya pendidikan
khusus keguruan agar dapat mengajar dengan tanggung jawab. Namun sampai saat
ini, yang menjadi ketegangan guru, apakah pekerjaan guru dapat diakui sebagai
profesi.
5.
Tanggung jawab (pekerjaan) guru di dalam kelas. Di dalam kelas guru diuji
kemampuannya, kesanggupannya untuk mengatur proses belajar mengajar, gangguan
disiplin, kenakalan, kemalasan, ketidak mampuan anak dalam belajar dapat
menjadi sumber ketegangan dan frustasi bagi guru.
Dirasakan ada dan tidaknya
ketegangan, bergantung kepada kepuasan yang dicari seorang guru dalam
profesinya. Keberhasilan guru dalam membantu anak dalam pelajarnnya akan
memberi kepuasan bagi guru yang menjunjung tinggi profesi kegurannya dan kurang
menghiraukan penghargaan finansial yang diperolehnya.[11]
F. Gangguan Fisik dan Mental Guru
Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit
yang berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan
intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang
memadai, akhirnya yang terjadi system immune ( kekebalan ) menurun dan ia
menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit di
atas.
Disamping factor kesehatan fisik yang terganggu, para
guru juga mengalami banyak gangguan mentalnya. Ada kemungkinan, menurut
pendapat sejumlah peneliti, bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal
dan frustasi dalam hubungan seks yang normal turut menambah gangguan mental
guru-guru wanita yang tidak kawin. Guru pria dianggap mempunyai mental yang
lebih stabil bila mereka mempunyai keluarga yang normal.
Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya
guru yang mengalami gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan
perawatan psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah
gangguan mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan
profesi lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada
calon guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan
mental itu timbul sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak
diketahui hingga manakah gangguan mental itu merugikan murid dan proses belajar
mengajar.[12]
KESIMPULAN
Guru adalah pendidik
dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, dengan tugas utamanya
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik. Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan
tempramen seseorang, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan,
atau ucapan ketika menghadapi suatu pesroalan.
Ciri-ciri stereotip
guru, yaitu:
1. Guru
tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel
2. Guru
pandai menahan diri
3. Guru
cenderung untuk menjauhkan diri untuk bergaul dengan orang lain
4. Guru
berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan kelakuannya pada norma-norma
yang berkenaan dengan kedudukannya.
5. Guru
cenderung bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi
6. Guru
pada umumnya tidak di dorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru
7. Guru
menunjukan kesediaan untuk berbakti dan berjasa
8. Guru
pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
S.
Nasution, Prof.Dr, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2009, cetakan
keempat.
Gunawan,
Hary. 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai
Problem Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Djamaah,
Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interksi Edukatif.
Jakarta : Rineka Cipta
Robinson, Philp. 2002. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press
http://www.nurulfikri.sch.id/indx.php/isi-situasi/kolom/gur/247.peran-guru-dalam-proses-pendidikan.html. 6 mei 2017, jam 22.32
Gunawan, Ary. 2006.Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
[1]S. Nasution, Prof.Dr, Sosiologi Pendidikan, Jakarta :
Bumi Aksara, 2009, cetakan keempat, HAL. 53
[3]Ibid., hal. 59
[4]Gunawan, Hary. 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu
Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, hal. 78
[6]Djamaah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik
dalam Interksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta, hal. 45
[7]Ibid., hal. 46
[9] Ibid., hal. 57
[12]Gunawan,
Ary. 2006.Sosiologi Pendidikan
Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai
Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, hal 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar