Rasulullah SAW Sebagai Pendidik
A.
Pendahuluan
Islam
memberikan perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Posisi dan peranan
guru mendapat kedudukan istimewa dalam kaca mata seorang muslim. Menurut sebuah
Hadis Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa setiap muslim hendaknya menjadi
pendidik atau menjadi orang yang di didik. Beliau sendiri adalah seorang
pendidik. Oleh karena itulah berbicara tentang tugas, fungsi dan peranan guru
menurut ajaran Isam tidak dapat dipisahkan dari posisi dan peranan beliau
sebagai pendidik teladan.
Sebagai
pendidik beliau telah berhasil membina masyarakat yang paling biadab menjadi
masyarakat yang paling beradab, dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat
terdidik. Kunci keberhasilan pendidikan yang beliau lakukan adalah konsep
ajaran yang beliau sampaikan adalah ajaran yang benar dan tetap.
Adapun topik pembahasan pada makalah kami yaitu:
a)
Misi
Kerasulan adalah Memperbaiki Akhlak Manusia
b)
Rasulullah
SAW Menyebutkan Beliau Sebagai Pendidik
Rasulullah SAW Sebagai Pendidik
A.
Pendahuluan
Islam
memberikan perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Posisi dan peranan
guru mendapat kedudukan istimewa dalam kaca mata seorang muslim. Menurut sebuah
Hadis Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa setiap muslim hendaknya menjadi
pendidik atau menjadi orang yang di didik. Beliau sendiri adalah seorang
pendidik. Oleh karena itulah berbicara tentang tugas, fungsi dan peranan guru
menurut ajaran Isam tidak dapat dipisahkan dari posisi dan peranan beliau
sebagai pendidik teladan.
Sebagai
pendidik beliau telah berhasil membina masyarakat yang paling biadab menjadi
masyarakat yang paling beradab, dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat terdidik.
Kunci keberhasilan pendidikan yang beliau lakukan adalah konsep ajaran yang
beliau sampaikan adalah ajaran yang benar dan tetap.
Adapun topik pembahasan pada makalah kami yaitu:
a)
Misi
Kerasulan adalah Memperbaiki Akhlak Manusia
b)
Rasulullah
SAW Menyebutkan Beliau Sebagai Pendidik
PEMBAHASAN
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan
Islam adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta
didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik
potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam.
Dalam konteks pendidikan islam pendidik disebut dengan murabbi,
muallim, muaddib. Istilah murabbi sering dijumpai dalam kalimat yang
orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan. Baik yang bersifat jasmani
atau rohani. Pemeliharaan seperti ini
terlihat dalam proses orang tua dalam membesarkan anak nya, mereka tetntunya
berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anak nya tumbuh dengan fisik
sehat dan berakhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah muallim, pada umumnya dipakai dalam
membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu
pengetahuan dari orang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah
muaddib menurut Al Attas, lebih luas dari mualim dan lebih relevan dengan
konsep pendidikan islam.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan
sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah
fi al-ardh maupun ‘abd) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena
itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang
bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan
anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal
dunia.[1]
A.
Misi Kerasulan adalah Memperbaiki Akhlak Manusia
عَنْ أَبِي
صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ (رواه أحمد)
“Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata;Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang baik.” (H.R. Ahmad).
Hadits ini
menunjukkan bahwa tugas dan misi kerasulan adalah menyempurnakan akhlak.
Artinya akhlak memang menjadi risalah diutusnya Nabi Muhammad saw, selaku
khotamul anbiya’ wal mursalin penutup para nabi dan rasul. Menyempurnakan
akhlak, tentu saja merupakan tugas berat. Tetapi sebagaimana terlihat dalam
sejarah Islam, Nabi saw ternyata bisa sukses, yakni dengan disempurnakannya
agama ini. Keberhasilan tugas ini, jelas karena diri pribadi Nabi memang
terdapat akhlak yang luhur dan karenanya dalam berdakwah beliau selalu
menjunjung tinggi akhlak yang mulia.
Akhlak adalah
sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di
artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak
berasal dari Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an.
Kebanyakan kata akhlak dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan
semakna akhlak dalam al Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum
dalam surat al Qalam ayat 4
artinya:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang
agung”
Inilah karakter
yang paling menonjol dari kepribadian Nabi Muhammad Saw yaitu akhlak yang tiada
bandingnya. Akhlak Nabi sangat agung dan melebihi semua akhlak seorang manusia
mana pun. Sampai-sampai Allah pun memuji akhlak Nabi.
Dalam pandangan
Islam, akhlak memang merupakan satu-satunya ukuran dan menjadi garis pemisah;
antara mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak baik. Artinya, prilaku
manusia disebut berkualitas, jika prilaku tersebut disertai dengan akhlak yang
baik, sebaliknya jika suatu perbuatan tidak dibarengi dengan akhlak, maka
perbuatan itu merupakan perbuatan yang hina dan tidak berkualitas, baik menurut
manusia lebih-lebih menurut Allah.
Di tengah-tengah masyarakat kita,
istilah akhlak kadang-kadang disebut dengan istilah adab. Maka dari itu orang
yang baik akhlaknya, biasanya disebut orang yang beradab, sebaliknya orang yang
buruk prilakunya, disebut tidak beradab. Selain istilah adab ini, istilah sopan
santun juga sering kita temui. Jika ada sekelompok masyarakat yang dapat hidup
rukun, giat bekerja dengan cara-cara yang baik, masyarakat yang demikian ini
lalu disebut dengan masyarakat yang santun atau yang mempunyai sopan santun
(civil society). Begitu seterusnya.
Secara sederhana bisa kita pahami
bahwa akhlak yang baik setidaknya harus mengandung dua hal; pertama harus baik
tujuannya, dan kedua harus baik prosesnya. Dua hal inilah yang menjadi ukuran
baik/tidaknya akhlak seseorang.
Ajaran Islam adalah sebenarnya
ajaran mengenai akhlak dan Nabi Muhammad yang juga merupakan contoh atau suri tauladan seperti
apa akhlak Islam ini. Firman Allah Q.S Al-Ahzab ayat 21

Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Keluhuran
akhlak inilah sebenarnya sebagai kunci rahasia di balik kesuksesan perjuangan
Nabi sekaligus menjadi dasar dari masyarakat yang beliau bangun. Akhlak Nabi
Muhammad Saw. adalah keistimewaan kepribadiannya yang terbesar. Hal ini
menunjukkan, seakan-akan beliau sendiri membatasi tugas risalahnya dengan
sabdanya, “Aku ini diutus tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” Kenyataannya, kita tidak dapat mengambil gambaran yang utuh tentang
akhlak Nabi kecuali jika kita memahami al-Quran dan Sunnah serta hal-hal yang
berkaitan dengan sejarah hidupnya.
Isteri Nabi,
‘Aisyah, menggambarkan akhlak Nabi dengan perkataannya bahwa akhlak Nabi itu
adalah al-Quran. Artinya, bahwa semua ketentuan yang ada dalam al-Quran
merupakan cerminan dari akhlak Nabi.Di antara akhlak Rasulullah Saw. yang
sangat menonjol adalah kesabaran, kasih sayang, kelembutan, kejujuran,
kemuliaan, kedermawanan, dan kerendahan hati. Semua akhlak tersebut ditempatkan
pada tempatnya atau sesuai dengan situasi dan kondisinya. Allah SWT telah
menanamkan pada diri Nabi-Nya Sikap lembut, ramah, dan sayang terhadap kaum
muslimin Seperti Firman Allah Q.S Ali-Imran ayat 159
Artinya:
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.[2]
Nabi adalah
tolok ukur yang sifat, sikap, serta tindakannya digunakan untuk mengukur akhlak
manusia dan dengan sifat, sikap, dan tindakan itu juga batas-batas setiap
akhlak manusia menjadi jelas sehingga suatu akhlak tidak boleh melampaui akhlak
yang lain. Dengan berbekal akhlak yang agung itulah Nabi Muhammad Saw. diutus
oleh Allah untuk memperbaiki akhlak manusia hingga mencapai kesempurnaan akhlak
yang menjadi bagian dari ketinggian tingkat manusia dibandingkan dengan makhluk
lain.
Dengan akhlak
terpuji dan mulia inilah manusia dapat menjadi makhluk yang mulia dan
bermanfaat bagi manusia khususnya dan umumnya bagi makhluk lainnya. Untuk
membangun manusia yang mulia dan bermanfaat sehingga mencapai kesempurnaan
akhlak, kita harus meneladani akhlak Rasulullah Saw. dalam berbagai sifat,
sikap, dan tindakannya.[3]
B.
Rasulullah SAW Menyebutkan Beliau Sebagai Pendidik
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ بَعْضِ
حُجَرِهِ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ بِحَلْقَتَيْنِ إِحْدَاهُمَا يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ وَالْأُخْرَى يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ مَعَهُمْ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ
مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ (رواه إبن ماجه)
“Dari Abdullah
bin ‘Amru ia berkata; pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke dalam masjid. Lalu beliau
menjumpai dua halaqah salah satunya sedang membaca Al-Qur’an dan berdo’a kepada
Allah, sedang yang lainnya melakukan proses belajar mengajar. Maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Masing-masing berada di atas
kebaikan, mereka membaca Al-Qur’an dan berdo’a kepada Allah, jika Allah
menghendaki maka akan memberinya dan jika tidak menghendakinya maka tidak akan
memberinya dan mereka sedang belajar, sementara diriku diutus sebagai pengajar,
lalu beliau duduk bersama mereka”. (H.R
Ibnu Majah)
Hadis ini
menginformasikan bahwa Nabi SAW. menemukan dua kelompok sahabat dalam masjid,
yaitu yang membaca Alquran dan berdoa dan kelompok yang membahas ilmu
pengetahuan. Beliau menghargai kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, beliau
lebih menyukai kelompok yang membahas ilmu dan bergabung dengan mereka sambil
mempertegas peranannya "sebagai guru".
Muhammad SAW,
selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu
mengisyaratkan bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya
dalam berbagai hal kehidupannya[4]
Pendidik dalam pendidikan islam ada beberapa macam:
a)
Allah
SWT
Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman nya yang diturunkannya
kepada Nabi Muhammad SAW.
b)
Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mangidentifikasikan dirinya sebagai muallim. Nabi
sebagai penerima wahyu al-quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk
kepada seluruh umat islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada
manusia ajaran-ajaran tersebut. Firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah ayat 151

Artinya:
“Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui”.
c)
Orang
Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua, hal ini
disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di
tengah-tengah orang tua dari mereka lah anak mulai menganal pendidikan nya.
Sama dengan teori barat, pendidik dalam islam adalah siapa saja
ynag bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam orang yang
paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua. (ayah dan ibu).
Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama,
karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anak nya,
dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anak nya. Kedua,
karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap
kemajuan perkembangan anak nya. Tanggung jawab pertama dan utama terletak pada
orang tua.
Pada zaman yang telah maju ini semakin banyak tugas orang tua
sebagai pendidik yang diserahkan kapada sekolah itu lebih murah, lebih efisien
dan lebih efektif. Walaupun demikian secara teoritis sekolah dan rumah tangga
seharusnya tetap menyadari betapa pentingnya pendidikan tersebut. Kesadaran itu
akan mengingatkan orang tua dan sekolah tentang perlu nya menjalin kerja sama
sebaik-baiknya, kerja sam itu di mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pendidikan.[5]
Secara garis besar pendidikan terhadap anak itu menurut pendapat
Dr. Abdullah Nasikh Ulwan dalam bukunya ‘Al-Tarbiyyah Al Aud Fi Al Islam” meliputi:
1)
Menanamkan
tauhid dan aqidah
2)
Mengajarkan
Al-Qur’an dan Hadis
3)
Melatih
mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lainnya
4)
Memisahkan
tempat tidur dan menutup aurat
5)
Menanamkan
rasa cinta terhadap anak
6)
Berlaku
adil terhadap anak
7)
Memberi
teladan terhadap anak
8)
Dan
mendidik anak agar peduli terhadap lingkungan dan sosial[6]
d)
Guru
Guru
merupakan pendidik di persekolahan.
Tugas
seorang guru yang pertama dan terpenting adalah pengajar (murabbiy, mu’allim).
Firman Allah Q.S. Ar-Rahman ayat 2-4
Artinya:
“Yang
telah mengajarkan Al-Qur’an; Dia menciptakan manusia; Mengajarnya pandai
berbicara”
Pada ayat ini
Allah yang maha pengasih dan penyayang menyatakan bahwa Dia telah mengajarkan
Al-qur’an kepada Muhammad SAW yang selanjutnya diajarkan kepada umatnya. [7]
Kemudian
selain dari pada tugas mengajar sebagai Guru mesti memiliki Sifat dan
kompetensi dalam dirinya. Zakiah Daradjat menuturkan Budi pekerti yang baik
(akhlakul karimah) sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru (pendidik).
Sebab, semua sifat dan akhlak yang dimiliki seorang guru akan senantiasa ditiru
oleh anak didiknya. Yang dimaksud akhlak baik yang harus dimiliki oleh guru
dalam konteks pendidikan Islam ialah akhlak yang sesuai dengan tuntunan agama
Islam, seperti yang dicontohkan oleh pendidik utama Nabi Muhammad SAW dan para
utusan Allah yang lainnya.[8]
Sungguh
betapa mulianya kedudukan para pendidik (guru) dalam Islam tercermin dari
Firman Allah Q.S
Al-Mujadillah: 11
Artinya:
“Allah
mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu
(beberapa derajat lebih tinggi)
Menurut
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dijelaskan ada empat tugas
pendidik/pengajar, yaitu:
1) Menunjukkan
kasih sayang kepada pelajar/murid dan menganggapnya seperti anak sendiri.
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya aku bagi kamu adalah seperti ayah
terhadap anaknya”
2) Mengikuti
teladan pribadi Rasulullah
3) Tidak
menunda memberi nasehat dan ilmu yang diperlukan oleh para murid/ peserta didik
4) Menasehati
murid serta melarangnya dari akhlak tercela[9]
KESIMPULAN
Pendidik, kata dasarnya “didik” memiliki arti memelihara dan
memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara itu secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
oang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi Kognitif, Afektif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Pendidik/Guru sering disebut mu’alim, mu’addib, murabbi, mursyid,
dan mudarris. Mu’allim berarti guru. (diguru atau ditiru) menjadi tempat
menimba ilmu/ tempat bertanya dan diikuti seluruh tindak tanduknya. Sedangkan
murabbi membawa maksud lebih luas melebihi tahap mu’allim. Lebih dari sekedar
mengajarkan sesuatu ilmu.
Nabi Muhammad SAW selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan
bahwa dirinya adalah sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan
bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai
hal.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul
Majid Khon, 2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group)
Ahmad
Tafsir, 2000, Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosda Karya)
Bhukari
Umar, 2012, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Islam), (Jakarta:
Amzah)
Fadhl
Ilahi, 2010, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i)
Heri
Jauhari Muchtar, 2008, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya)
http://pendidikanagamaislammarzuki.blogspot.co.id/2010.html
http://hadis-hadistentangpendidikanzainalmasri.blogspot.co.id.html
http://muhammadhakimazhari.blogspot.co.id/2013/05/konsep-pendidik-dalam-perspektif-al.html
Zakiah
Daradjat, 1992, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara)
[1] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hal.74-75.
[2]
Fadhl Ilahi, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta:
Pustaka Imam Syafi’i,2010) h. 281
[3]
http://pendidikanagamaislammarzuki.blogspot.co.id/2010.html
[4]
Bhukari Umar, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Islam),
(Jakarta: Amzah, 2012), cet-1 h. 68-69
[5]
http://hadis-hadistentangpendidikanzainalmasri.blogspot.co.id.html
[6]
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2008), h. 88
[7]
http://muhammadhakimazhari.blogspot.co.id/2013/05/konsep-pendidik-dalam-perspektif-al.html
[9]
Op.Cit., Heri Jauhari Muchtar, h. 150-155
KESIMPULAN
Pendidik, kata dasarnya “didik” memiliki arti memelihara dan
memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara itu secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
oang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi Kognitif, Afektif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Pendidik/Guru sering disebut mu’alim, mu’addib, murabbi, mursyid,
dan mudarris. Mu’allim berarti guru. (diguru atau ditiru) menjadi tempat
menimba ilmu/ tempat bertanya dan diikuti seluruh tindak tanduknya. Sedangkan
murabbi membawa maksud lebih luas melebihi tahap mu’allim. Lebih dari sekedar
mengajarkan sesuatu ilmu.
Nabi Muhammad SAW selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan
bahwa dirinya adalah sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan
bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai
hal.
Abdul
Majid Khon, 2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group)
Ahmad
Tafsir, 2000, Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosda Karya)
Bhukari
Umar, 2012, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Islam), (Jakarta:
Amzah)
Fadhl
Ilahi, 2010, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i)
Heri
Jauhari Muchtar, 2008, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya)
http://pendidikanagamaislammarzuki.blogspot.co.id/2010.html
http://hadis-hadistentangpendidikanzainalmasri.blogspot.co.id.html
http://muhammadhakimazhari.blogspot.co.id/2013/05/konsep-pendidik-dalam-perspektif-al.html
Zakiah
Daradjat, 1992, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar