PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA & DI
STAIPIQ SERTA SOLUSINYA
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
FILASAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh :
Alfadilatu Ahmad 2014.1839
Dosen Pengampu :
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT
2017
M/1438
H
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA SOLUSINYA
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian dari
investasi masa depan, investasi masyarakat sekaligus investasi negara dalam
rangka memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, pendidikan senantiasa diarahkan untuk menjawab beberapa hal
yang berkaitan dengan masalah kebangsaan dan keummatan. Dalam hal ini ketika
kita kaitkan dengan pendidikan Islam saat ini bagaimana pendidikan Islam itu
mampu untuk menjawab problem keIslaman yang akhir-akhir ini kita sering
dihadapkan pada kasus kekerasan atas nama agama, toleransi antar umat beragama
serta terciptanya situasi yang kondusif dalam menjalankan ajaran agama.
Sementara dalam konteks keindonesiaan,
sejatinya pendidikan Islam juga mampu merespon dinamika kehidupan yang terjadi
di negara kita yang meliputi gerakan sparatis, munculnya aksi terorisme dan
yang lainnya. Maka kemudian, sebagai bentuk ikhtiar itu, maka pendidikan
senantiasa melakukan pembenahan, koreksi dan evaluasi bersama serta berfikir
dinamis dan produktif. Sebagaimana pembaharuan sistem pendidikan Islam dalam
konteks Asia yang dilakukan oleh Mukti Ali dalam usahanya memformulasikan
lembaga madarasah dan pesantren dengan cara memasukkan materi pelajaran umum ke
dalam lembaga-lembaga yang pendiriannya diorientasikan untuk tafaqquh fi
al-din.
Selain dari beberapa problem kelembagaan
dan kurikulum diatas, di internal pendidikan Islam seringkali mendapat stigma
yang negatif. Pendidikan Islam dikesankan sebagai lembaga yang
tradisional-konservatif, adapun diantara variabel yang menjadi ukurannya adalah
lemahnya metodologi pembelajaran yang cenderung tidak menarik perhatian. Jika
problem hal ini terjadi kelambanan dalam mengatasinya, maka bisa dipastikan pendidikan
Islam lambat laun akan mengalami stagnasi dan kehilangan daya tariknya.
B.
Problematikanya
Problem
Konseptual Teoretik Pendidikan Islam
1. System
pendekatan orientasi
Ditengah gelombang krisis nilai-nilai
cultural berkat pengaruh ilmu dan teknologi yang berdampak pada perubahan
social. Pendidikan Islam masa kini dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih
berat dari tantangan yang dihadapi pada masa permulaan penyebaran
Islam.Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia
yang serba multiinteres yang berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang
simplisistis, melainkan sangat kompleks. Akibat permintaan yang bertambah
manusia semakin kompleks pula, hidup kejiwaannya semakin tidak mudah jiwa
manusia itu diberi nafas Agama.
2. Pelembagaan
proses kependidikan islam.
Kelembagaan pendidikan Islam merupakan
subsistem dari system masyarakat atau bangsa. Dalam operasionalisasinya selalu
mengacu dan tanggap kepada kebutuhan perkembangan masyarakat.Disamping itu
pergeseran idealitas masyarakat yang menuju kearah pola pikir rasional
teknologis yang cenderung melepaskan diri dari tradisionalisme
cultural-edukatif makin membengkak. Apalagi bila diingat bahwa misi pendidikan
Islam lebih berorientasi kepada nilai-nilai luhur dari Tuhanyang harus
diinternalisasikan kedalam lubuk hati tiap pribadi manusia melalui bidang-bidang
kehidupan manusia.
3. Pengaruh
sains dan teknologi canggih
Sebagaimana kita ketahui bahwa dampak
poditif dari kemajuan teknologi sampai kini adalah bersifat fasilitatis,(memudahkan).
Memudahkan kehidupan manusia yang sehari-hari sibuk dengan berbagai problema
yang semakin rumuit.Dampak negative dari teknologi modern telah mulai
menampakkan diri didepan mata kita. Pada prinsipnya berkekuatan melemahkan daya
mental spiritual atau jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk
penampilan dan gaya-gayanya. Permasalahan baru yang harus dipecahkan oleh
pendidikan Islam khususnya adalah dehumanisasi pendidikan, netralisasi
nilai-nilai agama, atau upaya pengendalian dan mengarahkan nilai-nilai
tradisional kepada individu atau social.
4. Krisis
pendidikan islam
Beberapa ahli perencanaan kependidikan
masa depan telah mengidentifikasikan krisis pendidikan yang bersumber dari
krisis orientasi masyarakat masa kini, dapat pula dijadikan wawasan perubahan
system pendidikan Islam, yang mencakup fenomena-fenomena antara lain :
a. Krisis
nilai-nilai. Sikap penilaian yang dahulu ditetapkan sebagai “benar, baik,
sopan atau salah, buruk tak sopan”, mengalami perubahan drastic menjadi
ditoleransi sekurang-kurangnya tak diacuhkan orang.
b. Krisis
konsep tentang kesepakatan arti hidup yang baik. Masyarakat mulai mengubah
pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang baik dalam bidang ekonomi.,
politik, kemayarakatan dan implikasinya terhadap kehidupan social.
c. Kurangnya
sikap idealism dan citra remaja kita tentang perasaannya di masa depan bangsa.
Sekolah dituntut untuk mengembangkan idealisme generasi muda untuk berwawasan
masa depan yang realistik.
d. Makin
bergesarnya sikap manusia kearah pragmatisme yang pada gilirannya membawa
kearah materialism dan individualism. Hubungan antar manusia bukan lagi
berdasarkan sambung rasa, tetapi berdasarkan hubungan keuntungan materill dan
status.
C.
Solusinya
Pendidikan memiliki keterkaitan erat
dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang
akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, indonesia
harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan
sistem pendidikan yang lebih komprehensif, dan fleksibel, sehingga para lulusan
dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis.
Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para
peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif
dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu,
pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan
segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang
menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang
dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.
Selain itu, program pendidikan harus
diperbaharui, dibangun kembali atau dimoderenisasi sehingga dapat memenuhi
harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya. Sedangkan solusi pokok menurut
Rahman adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis dalam
sinaran dan terintegrasi dengan Islam harus segera dipercepat prosesnya.
Sementara itu, menurut Tibi, solusi pokoknya adalah secularization, yaitu
industrialisasi sebuah masyarakat yang berarti diferensiasi fungsional dari
struktur sosial dan sistem keagamaannya.
Berbagai macam tantangan tersebut
menuntut para penglola lembaga pendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam
untuk melakukan nazhar atau perenungan dan penelitian kembali apa yang harus
diperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-model pendidikan Islam
seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan, yang sekiranya mampu mencegah
dan atau mengatasi tantangan tersebut. Melakukan nazhar dapat berarti
at-taammul wa al’fahsh, yakni melakukan perenungan atau menguji dan
memeriksanya secara cermat dan mendalam, dan bias berarti taqlib al-bashar wa
al-bashirah li idrak al-syai’ wa ru’yatihi, yakni melakukan perubahan pandangan
(cara pandang) dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihat
sesuatu, termasuk di dalamnya adalah berpikir dan berpandangan alternatif serta
mengkaji ide-ide dan rencana kerja yang telah dibuat dari berbagai perspektif
guna mengantisipasi masa depan yang lebih baik.
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DAN
SOLUSINYA DI STAIPIQ
A.
Latar
Belakang
Pertumbuhan perguruan tinggi agama Islam
(PTAI) tidak lepas dari keberadaan STAIPIQ. Hal ini bisa dilihat Perjalanan Panjang Dari : AIQ (Akademi Ilmu
Al-Qur`an), STIQ (Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur`an), STAI-PIQ (Sekolah Tinggi
Agama Islam Pengembangan Ilmu Al-Qur`an)
Landasan
Yuridis
Adapun dasar yang melatar belakangi pendirian
Akademi Ilmu Al-Qur'an diantanya adalah :
Al-Qur'an
dan Sunnah Rasulullah
Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, Sebagai jawaban atau pelaksanaan dari isi amanat
Presiden RI Bapak Jenderal TNI (Purn) Suharto pada pembukaan MTQ Nasional III
di Banjar Masin tahun 1970, anatara lain beliau mengatakan "...Al-Qur'an
itu bukan hanya untuk dikumandangkan dengan irama dan lagu-lagu yang
mengasyikkan, tetapi yang lebih penting lagi ialah untuk diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari...Alangkah baiknya di Bumi Indonesia ini berdiri sebuah
perguruan yang betul-betul mendalami ilmu-ilmu Al-Qur'an".
Sapta
Karya Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Karya keempat) yaitu "
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka
pembinaan moral dan akhlak"
Memupuk dan meningkatkan lembaga pendidikan Agama di
Sumatera Barat, mambangkik batang tarandam, manjapuik nan tatingga.
Perubahan
Status Dan nama
Mempertimbangkan
usulan-ususlan dari berbagai pihak, terutama dari mahasiswa dan alumni Akademi
Ilmu Al-Qur'an, maka pada tanggal 1 Oktober 1988, dengan SK. YPIQ Nomor :
006/YPIQ/IX/10/1988, maka Akademi Ilmu Al-Qur'an (AIQ) berubah nama menjadi
Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur`an (STIQ).
Kemudian
berdasarkan SK. Menteri Agama nomor : 53 tahun 1994 tentang Pedoman Pendirian Perguruan
Tinggi Agama Islam, maka STIQ berubah nama kembali menjadi Sekolah Tinggi Agama
Islam Pengembangan Ilmu Al-Qur`an (STAI-PIQ) Sumatera Barat, dengan status
terdaftar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI. nomor 228 tahun 1994.
B.
Problematikanya
1. STAIPIQ
belum menjadi pilihan utama calon mahasiswa
Selama ini kebanyakan calon mahasiswa
(input) yang masuk STAIPIQ adalah mereka yang gagal dalam ajang masuk di PTN
dan PTAIN. Sehingga bisa dikatakan bahwa mereka yang masuk STAIPIQ adalah
mahasiswa yang kurang berkualitas baik dari segi intelegensinya maupun
ekonominya. Akibatnya tentu saja lulusan (out put) pendidikan menjadi kurang
maksimal.
2. banyak
dosen yang belum memenuhi tugas keprofesionalan
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen Pasal 60, disebutkan dosen harus memenuhi tugas perofesional, yakni
melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau
latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi
peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu dalam kualifikasi pendidikan,
dosen harus berpendidikan sekurang-kurangnya adalah S2. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 46 ayat 2 bahwa, dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
lulusan program doktor untuk program pascasarjana. Kondisi di lapangan, masih
ada temuan dosen yang mengajar di STAIPIQ, kualifikasi pendidikannya di bawah
standar.
3. Sarana
dan prasarana yang belum memadai.
Sarana dan prasarana merupakan faktor
penting dalam proses pembelajaran disamping faktor-faktor yang lain. Sarana dan
prasarana yang memadai akan menjadikan suasana akademik dan proses pembelajaran
menjadi kondusif dan sistematis. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai
proses belajar dan mengajar tidak akan berjalan dengan baik. Sarana dan
prasarana, terutama sarana belajar dan mengajar, merupakan hal yang esensial.
Kondisi riil, sarana dan prasarana yang
dimiliki STAIPIQ tergolong masih minim. Padahal, keberadaan sebuah pendidikan
tinggi sangat ditentukan oleh keberadaan sarana dan prasarana pendidikannya,
seperti ruang perkuliahan, perpustakaan dengan ruangan dan koleksi buku yang
memadai, laboratorium pembelajaran yang memadai.
4. Proses
belajar dan mengajar yang belum berkualitas.
Ada indikasi banyak STAIPIQ yang kurang
serius dalam melakukan proses pembelajaran. Kekurangseriusan dalam proses
pembelajaran bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kekurangsiapan
tenaga pengajar (dosen tidak profesional) sehingga menyebabkan mahasiswa kurang
aktif mengikuti perkuliahan. Mahasiswa hanya pasif mendengarkan dosen
memberikan ceramah. Atau juga penyelenggaraan kelas jauh, yang tanpa
memperhatikan kualitas pembelajaran.
C.
Solusinya
1. menarik
minat mahasiswa untuk masuk STAIPIQ.
Langkah yang dapat dilakukan oleh STAIPIQ
adalah menjaga kualitas lulusannya dengan baik. Maksudnya, lulusannya dapat
diterima di masyarakat dan selalu dicari pengguna lulusan, yakni masyarakat.
Untuk bisa mencapai hal tersebut, tentunya kualitas lulusan harus dijaga.
Jangan hanya menghasilkan sarjana yang tidak mempunyai komptensi. Akibatnya,
hanya menambah pengangguran yang terdidik. Sebaliknya, apabila kualitas lulusan
dijaga dengan baik, bukan hal yang mustahil STAIPIQ tersebut akan selalu
dibanjiri peminat.
2. meningkatkan
profesionalisme dosen
Langkah yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan profesionalisme dosen adalah dengan menciptakan iklim akademik
yang kondusif bagi dosen untuk mengembangkan tugas keprofesional dosen.
Misalnya pihak yayasan untuk mendorong dosen terbiasa meneliti dengan cara
menfasilitasi pendirian penerbitan jurnal penelitian. Selain itu, pemberian
stimulus bagi dosen yang dapat menulis di jurnal yang diakui nasional maupun
internesional diberikan insentif yang layak.
3. Melengkapi
sarana dan prasarana
Kelengkapan sarana prasarana perlu
ditingkatkan terus menerus. Karena, dengan sarana prasarana yang lengkap akan
mendorong kualitas STAIPIQ tersebut. Misalnya, dalam perkuliahan bahasa Arab
atau Inggris perlu ada laboratorium bahasa. Atau juga laboratorium micro
teaching yang bertujuan sebagai tempat latihan guru mengajar sebelum nantinya
terjun ke kelas sesunggunya.
Untuk melengkapi sarana prasarana perlu
adanya dana yang cukup. Pendanaan ini bisa berasal dari mahasiswa, atau
yayasan, atau pemerintah, atau pihak swasta, atau juga dapat digalang dari
sumber dana melalui pemetaan ekonomi para konglomerat (aghniya’) dan
dilanjutkan dengan penyadaran akan pentingnya pendidikan tinggi Islam.
4. meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas
Dosen sebagai ujung tombak dalam
pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses
belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan dosen sangat menentukan
kelangsungan proses belajar mengajar di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
Dosen harus pandai membawa peserta didik kepada tujuan yang hendak dicapai.
Oleh karenanya, dosen harus menguasai
materi pengajaran, menguasai beberapa metode pengajaran sehingga ia mampu
menggunakan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik, dan
sebagainya. Dengan demikian, dalam pembaruan pendidikan, keterlibatan dosen
mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan
evaluasinya memainkan peranan yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi
pendidikan. Bagi dosen yang belum bisa mewujudkan kelas yang menarik, bisa saja
dosen tersebut dikirim untuk mengikuti shourt course (pendidikan singkat) di
dalam maupun luar negeri.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Nata, Abuddin, Integrasi Ilmu
Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
Usman, Moh. Uzer Menjadi Guru Profesional,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010)
Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Darwis, Djamaluddin, 2006, Dinamika
Pendidikan Islam: Sejarah Ragam dan Kelembagaan, Semarang: RaSAIL.
Daulay, Haidar, Putra, Pendidikan Islam
dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana.
Syafaruddin,
2005, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar