Rabu, 13 Desember 2017

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. AHMAD DAHLAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                                                                                                             
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQoMTmwM3wxUqmL1KM9qstm9xiA1CaukEC5ivglRbmNJtCHdvpD


DisusunOleh : Kelompok 14
Alfadilatu Ahmad     2014.1839
                                               


Dosen Pembimbing :
Syafrul Nalus,  MA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT

2016 M/1438 H

PENDAHULUAN
K.H. Ahmad Dahlan merupakan tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Ahmad Dahlan mestinya lebih banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Dengan usaha beliau dibidang pendidikan, Dia dapat dikatakan sebagai suatu "model" dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan "titik pusat" dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan paham agama Islam.
Sistem pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan antara pendidikan Qalbiyah dan Aqliyah, sehingga mampu menghasilkan manusia Muslim yang pintar secara Intelektual dan terpuji secara moral.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang pahlawan nasional yang banyak memberikan konstribusi pada dunia pendidikan Islam di Indonesia ini. Ia seorang da’i sekaligus organisatoris Islam yang mampu mewujudkan suatu sistem lembaga Islam yang terpadu yang hasilnya kini dikembangkan terus oleh para generasinya. Agar pembahasan makalah ini tidak melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan ?
2.      Bagaimana Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan?

PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
 K.H. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh pembaru dalam pergerakan Islam Indonesia, antara lain, karena ia mengambil peran dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang lebih modern. Ia berkepentingan dengan pengembangan pendidikan Islam masyarakat yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Al –Qur’an dan Hadits.[1]
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu[2]
 dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Dalam sumber lain K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.[3]
Diwaktu kecil K.H. Ahmad Dahlan bernama Muhammad Darwis, nama Ahmad Dahlan adalah pergantian setelah berangkat untuk menunaikan ibadah haji di Makkah. Sebelum mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, beliau bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang merupakan organisasi kepemudaan pertama di Indonesia.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Pada usia yang masih muda, ia membuat heboh dengan membuat  tanda shaf dalam masjid Agung dengan memakai kapur, tanda shaf itu bertujuan untuk memberi arah kiblat yang benar dalam masjid. Berdasarkan hasil penelitian yang sedehana Ahmad Dahlan berksimpulan bahwa kiblat di masjid Agung itu kurang benar dan oleh karna itu harus dibetulkan. Penghulu kepala yang bertugas menjaga masjid Agung dengan cepat menyuruh orang membersihkan lantai masjid dan tanda shaf ditulis dengn benar. Atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, Ahmad Dahlan dikrim ke Mekkah untuk mempelajari masalah kiblat tersebut secara mendalam. Sekembalinya dari Mekkah Ahmad Dahlan diangkat sebagai khatib menggantikan ayahnya dan mendapat gelar “Mas”.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo-organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal duni. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi KH. Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Ahmad Dahlan adalah seorang yang lebih bersifat pragmatikus yang sering menekankan semboyan kepada murid-muridnya, sedikit bicara, banyak bekerja. Beliau juga adalah seorang murid ulama Syafi’iyah, Syaikh Ahmad Khatib yang terkenal di Mekkah.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Pada tanggal 01 Desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah Sekolah Dasar dalam lingkungan keraton Yogya. Di sekolah ini pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen dan merupakan sekolah Islam swasta pertama yang mendapatkan subsidi pemerintah.
KH. Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.
Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan Islam, K.H. Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. K.H. Ahmad Dahlan melakukan tabliah dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal 18 November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Disamping aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti Budi Utomo dan Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk beramal demi kemajuan umat Islam dan bangsa.
Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Dianataranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at al-Qur’an).[4]
B.     Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
K. H. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam Islam sekaligus sebagai pendiri persyarikatan Muhammadiyah. K. H. Ahmad Dahlan mulai melakukan ide pembaharuan sekembalinya dari haji pertama yaitu pada tahun 1888, melihat keadaan masyarakat Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan disebabkan oleh keterbelakangan pengetahuan akibat tekanan penjajahan pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda menginginkan rakyat pribumi sebagai buruh kasar dengan upah rendah sehinga tidak lagi
memikirkan pendidikan. Adanya perbedaan dalam pendidikan menyebabkan berkembangnya dualisme pendidikan yakni sistem pendidikan kolonial Belanda dan sistem pendidikan Islam tradisional yang berpusatkan di pondok pesantren. Melihat perbedaan pendidikan yang terjadi pada saat itu maka timbulah ide dari K. H. Ahmad Dahlan untuk melakukan pembaharuan. Dalam melakukan pembaruan K. H. Ahmad Dahlan tidak hanya mendirikan sekolah, tetapi ikut membantu mengajar ilmu keagamaan di sekolah lain seperti di Kweekschool Gubernamen Jetis. K. H. Ahmad Dahlan juga melakukan pembaharuan lain seperti mendirikan masjid, menerbitkan surat kabar yang memuat tentang ilmu- ilmu agama islam.
K.H. Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Sayyid Ahmad Khan (Tokoh Pembaru Islam di India) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian. Ahmad Khan sangat bangga dengan pendidikan para pendahulunya dan mengakui bahwa pendidikan yang demikian telah menghasilkan orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Akan tetapi Ahmad Khan juga mengakui bahwa meniru metode pendidikan para pendahulunya tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan. Metode-metode baru yang sesuai dengan zaman harus digali. Ahmad Khan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Sayyid Ahmad Khan tidak menganjurkan adanya masyarakat yang sekuler atau pluralis, meskipun ia mencoba mendorong kaum muslimin untuk berhubungan dengan orang-orang Barat, untuk makan bersama mereka, untuk menghormati agama mereka, untuk mempelajari ilmu-ilmu mereka, dan lain-lainnya. K.H. Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka yang memiliki kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian yang baik adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Karena Nabi merupakan contoh pengamalan Al-Qur'an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi saw. K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian Ia dibantu oleh kawan-kawannya di Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisyam, Haji Syarwani dan Haji Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Oetomo yang paling keras mendukung segera didirikan sekolah agama yang bersifat modern adalah Mas Rasyidi siswa Kweekchool di Yogyakarta, dan R. Sosrosugondo seorang guru di sekolah tersebut. Sekitar sebelas tahun kemudian setelah organisasi Muhammadiyah didirikan K.H.Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23 Pebruari 1923.
                        Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Merasa prihatin terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-baurkan adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah yang menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor lain diantaranya, yaitu pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur Tengah.Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: " Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah"( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untukMuhammadiyah).
Untuk mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjadi tiga jenis,yaitu:
1.      Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang baik, berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Sunnah
2.      Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran serta antara dunia dan akhirat
3.      Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kese"iya"an dan keinginan hidup masyarakat.
Tanpa mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana.Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.[5]
Kebangkitan pemikiran dalam dunia Islam baru muncul abad 19 yang dipelopori oleh Sayyid Jamalludin al-Afghani di Asia Afrika, Muhammad Abduh di mesir. Bias kedua tokoh ini di bawa oleh pelajar Indonesia yang belajar di Timur Tengah seperti diantaranya K.H. Ahmad Dahlan. Berbekal ilmu agama yang ia kuasai dan ide-ide pembaru dari Timur Tengah, K.H. Ahmad Dahlan mencoba menerapkannya di bumi Nusantara.
Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebagai ulama cukup tegas, ia ingin memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita Islam. Usaha-usahanya lebih ditujukan untuk hidup beragama. Keyakinannya bahwa untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu di bangun semangat bangsa.
Dengan keuletan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan gerakannya yang tidak pernah luput dari amal, kelenturan dan kebijaksaan dalam membawa misinya, telah mampu menempatkan posisi “aman”, baik pada zaman penjajahan maupun pada masa kemerdekaan. Jejak langkah K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menitik-beratkan pada pemberantasan dan melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Arus dinamika pembahruan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karean pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
Konsep pemikiran tentang sistem pendidikan
1)      Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang:
2)      Baik budi, yaitu alim dalam agama;
3)      Luas pandangan, yaitu alim dalam ilmu-ilmu umum;
4)      Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Komponen-komponen pendidikan yang harus ada adalah:
a)      Guru pengajar agama dan pelajaran umum;
b)      Murid;
c)      Kurikulum yang berbasis Islam;
d)     Metode pendidikan islam modern;
e)      Media belajar yaitu Kitab-kitab klasik dan modern berbahasa Arab;
f)       Sarana  yaitu menggunakan meja dan kursi.
Kurikulum pendidikan Islam
Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah sekolah Umum Modern Belanda. Yaitu memberikan pengajaran mata pelajaran wajib yaitu; Akidah, Alquran, Tarikh, Akhlak. Ilmu bahasa dan ilmu pasti sebagai pengimbang mata pelajaran wajib
Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-madrasah Pendidikan Agama. Yaitu, mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional.
Ahmad Dahlan membuat pembaharuan dalam kelembagaan pendidikan yang semula pesantren menjadi sistem sekolah. Dahlan menciptakan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama secara wajib. Dengan Muhammadiyah Dahlan berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dan dari sekolah agama hingga sekolah umum.[6]
Kehadiran penjajah Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen kehidupan perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam mulai menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Dalam segi kegiatan keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta konservatisme yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi yang membuat umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya. Memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan kolonial Belanda, terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat prihatin. Umat Islam saat itu berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Selain itu, sistem pendidikan yang ada sangat lemah sehingga tidak mampu menandingi misi kaum Zindiq maupun Kristen.
Melihat kenyataan diatas, beliau sebagai seorang muallim merasa terpanggil untuk mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai suatu sistem yang benar dan bebas dari unsur-unsur bid’ah, berusaha membangun kembali agama Islam yang didasarkan pada sendi-sendi ajaran yang benar, yakni sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu K.H. Ahmad dahlan memfokuskan dirinya untuk memperbaiki tatanan masyarakat dengan meningkatkan taraf pendidikan khususnya di Indonesia.
Pelaksanaan pendidikan menurut Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis bagi Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun Horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai abd’ Allah dan khalifah fi al-ardh.
Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al’aql. Untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya. Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya.[7]
Pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1.    Tujuan Pendidikan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2.     Materi pendidikan
Menurut Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi; Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).
3.   Metode Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. Bahan pelajaran di pesantren mengambil dari kitab-kitab agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil dari kitab agama dan buku-buku umum. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan antara guru-murid yang akrab.[8]


KESIMPULAN
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan.
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Kurniawan, Syamsul - Mahrus, Erwin. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Weinata Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media)
Salam, Junus 2009. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Tangerang: Al-Wasat Publising House
Soedja, Muhammad, 1993. Cerita  tentang kyiai haji Ahmad Dahlan,  Jakarta: Rhineka Cipta
Ramayulis- Nizar, Syamsul. 2010. Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam, Jakarta: Quantum teaching






[1] Syamsul Kurniawan-Erwin Mahrus, jejak pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media), hal.193
[2] Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009), hal.56.
[3] Muhammad Soedja, Cerita  tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, ( Jakarta: Rhineka Cipta, 1993), hal 202.
[7] Ramayulis-Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam, (Jakarta:Quantum teaching,2010).hal 195.
[8] Ramayulis-Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam,(Jakarta:Quantum teaching,2010).hal 199.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar