PRINSIP-PRINSIP, CIRI-CIRI, DAN LANGKAH-LANGKAH EVALUASI
PENDIDIKAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
EVALUASI PENDIDIKAN
DisusunOleh : Kelompok 1
Alfadilatu Ahmad 2014.1839
Samiin
2014.1872
Dosen Pembimbing
:
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT
2016
M/1437
H
PENDAHULUAN
Dalam sebuah proses pembelajaran
komponen yeng turut menentukan keberhasilan sebuah proses adalah evaluasi.
Melalui evaluasi orang akan mengetahui sampai sejauh mana penyampaian
pembelajaran atau tujuan pendidikan atau sebuah program dapat dicapai sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan dalam
kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Melalui evaluasi, kita akan mengetahui
perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial,
sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik serta keberhasilan sebuah
program.
Pada makalah ini pemakalah membahas tentang prinsip-prinsip, ciri-ciri dan
langkah-langkah Evaluasi Pendidikan.
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-prinsip Evaluasi
1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga
dikenal dengan istilah prinsip komprehensif(comprehensive).
Dengan prinsip komprehensif dimaksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar
dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila
evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Harus senantiasa diingat bahwa evaluasi hasil
belajar itu tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah atau sepotong demi
sepotong, melainkan harus dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh. Dengan kata
lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat
menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah lakuyang terjadi pada diri
peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati. Dalam hubungan ini,
evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berfifkir (cognitif domain) juga mengungkap aspek
kejiwaan lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap (affective domain) dan aspek keterampilan (psychomotor domain) yang melekat pada diri masing-masing individu
peserta didik. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, maka evaluasi hasil belajar dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
itu hendaknya bukan hanya mengungkap pemahaman peserta didik terhadap
ajaran-ajaran agama islam, melainkan juga harus dapat mengungkap sudah sejauh
mana peserta didik dapat menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran islam tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan melakukan evaluasi hasil belajar secara
bulat, utuh menyeluruh akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang
lengkap mengenai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan
sasaran evaluasi.[1]
2. Prinsip
Kesinambungan
Prinsip kesinambungan juga dikenal dengan istilah
prinsip kontinuitas. Dengan prinsip kesinambungan dimaksudkan di sini bahwa
evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu ke waktu.
Dengan evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan
secara teratur, terencana dan terjadwal itu maka dimungkinkan bagi evaluator
untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau
perkembangan peserta didik, sejak dari awal mula mengikuti program pendidikan
sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh
itu
3. Prinsip Obyektivitas
Prinsip
Obyektivitas mengandung makna, bahwa evaluasi hasil belajar dapat
dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor –
factor yang sifatnya subjektif.
Sehubungan
dengan itu, dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang evaluator harus
senantiasa berpikir dan bertindak wajar, menurut kenyataan yang senyatanya,
tidak di campuri oleh kepentingan – kepentingan yang bersifat subjektif.
Prinsip
ketiga ini sangat penting, sebab apabila di dalam melakukan evaluasi unsur –
unsur subyektif menyelinap masuk kedalamnya, akan dapat menodai kemurnian
pekerjaan evaluasi itu sendiri.[2]
4.
Kooperatif
Dalam
kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang
tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik
itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil
evaluasi dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.
5.
Praktis
Praktis
mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat
evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. Umtuk itu harus
diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.[3]
Dimyati dan Mujiono menyebutkan bahwa evaluasi yang akan
dilakukan juga harus mengikuti prinsip kesahihan (valid), keterandalan
(reliabilitas), dan praktis.
1)
Kesahihan
Sebuah evaluasi dikatakan valid jika
evaluasi tersebut secara tepat, benar, dan sahih telah mengungkapkan atau
mengukur apa yang seharusnya diukur. Agar diperoleh hasil evaluasi yang sahih,
dibutuhkan instrumen yang memiliki/memenuhi syarat kesahihan suatu instrumen
evaluasi.
Contoh berikut dapat dijadikan sarana
untuk memahami pengertian valid. Contoh yang dimaksud adalah berupa
barometer dan termometer. Barometer adalah alat ukur yang dipandang tepat untuk
mengukur tekanan udara. Jadi, kita dapat mengatakan bahwa barometer tanpa diragukan
lagi adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur tekanan udara. Dengan kata
lain, apa seseorang melakukan pengukuran terhadap tekanan udara dengan
menggunakan alat pengukur berupa barometer hasil pengukuran yang diperoleh itu
dipandang tepat dan dapat dipercaya. Demikian pula halnya denga termometer.
Termometer adalah alat pengukur yang dipandang tepat, benar, sahih, dan abash
untuk mengukur tinggi rendahnya suhu udara. Jadi dapat dikatakan bahwa
termometer adalah adalah alat pengukur yang valid untuk mengukur suhu udara.[4]
Sahih atau tidaknya evaluasi tersebut
ditentukan oleh faktor-faktor instrumen evaluasi itu sendiri, administrasi
evaluasi dan penskoran, respon-respon siswa. Kesahihan instrumen evaluasi
diperoleh melalui hasil pemikiran dan pengalaman. Dari dua cara tersebut,
diperoleh empat macam kesahihan yanga terdiri atas kesahihan isi (content
validation), kesahihan konstruksi (contruction validity), kesahihan ada
sekarang (concurrent validity), dan kesahihan prediksi (prediction validity).[5]
2)
Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan
masalah kepercayaan yaitu tingkat kepercayaan bahwa suatu evaluasi mampu
memberikan hasil yang tepat. Maksud dari pernyataan ini adalah jika suatu
eveluasi dilakukan pada subjek yang sama evaluasi senantiasa menunjukkan hasil
evaluasi yang sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian,
misalnya, dikatakan telah memiliki reliabilitas apabila skor-skor atau
nilai-nilai yang diperoleh para peserta ujian untuk pekerjaan ujiannya adalah
stabil, kapan saja, dimana saja ujian itu dilaksanakan, dan oleh siapa saja
pelaksananya.
Keterandalan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Panjang tes (length of tes). Panjang tes
berhubungan dengan banyaknya butir tes. Pada umumnya lebih banyak butir tes,
lebih tinggi keterandalan evaluasi. Hal ini terjadi karena makin banyak soal
tes, makin banyak sampel yang diukur.
Sebaran skor (spread of scores).
Besarnya sebaran skor akan membuat kemungkinan perkiraan keterandalan lebih
tinggi menjadi kenyataan.
Tingkat kesulitan tes (difficulty of
tes). Tes yang paling mudah atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok
yang mengerjakan cenderung menghasilkan skor tes keterandalan yang lebih
rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dan sulit keduanya salam
suatu sebaran skor yang terbatas.
Objektivitas (objektivity). Objektivitas
suatu tes menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh
para siswa) dan memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan tes.
3)
Kepraktisan
Kepraktisan suatu evaluasi bermakna
bahwa kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam
mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil maupun kemudahan
dalam menyimpan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi
meliputi:
a. kemudahan
mengadministrasi;
b. waktu
yang disediakan untuk melancarkan kegiatan evaluasi;
c. kemudahan
menskor;
d. kemudahan
interpretasi dan aplikasi;
e. tersedianya
bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding.
Suharsimi juga menjelaskan ada satu
prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau
hubungan erat tiga komponen, yaitu:
a.
Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang
dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang
hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara
keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan,
tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan
dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b.
Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan
data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian
maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika
dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang
sudah dirumuskan.
c.
Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam poin
(a), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah
dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam poin (b) bahwa alat evaluasi juga
disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga
harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika
kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada
keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa,
bukannya aspek pengetahuan.
Sedangkan
menurut Slameto evaluasi harus mempunyai minimal 7 prinsip berikut: 1) terpadu,
2) menganut cara belajar siswa aktif, 3) kontinuitas, 4) koherensi dengan
tujuan, 5) menyeluruh, 6) membedakan(diskriminasi), dan 7)pedagogis.[6]
B.
Ciri-ciri Evaluasi
Adapun ciri-ciri evaluasi melalui
penilaian dalam pendidikan menurut Suharsimi adalah sebagai berikut:
1.
Ciri pertama yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Dalam
contoh ini kita menilai kepandaian melalui ukuran menyelesaikan soal.
2.
Ciri kedua yaitu pengunaan ukuran kuantitatif. Penilaian bersifat kuantitatif
artinya mengunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran. Setelah
itu lalu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif. Contoh: dari hasil pengukuran
tia mempunyai IQ 126 sedangkan budi 89. Maka tia dapat dikatagorikan sebagai
anak pandai sedangkan budi anak dibawah rata-rata.
3.
Ciri ketiga yaitu bahwa penilaian pendidikan mengunakan, unit-unit atau
satuan-satuan yang tetap misalnya, IQ 126 menurut unit pengukurannya termasuk
anak yang pandai sedangkan 89 termasuk anak dibawah rata-rata.
4.
Ciri keempat yaitu bersifat relatif artinya tidak selalu tetap dari waktu ke
waktu yang di sebabkan banyak faktor. contoh nilai ulangan MTK pertama tia
adalah 90 namun ulangan keduanya hanya 40.
5.
Ciri kelima bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi
kesalahan-kesalahan. [7]
Adapun kesalaan-kesalahan itu ditinjau dari berbagai faktor yaitu:
1)
Terletak pada alat ukurnya. Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik
namun sering kali terjadi kesalahan di alat ukurnya.
2)
Terletak pada orang yang melakukan pengukurannya. Keslaah pad aorang yag
melakuan pengukuran bisa saj aterjadi karena:
a.
Kesalahan pada waktu penilaian karena factor subjektif penilai yang telah
terpengarus oleh hasil pengukuran, misalnya tulisan jelek atau tidak jelas itu
sering mempengaruhi subjektif penilaian. b). kecenderungan dari penilai untuk
memberikan nilai secara murah atau mahal. Ada guru yang mudah memberikan nilai
ada yang sulit untuk memberikan nilai. Adanya Hello-effect, yakni adanya kesan
penilai terhadap siswa.
b.
Adanya pengaruh dari hasil sebelumnya.
c.
Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil
penilaian.
3)
Terletak pada anak yang dinilai.
a.
Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati sangat
berpengaruh terhadap hasil penilaian.
b.
Keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai.
c.
Nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian.
4)
Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung
a.
suasana pada saat terjadinya penilaian. Keadaan yang gaduh akan mempengaruhi
penilaian yang sebenarnya karena siswa tidak dapat konsenterasi.
b.
Pengawasan dalam penilaian. Bentuk pengawasan yang tidak sesuai akan
berpengaruh pada keobjektifan hasil dari pengukuran yang ada.
Menurut Sudijono ciri-ciri evaluasi
hasil belajar tidak jauh berbeda dari Suharsimi, adapun ciri-ciri evaluasi yang
dilakukan dalam proses belajar mengajar tersebut adalah:
1.
Penilaian dilakukan secara tidak langsung. Jadi untuk mengetahui taraf
kepandaian anak maka yang diukur bukan pandainya akan tetapi tanda-tanda
kepandaiannya. Menurut Carl Witherington tanda-tanda anak yang pandai adalah 1)
kemampuan untuk bekerja dengan angka-angka, 2) kemampuan untuk menggunakan
bahasa dengan baik dan benar, 3) kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru,
4) kemampuan untuk mengingat-ingat sesuatu, 5) kemampuan untuk memahami
hubungan antar gejala yang satu dengan yang lain, 6) kemampuan untuk berfantasi
atau berfikir abstrak.
2.
Menggunakan ukuran yang bersifat kuantitatif (simbul angka), setelah
dianalisis dengan metode statistik pada akhirnya data tersebut diberi
interpretasi secara kualitatif.
3.
Pada umumnya menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
4.
Prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu bersifat
relatif. Artinya, hasil evaluasi pada umumnya tidak tetap.
5.
Dalam melakukan penilaian sering terjadi kesalahan-kesalahan. Sedangkan
sumber-sumber kesalahan terletak pada alat ukur, penilai atau evaluator (guru),
yang dinilai (murid) dan situasi di mana penilaian berlangsung
Dalam hal ini guru atau evaluator dapat
menyebabkan kekeliruhan itu sendiri dikarenakan hal sebagai berikut:
1)
bertindak subjektif. Misalnya risau ketika mengoreksi, tulisan yang dihadapi
jelek dan lain-lain.
2)
cenderung pemura atau pelit dalam memberi nilai.
3)
Terjadinya hallo effect, guru dalam memberi nilai terpengaruhi oleh berita,
informasi dan lain yang dating dari teman-teman atau hal-hal lain.
4)
Adanya pengaruh dari hasil yang diperoleh terdahulu atau masa lalu.
Selanjutnya dalam hal kekeliruhan
juga dapat berasal dari yang dinilai (murid), penyebab munculnya antara lain:
1)
Factor psikis, suasana batin yang mengikuti evaluasi yang dilaksanakan
2)
Factor fisik, jasmani yang sedang terganggu sedang sakit, letih atau kecapekan
3)
Factor nasib, misalnya semua pelajaran yang telah di pelajari tiba-tiba hilang dari
ingatan.
C.
Langkah-langkah Pokok dalam Evaluasi
Belajar
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum
evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya
secara baik dan matang. Perencanaan hasil belajar itu umumnya mencakup enam
jenis kegiatan, yaitu:
a. Merumuskan tujuan dari kegiatan
evaluasi itu sendiri.
b. Menentukan aspek-aspek yang akan
dievaluasi.
c. Memilih dan menentukan teknik yang
akan digunakan dalam kegiatan evaluasi.
d. Menyusun dan menentukan alat-alat
pengukur yang akan dipergunakan dalam kegiatan evaluasi.
e. Menentukan tolok ukur, norma atau
kreteria yang akan dipergunakan dalam rangka memberikan interpretasi terhadap
data hasil evaluasi.
f. Menetapkan frekuensi dari kegiatan
evaluasi itu sendiri, yaitu : kapan dan seberapa kalikah evaluasi itu akan
dilakukan.
2. Menghimpun data
Dalam
evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah
melaksanakan pengukuran[8],
misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil
belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau
angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview guide
atau questionnaire (apabila evaluasi
hasil belajar itu menggunakan teknik nontes).
3. Melakukan verifikasi data
Data yang
telah berhasil dihimpun harus disaring lebihn dahulu sebelum diolah lebih
lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau
verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang
“baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai
diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang
“kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh
apabila data itu ikut serta diolah).
4. Mengolah dan menganalisis data
Mengolah
dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna
terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk
keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur demikian rupa
sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil evaluasi
itu dapat dipergunakan teknik statistik.
5. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran
atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah
merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah
mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap
data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan
tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tertentu
mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.
6. Tindak lanjut hasil evaluasi
Bertitik
tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis
dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya
maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan
kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan
evaluasi tersebut. Hasil pengukuran memiliki fungsi utama untuk memperbaiki tingkat
penguasaan peserta didik. Hasil pengukuran secara umum dapat dikatakan bisa
membantu, memperjelas tujuan intruksional, menentukan kebutuhan peserta didik
dan menentukan keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran.[9]
KESIMPULAN
A.
Prinsip-prinsip Evaluasi
1. Prinsip Keseluruhan
2. Prinsip
Kesinambungan
3. Prinsip Obyektivitas
B.
Ciri-ciri Evaluasi
1. Ciri
pertama yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung.
2. Ciri
kedua yaitu pengunaan ukuran kuantitatif.
3.
Ciri ketiga yaitu bahwa penilaian pendidikan mengunakan, unit-unit atau
satuan-satuan yang tetap.
4.
Ciri keempat yaitu bersifat relatif artinya tidak selalu tetap dari waktu ke
waktu yang di sebabkan banyak faktor.
5.
Ciri kelima bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan
C. Langkah-langkah Pokok dalam
Evaluasi Belajar
1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
2. Menghimpun data
3. Melakukan verifikasi data
4. Mengolah dan menganalisis data
5. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
6. Tindak lanjut hasil evaluasi
Sudijono, Annas. (1998).
Pengantar Evaluasi Pendidikan.. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Arifin, Zainal. (2016). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Arikunto, Suharsimi.
(2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Daryanto. ( 2001). Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukardi. (2012). Evaluasi
Pendidikan:prinsip dan operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
[1]Annas Sudijono. (1998).
Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada), hal. 31
[3]Zainal Arifin. (2016). Evaluasi Pembelajaran. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset), hal. 31
[4]Annas
Sudijono. (1998). Pengantar Evaluasi
Pendidikan. (Jakarta: PT
RajaGrafindoPersada), hal
. 96
[6]Sukardi.(2012), Evaluasi Pendidikan: prinsip dan
operasionalnya. (Jakarta: Bumi Aksara), hal. 5
[7]Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
(Jakarta: Bumi Aksara), hal. 20-27
[8]Sudiyono Anas, (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada), hal. 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar