Jumat, 08 Desember 2017

HADIS TARBAWI

Rasulullah SAW Sebagai Pendidik
A.    Pendahuluan
Islam memberikan perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Posisi dan peranan guru mendapat kedudukan istimewa dalam kaca mata seorang muslim. Menurut sebuah Hadis Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa setiap muslim hendaknya menjadi pendidik atau menjadi orang yang di didik. Beliau sendiri adalah seorang pendidik. Oleh karena itulah berbicara tentang tugas, fungsi dan peranan guru menurut ajaran Isam tidak dapat dipisahkan dari posisi dan peranan beliau sebagai pendidik teladan.
Sebagai pendidik beliau telah berhasil membina masyarakat yang paling biadab menjadi masyarakat yang paling beradab, dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat terdidik. Kunci keberhasilan pendidikan yang beliau lakukan adalah konsep ajaran yang beliau sampaikan adalah ajaran yang benar dan tetap.
Adapun topik pembahasan pada makalah kami yaitu:
a)      Misi Kerasulan adalah Memperbaiki Akhlak Manusia
b)      Rasulullah SAW Menyebutkan Beliau Sebagai Pendidik

 Rasulullah SAW Sebagai Pendidik
A.    Pendahuluan
Islam memberikan perhatian khusus terhadap masalah pendidikan. Posisi dan peranan guru mendapat kedudukan istimewa dalam kaca mata seorang muslim. Menurut sebuah Hadis Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa setiap muslim hendaknya menjadi pendidik atau menjadi orang yang di didik. Beliau sendiri adalah seorang pendidik. Oleh karena itulah berbicara tentang tugas, fungsi dan peranan guru menurut ajaran Isam tidak dapat dipisahkan dari posisi dan peranan beliau sebagai pendidik teladan.
Sebagai pendidik beliau telah berhasil membina masyarakat yang paling biadab menjadi masyarakat yang paling beradab, dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat terdidik. Kunci keberhasilan pendidikan yang beliau lakukan adalah konsep ajaran yang beliau sampaikan adalah ajaran yang benar dan tetap.
Adapun topik pembahasan pada makalah kami yaitu:
a)      Misi Kerasulan adalah Memperbaiki Akhlak Manusia
b)      Rasulullah SAW Menyebutkan Beliau Sebagai Pendidik










PEMBAHASAN
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggungjawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam konteks pendidikan islam pendidik disebut dengan murabbi, muallim, muaddib. Istilah murabbi sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan. Baik yang bersifat jasmani atau  rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua dalam membesarkan anak nya, mereka tetntunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anak nya tumbuh dengan fisik sehat dan berakhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah muallim, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari orang yang tahu kepada orang yang tidak tahu. Adapun istilah muaddib menurut Al Attas, lebih luas dari mualim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan islam.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun ‘abd) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.[1]
A.    Misi Kerasulan adalah Memperbaiki Akhlak Manusia
عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ                                                                                       الْأَخْلَاقِ (رواه أحمد)
“Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata;Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (H.R. Ahmad).
Hadits ini menunjukkan bahwa tugas dan misi kerasulan adalah menyempurnakan akhlak. Artinya akhlak memang menjadi risalah diutusnya Nabi Muhammad saw, selaku khotamul anbiya’ wal mursalin penutup para nabi dan rasul. Menyempurnakan akhlak, tentu saja merupakan tugas berat. Tetapi sebagaimana terlihat dalam sejarah Islam, Nabi saw ternyata bisa sukses, yakni dengan disempurnakannya agama ini. Keberhasilan tugas ini, jelas karena diri pribadi Nabi memang terdapat akhlak yang luhur dan karenanya dalam berdakwah beliau selalu menjunjung tinggi akhlak yang mulia.
Akhlak adalah sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan kata akhlak dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al Qalam ayat 4

artinya:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”
Inilah karakter yang paling menonjol dari kepribadian Nabi Muhammad Saw yaitu akhlak yang tiada bandingnya. Akhlak Nabi sangat agung dan melebihi semua akhlak seorang manusia mana pun. Sampai-sampai Allah pun memuji akhlak Nabi.
Dalam pandangan Islam, akhlak memang merupakan satu-satunya ukuran dan menjadi garis pemisah; antara mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak baik. Artinya, prilaku manusia disebut berkualitas, jika prilaku tersebut disertai dengan akhlak yang baik, sebaliknya jika suatu perbuatan tidak dibarengi dengan akhlak, maka perbuatan itu merupakan perbuatan yang hina dan tidak berkualitas, baik menurut manusia lebih-lebih menurut Allah.
Di tengah-tengah masyarakat kita, istilah akhlak kadang-kadang disebut dengan istilah adab. Maka dari itu orang yang baik akhlaknya, biasanya disebut orang yang beradab, sebaliknya orang yang buruk prilakunya, disebut tidak beradab. Selain istilah adab ini, istilah sopan santun juga sering kita temui. Jika ada sekelompok masyarakat yang dapat hidup rukun, giat bekerja dengan cara-cara yang baik, masyarakat yang demikian ini lalu disebut dengan masyarakat yang santun atau yang mempunyai sopan santun (civil society). Begitu seterusnya.
Secara sederhana bisa kita pahami bahwa akhlak yang baik setidaknya harus mengandung dua hal; pertama harus baik tujuannya, dan kedua harus baik prosesnya. Dua hal inilah yang menjadi ukuran baik/tidaknya akhlak seseorang.
Ajaran Islam adalah sebenarnya ajaran mengenai akhlak dan Nabi Muhammad yang juga  merupakan contoh atau suri tauladan seperti apa akhlak Islam ini. Firman Allah Q.S Al-Ahzab ayat 21

Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Keluhuran akhlak inilah sebenarnya sebagai kunci rahasia di balik kesuksesan perjuangan Nabi sekaligus menjadi dasar dari masyarakat yang beliau bangun. Akhlak Nabi Muhammad Saw. adalah keistimewaan kepribadiannya yang terbesar. Hal ini menunjukkan, seakan-akan beliau sendiri membatasi tugas risalahnya dengan sabdanya, “Aku ini diutus tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Kenyataannya, kita tidak dapat mengambil gambaran yang utuh tentang akhlak Nabi kecuali jika kita memahami al-Quran dan Sunnah serta hal-hal yang berkaitan dengan sejarah hidupnya.
Isteri Nabi, ‘Aisyah, menggambarkan akhlak Nabi dengan perkataannya bahwa akhlak Nabi itu adalah al-Quran. Artinya, bahwa semua ketentuan yang ada dalam al-Quran merupakan cerminan dari akhlak Nabi.Di antara akhlak Rasulullah Saw. yang sangat menonjol adalah kesabaran, kasih sayang, kelembutan, kejujuran, kemuliaan, kedermawanan, dan kerendahan hati. Semua akhlak tersebut ditempatkan pada tempatnya atau sesuai dengan situasi dan kondisinya. Allah SWT telah menanamkan pada diri Nabi-Nya Sikap lembut, ramah, dan sayang terhadap kaum muslimin Seperti Firman Allah Q.S Ali-Imran ayat 159
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.[2]
Nabi adalah tolok ukur yang sifat, sikap, serta tindakannya digunakan untuk mengukur akhlak manusia dan dengan sifat, sikap, dan tindakan itu juga batas-batas setiap akhlak manusia menjadi jelas sehingga suatu akhlak tidak boleh melampaui akhlak yang lain. Dengan berbekal akhlak yang agung itulah Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah untuk memperbaiki akhlak manusia hingga mencapai kesempurnaan akhlak yang menjadi bagian dari ketinggian tingkat manusia dibandingkan dengan makhluk lain.
Dengan akhlak terpuji dan mulia inilah manusia dapat menjadi makhluk yang mulia dan bermanfaat bagi manusia khususnya dan umumnya bagi makhluk lainnya. Untuk membangun manusia yang mulia dan bermanfaat sehingga mencapai kesempurnaan akhlak, kita harus meneladani akhlak Rasulullah Saw. dalam berbagai sifat, sikap, dan tindakannya.[3]
B.     Rasulullah SAW Menyebutkan Beliau Sebagai Pendidik
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ بَعْضِ حُجَرِهِ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ بِحَلْقَتَيْنِ إِحْدَاهُمَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ وَالْأُخْرَى يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ         مَعَهُمْ   فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ                                                                                         (رواه إبن ماجه)
“Dari Abdullah bin ‘Amru ia berkata; pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke dalam masjid. Lalu beliau menjumpai dua halaqah salah satunya sedang membaca Al-Qur’an dan berdo’a kepada Allah, sedang yang lainnya melakukan proses belajar mengajar. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Masing-masing berada di atas kebaikan, mereka membaca Al-Qur’an dan berdo’a kepada Allah, jika Allah menghendaki maka akan memberinya dan jika tidak menghendakinya maka tidak akan memberinya dan mereka sedang belajar, sementara diriku diutus sebagai pengajar, lalu beliau duduk bersama mereka”. (H.R Ibnu Majah)
Hadis ini menginformasikan bahwa Nabi SAW. menemukan dua kelompok sahabat dalam masjid, yaitu yang membaca Alquran dan berdoa dan kelompok yang membahas ilmu pengetahuan. Beliau menghargai kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, beliau lebih menyukai kelompok yang membahas ilmu dan bergabung dengan mereka sambil mempertegas peranannya "sebagai guru".
Muhammad SAW, selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah  sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai hal kehidupannya[4]
Pendidik dalam pendidikan islam ada beberapa macam:
a)      Allah SWT
Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman nya yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.

b)       Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mangidentifikasikan dirinya sebagai muallim. Nabi sebagai penerima wahyu al-quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah ayat 151
Artinya:
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.

c)      Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua, hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah orang tua dari mereka lah anak mulai menganal pendidikan nya.
Sama dengan teori barat, pendidik dalam islam adalah siapa saja ynag bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua. (ayah dan ibu).
Tanggung jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama, karena kodrat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anak nya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anak nya. Kedua, karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anak nya. Tanggung jawab pertama dan utama terletak pada orang tua.
Pada zaman yang telah maju ini semakin banyak tugas orang tua sebagai pendidik yang diserahkan kapada sekolah itu lebih murah, lebih efisien dan lebih efektif. Walaupun demikian secara teoritis sekolah dan rumah tangga seharusnya tetap menyadari betapa pentingnya pendidikan tersebut. Kesadaran itu akan mengingatkan orang tua dan sekolah tentang perlu nya menjalin kerja sama sebaik-baiknya, kerja sam itu di mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan.[5]
Secara garis besar pendidikan terhadap anak itu menurut pendapat Dr. Abdullah Nasikh Ulwan dalam bukunya ‘Al-Tarbiyyah Al Aud Fi Al Islam” meliputi:
1)      Menanamkan tauhid dan aqidah
2)      Mengajarkan Al-Qur’an dan Hadis
3)      Melatih mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lainnya
4)      Memisahkan tempat tidur dan menutup aurat
5)      Menanamkan rasa cinta terhadap anak
6)      Berlaku adil terhadap anak
7)      Memberi teladan terhadap anak
8)      Dan mendidik anak agar peduli terhadap lingkungan dan sosial[6]

d)     Guru
Guru merupakan pendidik di persekolahan.
Tugas seorang guru yang pertama dan terpenting adalah pengajar (murabbiy, mu’allim). Firman Allah Q.S. Ar-Rahman ayat 2-4


Artinya:
“Yang telah mengajarkan Al-Qur’an; Dia menciptakan manusia; Mengajarnya pandai berbicara”
Pada ayat ini Allah yang maha pengasih dan penyayang menyatakan bahwa Dia telah mengajarkan Al-qur’an kepada Muhammad SAW yang selanjutnya diajarkan kepada umatnya. [7]
Kemudian selain dari pada tugas mengajar sebagai Guru mesti memiliki Sifat dan kompetensi dalam dirinya. Zakiah Daradjat menuturkan Budi pekerti yang baik (akhlakul karimah) sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Sebab, semua sifat dan akhlak yang dimiliki seorang guru akan senantiasa ditiru oleh anak didiknya. Yang dimaksud akhlak baik yang harus dimiliki oleh guru dalam konteks pendidikan Islam ialah akhlak yang sesuai dengan tuntunan agama Islam, seperti yang dicontohkan oleh pendidik utama Nabi Muhammad SAW dan para utusan Allah yang lainnya.[8]
Sungguh betapa mulianya kedudukan para pendidik (guru) dalam Islam tercermin dari Firman Allah Q.S Al-Mujadillah: 11

Artinya:
“Allah mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu (beberapa derajat lebih tinggi)
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dijelaskan ada empat tugas pendidik/pengajar, yaitu:
1)      Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar/murid dan menganggapnya seperti anak sendiri. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya aku bagi kamu adalah seperti ayah terhadap anaknya”
2)      Mengikuti teladan pribadi Rasulullah
3)      Tidak menunda memberi nasehat dan ilmu yang diperlukan oleh para murid/ peserta didik
4)      Menasehati murid serta melarangnya dari akhlak tercela[9]



KESIMPULAN
Pendidik, kata dasarnya “didik” memiliki arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah oang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi Kognitif, Afektif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Pendidik/Guru sering disebut mu’alim, mu’addib, murabbi, mursyid, dan mudarris. Mu’allim berarti guru. (diguru atau ditiru) menjadi tempat menimba ilmu/ tempat bertanya dan diikuti seluruh tindak tanduknya. Sedangkan murabbi membawa maksud lebih luas melebihi tahap mu’allim. Lebih dari sekedar mengajarkan sesuatu ilmu.
Nabi Muhammad SAW selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai hal.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Majid Khon,  2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
Ahmad Tafsir, 2000, Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya)
Bhukari Umar, 2012, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Islam), (Jakarta: Amzah)
Fadhl Ilahi, 2010, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i)
Heri Jauhari Muchtar, 2008, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya)
http://pendidikanagamaislammarzuki.blogspot.co.id/2010.html
http://hadis-hadistentangpendidikanzainalmasri.blogspot.co.id.html
http://muhammadhakimazhari.blogspot.co.id/2013/05/konsep-pendidik-dalam-perspektif-al.html

Zakiah Daradjat, 1992, Ilmu Pendidikan Islam  (Jakarta: Bumi Aksara)

                                  



[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal.74-75.
[2] Fadhl Ilahi, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i,2010) h. 281
[3] http://pendidikanagamaislammarzuki.blogspot.co.id/2010.html

[4] Bhukari Umar, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Islam), (Jakarta: Amzah, 2012), cet-1 h. 68-69
[5] http://hadis-hadistentangpendidikanzainalmasri.blogspot.co.id.html
[6] Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008), h. 88
[7] http://muhammadhakimazhari.blogspot.co.id/2013/05/konsep-pendidik-dalam-perspektif-al.html
[8] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 44.
[9] Op.Cit., Heri Jauhari Muchtar, h. 150-155

KESIMPULAN

Pendidik, kata dasarnya “didik” memiliki arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara itu secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah oang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi Kognitif, Afektif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Pendidik/Guru sering disebut mu’alim, mu’addib, murabbi, mursyid, dan mudarris. Mu’allim berarti guru. (diguru atau ditiru) menjadi tempat menimba ilmu/ tempat bertanya dan diikuti seluruh tindak tanduknya. Sedangkan murabbi membawa maksud lebih luas melebihi tahap mu’allim. Lebih dari sekedar mengajarkan sesuatu ilmu.
Nabi Muhammad SAW selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai hal.

 DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Majid Khon,  2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
Ahmad Tafsir, 2000, Ilmu pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya)
Bhukari Umar, 2012, Hadis Tarbawi (Pendidikan Dalam Perspektif Islam), (Jakarta: Amzah)
Fadhl Ilahi, 2010, Bersama Rasulullah Mendidik Generasi Idaman, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i)
Heri Jauhari Muchtar, 2008, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya)
http://pendidikanagamaislammarzuki.blogspot.co.id/2010.html
http://hadis-hadistentangpendidikanzainalmasri.blogspot.co.id.html
http://muhammadhakimazhari.blogspot.co.id/2013/05/konsep-pendidik-dalam-perspektif-al.html

Zakiah Daradjat, 1992, Ilmu Pendidikan Islam  (Jakarta: Bumi Aksara)

                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar