PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. AHMAD DAHLAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DisusunOleh : Kelompok 14
Alfadilatu Ahmad 2014.1839
Dosen Pembimbing
:
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT
2016
M/1438
H
K.H. Ahmad
Dahlan merupakan tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila
mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk
menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Ahmad Dahlan mestinya lebih
banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Dengan usaha
beliau dibidang pendidikan, Dia dapat dikatakan sebagai suatu "model"
dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari
suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi
golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan paham
agama Islam.
Sistem
pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan antara pendidikan
Qalbiyah dan Aqliyah, sehingga mampu menghasilkan manusia Muslim yang pintar
secara Intelektual dan terpuji secara moral.
K.H. Ahmad
Dahlan adalah seorang pahlawan nasional yang banyak memberikan konstribusi pada
dunia pendidikan Islam di Indonesia ini. Ia seorang da’i sekaligus
organisatoris Islam yang mampu mewujudkan suatu sistem lembaga Islam yang
terpadu yang hasilnya kini dikembangkan terus oleh para generasinya. Agar
pembahasan makalah ini tidak melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan ?
2.
Bagaimana
Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan?
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang
tokoh pembaru dalam pergerakan Islam Indonesia, antara lain, karena ia
mengambil peran dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan
pendekatan-pendekatan yang lebih modern. Ia berkepentingan dengan pengembangan
pendidikan Islam masyarakat yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Al
–Qur’an dan Hadits.[1]
Kyai Haji Ahmad
Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari
keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu[2]
dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri
dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu. Dalam sumber lain K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.[3]
Diwaktu kecil
K.H. Ahmad Dahlan bernama Muhammad Darwis, nama Ahmad Dahlan adalah pergantian
setelah berangkat untuk menunaikan ibadah haji di Makkah. Sebelum mendirikan
Persyarikatan Muhammadiyah, beliau bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang
merupakan organisasi kepemudaan pertama di Indonesia.
Pada umur 15
tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua
tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru
dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah
di kampung Kauman, Yogyakarta.
Pada usia yang
masih muda, ia membuat heboh dengan membuat tanda shaf dalam masjid Agung
dengan memakai kapur, tanda shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang
benar dalam masjid. Berdasarkan hasil penelitian yang sedehana Ahmad Dahlan
berksimpulan bahwa kiblat di masjid Agung itu kurang benar dan oleh karna itu
harus dibetulkan. Penghulu kepala yang bertugas menjaga masjid Agung dengan
cepat menyuruh orang membersihkan lantai masjid dan tanda shaf ditulis dengn
benar. Atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, Ahmad Dahlan dikrim ke Mekkah
untuk mempelajari masalah kiblat tersebut secara mendalam. Sekembalinya dari
Mekkah Ahmad Dahlan diangkat sebagai khatib menggantikan ayahnya dan mendapat
gelar “Mas”.
Sepulang dari
Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu
Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan
Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH.
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan
pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi
Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera
dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.
Dengan maksud
mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo-organisasi yang
melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan
pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang
diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para
anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri
yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional
yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal duni. Saran itu kemudian
ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi
nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini
bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah
beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi KH. Dahlan,
Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan
panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan
kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya
pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna
yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan
sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya,
keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa
mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang
mati. Ahmad Dahlan adalah seorang yang lebih bersifat pragmatikus yang sering
menekankan semboyan kepada murid-muridnya, sedikit bicara, banyak bekerja.
Beliau juga adalah seorang murid ulama Syafi’iyah, Syaikh Ahmad Khatib yang
terkenal di Mekkah.
Di bidang
pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman
itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya
lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka
Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran
pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah
seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama
pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun
sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan
sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah
pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran
pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa
semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang
berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan
tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran
ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Pada tanggal 01
Desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar dalam lingkungan
keraton Yogya. Di sekolah ini pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru
pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen dan merupakan sekolah Islam
swasta pertama yang mendapatkan subsidi pemerintah.
KH. Dahlan
menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di
bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa);
dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan
Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di
bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan
racun binatang.
Dengan
kedalaman ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan
pembaharuan Islam, K.H. Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan
pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. K.H.
Ahmad Dahlan melakukan tabliah dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para
muridnya pada tanggal 18 November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi
Muhammadiyah. Disamping aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai
politik. Seperti Budi Utomo dan Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan
utnuk beramal demi kemajuan umat Islam dan bangsa.
Pada usia 66
tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di
Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas
jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau
gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan
tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember
1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
Pendidikan
dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan
kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang
dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama
besar waktu itu. Dianataranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin
(ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat
Sattokh (ilmu hadis), syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at al-Qur’an).[4]
B.
Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
K. H. Ahmad
Dahlan merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam Islam sekaligus sebagai
pendiri persyarikatan Muhammadiyah. K. H. Ahmad Dahlan mulai melakukan ide
pembaharuan sekembalinya dari haji pertama yaitu pada tahun 1888, melihat
keadaan masyarakat Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan disebabkan
oleh keterbelakangan pengetahuan akibat tekanan penjajahan pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda menginginkan rakyat pribumi sebagai buruh kasar dengan upah
rendah sehinga tidak lagi
memikirkan
pendidikan. Adanya perbedaan dalam pendidikan menyebabkan berkembangnya
dualisme pendidikan yakni sistem pendidikan kolonial Belanda dan sistem
pendidikan Islam tradisional yang berpusatkan di pondok pesantren. Melihat
perbedaan pendidikan yang terjadi pada saat itu maka timbulah ide dari K. H.
Ahmad Dahlan untuk melakukan pembaharuan. Dalam melakukan pembaruan K. H. Ahmad
Dahlan tidak hanya mendirikan sekolah, tetapi ikut membantu mengajar ilmu
keagamaan di sekolah lain seperti di Kweekschool Gubernamen Jetis. K. H. Ahmad
Dahlan juga melakukan pembaharuan lain seperti mendirikan masjid, menerbitkan
surat kabar yang memuat tentang ilmu- ilmu agama islam.
K.H. Ahmad
Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Sayyid Ahmad Khan (Tokoh Pembaru
Islam di India) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian. Ahmad Khan sangat
bangga dengan pendidikan para pendahulunya dan mengakui bahwa pendidikan yang
demikian telah menghasilkan orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Akan tetapi
Ahmad Khan juga mengakui bahwa meniru metode pendidikan para pendahulunya tidak
akan membuahkan hasil yang diinginkan. Metode-metode baru yang sesuai dengan
zaman harus digali. Ahmad Khan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting
dalam pembentukan kepribadian. Sayyid Ahmad Khan tidak menganjurkan adanya
masyarakat yang sekuler atau pluralis, meskipun ia mencoba mendorong kaum
muslimin untuk berhubungan dengan orang-orang Barat, untuk makan bersama
mereka, untuk menghormati agama mereka, untuk mempelajari ilmu-ilmu mereka, dan
lain-lainnya. K.H. Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian
sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak
seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka
yang memiliki kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian yang baik
adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Karena Nabi
merupakan contoh pengamalan Al-Qur'an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan
kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi
saw. K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian Ia dibantu oleh kawan-kawannya
di Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisyam, Haji
Syarwani dan Haji Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Oetomo yang paling keras
mendukung segera didirikan sekolah agama yang bersifat modern adalah Mas
Rasyidi siswa Kweekchool di Yogyakarta, dan R. Sosrosugondo seorang guru di
sekolah tersebut. Sekitar sebelas tahun kemudian setelah organisasi
Muhammadiyah didirikan K.H.Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23
Pebruari 1923.
Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Merasa prihatin
terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-baurkan
adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah
yang menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan
pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor
lain diantaranya, yaitu pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur
Tengah.Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari
keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang
tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi
ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan
bangsa Indonesia. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk
menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran
yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912
telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan
yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak
dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: " Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel
anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah"( Jadilah manusia yang maju,
jangan pernah lelah dalam bekerja untukMuhammadiyah).
Untuk
mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjadi tiga jenis,yaitu:
1.
Pendidikan
moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang
baik, berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Sunnah
2.
Pendidikan
Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh,
yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran
serta antara dunia dan akhirat
3.
Pendidikan
kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kese"iya"an dan
keinginan hidup masyarakat.
Tanpa
mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran
Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan
pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan
dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional.
Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan,
melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana.Arus dinamika
pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan
kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam
menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang
serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat
strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis
dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya
yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad
Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan
inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih
proporsional.[5]
Kebangkitan
pemikiran dalam dunia Islam baru muncul abad 19 yang dipelopori oleh Sayyid
Jamalludin al-Afghani di Asia Afrika, Muhammad Abduh di mesir. Bias kedua tokoh
ini di bawa oleh pelajar Indonesia yang belajar di Timur Tengah seperti
diantaranya K.H. Ahmad Dahlan. Berbekal ilmu agama yang ia kuasai dan ide-ide
pembaru dari Timur Tengah, K.H. Ahmad Dahlan mencoba menerapkannya di bumi
Nusantara.
Cita-cita K.H.
Ahmad Dahlan sebagai ulama cukup tegas, ia ingin memperbaiki masyarakat
Indonesia berlandaskan cita-cita Islam. Usaha-usahanya lebih ditujukan untuk
hidup beragama. Keyakinannya bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah
terlebih dahulu di bangun semangat bangsa.
Dengan keuletan
yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan gerakannya yang tidak pernah
luput dari amal, kelenturan dan kebijaksaan dalam membawa misinya, telah mampu
menempatkan posisi “aman”, baik pada zaman penjajahan maupun pada masa
kemerdekaan. Jejak langkah K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menitik-beratkan pada
pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Arus dinamika
pembahruan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan
kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam
menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang
serius. Hal ini disebabkan, karean pendidikan merupakan media yang sangat
strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis
dan memiliki daya analisa yang tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya
yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan
dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi
pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
Konsep
pemikiran tentang sistem pendidikan
1)
Pendidikan
bertujuan untuk membentuk manusia yang:
2)
Baik
budi, yaitu alim dalam agama;
3)
Luas
pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum;
4)
Bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Komponen-komponen
pendidikan yang harus ada adalah:
a)
Guru
pengajar agama dan pelajaran umum;
b)
Murid;
c)
Kurikulum
yang berbasis Islam;
d)
Metode
pendidikan islam modern;
e)
Media
belajar yaitu Kitab-kitab klasik dan modern berbahasa Arab;
f)
Sarana
yaitu menggunakan meja dan kursi.
Kurikulum pendidikan
Islam
Memberi Muatan
Pengajaran Islam pada Sekolah sekolah Umum Modern Belanda. Yaitu memberikan
pengajaran mata pelajaran wajib yaitu; Akidah, Alquran, Tarikh, Akhlak. Ilmu
bahasa dan ilmu pasti sebagai pengimbang mata pelajaran wajib
Metode yang
ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan
tradisional. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda
dalam Madrasah-madrasah Pendidikan Agama. Yaitu, mengambil beberapa komponen
pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan Belanda. Dari ide ini, K.H.
Ahmad Dahlan dengan dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat
itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional.
Ahmad Dahlan
membuat pembaharuan dalam kelembagaan pendidikan yang semula pesantren menjadi
sistem sekolah. Dahlan menciptakan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai
lembaga yang mengajarkan pendidikan agama secara wajib. Dengan Muhammadiyah
Dahlan berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam dari tingkat
dasar hingga perguruan tinggi, dan dari sekolah agama hingga sekolah umum.[6]
Kehadiran
penjajah Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada dalam
masyarakat Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen
kehidupan perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam
mulai menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Dalam segi kegiatan
keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta
konservatisme yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi
masyarakat Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi
yang membuat umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya.
Memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan
kolonial Belanda, terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat
prihatin. Umat Islam saat itu berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan
kemiskinan. Selain itu, sistem pendidikan yang ada sangat lemah sehingga tidak
mampu menandingi misi kaum Zindiq maupun Kristen.
Melihat
kenyataan diatas, beliau sebagai seorang muallim merasa terpanggil untuk
mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai suatu sistem yang
benar dan bebas dari unsur-unsur bid’ah, berusaha membangun kembali agama Islam
yang didasarkan pada sendi-sendi ajaran yang benar, yakni sejalan dengan
Al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu K.H. Ahmad dahlan memfokuskan dirinya
untuk memperbaiki tatanan masyarakat dengan meningkatkan taraf pendidikan
khususnya di Indonesia.
Pelaksanaan
pendidikan menurut Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh.
Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis
bagi Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun Horizontal (makhluk). Dalam
pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu
sebagai abd’ Allah dan khalifah fi al-ardh.
Dalam proses
kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al’aql. Untuk itu,
pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh
untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada
Khaliqnya. Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik
yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan
metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun
horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya.[7]
Pendidikan
menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama
dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka
konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut K.H.
Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia
muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang
saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk
menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya,
pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya
tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat
ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang
sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan
kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan
hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan
mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
Menurut Dahlan,
materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis,
berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi;
Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah,
pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara
agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan
kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika
kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).
3. Metode Mengajar
Di dalam
menyampaikan pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan
yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya
dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi
dan kondisi.
Cara
belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogan, madrasah
Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. Bahan
pelajaran di pesantren mengambil dari kitab-kitab agama saja. Sedangkan di
madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil dari kitab agama dan
buku-buku umum. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter
karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan
madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan antara guru-murid yang
akrab.[8]
KESIMPULAN
Kyai Haji Ahmad
Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum
mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian
berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan
pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan
Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam,
memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong,
mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar
menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan
kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di
kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan
lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem
klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum
kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap
mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan
kemasyarakatan.
Dari pembahasan
di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah
merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di
Indonesia ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Kurniawan, Syamsul - Mahrus, Erwin. 2011. Jejak Pemikiran
Tokoh Pendidikan Weinata Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media)
Salam, Junus 2009. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah,
Tangerang: Al-Wasat Publising House
Soedja, Muhammad, 1993. Cerita tentang kyiai haji
Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta
Ramayulis- Nizar, Syamsul. 2010. Ensiklopedi Tokoh
pendidikan Islam, Jakarta: Quantum teaching
[1] Syamsul Kurniawan-Erwin Mahrus,
jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media), hal.193
[2] Junus salam, Gerakan Pembaharuan
Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009), hal.56.
[3] Muhammad Soedja, Cerita
tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, ( Jakarta: Rhineka Cipta, 1993), hal 202.
[7] Ramayulis-Syamsul Nizar,
Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam, (Jakarta:Quantum teaching,2010).hal 195.
[8] Ramayulis-Syamsul Nizar,
Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam,(Jakarta:Quantum teaching,2010).hal 199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar