Rabu, 13 Desember 2017

TUGAS FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA & DI STAIPIQ SERTA  SOLUSINYA
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
FILASAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                                                                                                             
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQoMTmwM3wxUqmL1KM9qstm9xiA1CaukEC5ivglRbmNJtCHdvpD


Disusun Oleh :
Alfadilatu Ahmad     2014.1839
                                               

Dosen Pengampu :
Syafrul Nalus,  MA


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT

2017 M/1438 H

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA  SOLUSINYA

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian dari investasi masa depan, investasi masyarakat sekaligus investasi negara dalam rangka memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pendidikan senantiasa diarahkan untuk menjawab beberapa hal yang berkaitan dengan masalah kebangsaan dan keummatan. Dalam hal ini ketika kita kaitkan dengan pendidikan Islam saat ini bagaimana pendidikan Islam itu mampu untuk menjawab problem keIslaman yang akhir-akhir ini kita sering dihadapkan pada kasus kekerasan atas nama agama, toleransi antar umat beragama serta terciptanya situasi yang kondusif dalam menjalankan ajaran agama.
Sementara dalam konteks keindonesiaan, sejatinya pendidikan Islam juga mampu merespon dinamika kehidupan yang terjadi di negara kita yang meliputi gerakan sparatis, munculnya aksi terorisme dan yang lainnya. Maka kemudian, sebagai bentuk ikhtiar itu, maka pendidikan senantiasa melakukan pembenahan, koreksi dan evaluasi bersama serta berfikir dinamis dan produktif. Sebagaimana pembaharuan sistem pendidikan Islam dalam konteks Asia yang dilakukan oleh Mukti Ali dalam usahanya memformulasikan lembaga madarasah dan pesantren dengan cara memasukkan materi pelajaran umum ke dalam lembaga-lembaga yang pendiriannya diorientasikan untuk tafaqquh fi al-din.
Selain dari beberapa problem kelembagaan dan kurikulum diatas, di internal pendidikan Islam seringkali mendapat stigma yang negatif. Pendidikan Islam dikesankan sebagai lembaga yang tradisional-konservatif, adapun diantara variabel yang menjadi ukurannya adalah lemahnya metodologi pembelajaran yang cenderung tidak menarik perhatian. Jika problem hal ini terjadi kelambanan dalam mengatasinya, maka bisa dipastikan pendidikan Islam lambat laun akan mengalami stagnasi dan kehilangan daya tariknya.


B.     Problematikanya
Problem Konseptual Teoretik Pendidikan Islam
1.      System pendekatan orientasi
Ditengah gelombang krisis nilai-nilai cultural berkat pengaruh ilmu dan teknologi yang berdampak pada perubahan social. Pendidikan Islam masa kini dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan yang dihadapi pada masa permulaan penyebaran Islam.Tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multiinteres yang berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang simplisistis, melainkan sangat kompleks. Akibat permintaan yang bertambah manusia semakin kompleks pula, hidup kejiwaannya semakin tidak mudah jiwa manusia itu diberi nafas Agama.
2.      Pelembagaan proses kependidikan islam.
Kelembagaan pendidikan Islam merupakan subsistem dari system masyarakat atau bangsa. Dalam operasionalisasinya selalu mengacu dan tanggap kepada kebutuhan perkembangan masyarakat.Disamping itu pergeseran idealitas masyarakat yang menuju kearah pola pikir rasional teknologis yang cenderung melepaskan diri dari tradisionalisme cultural-edukatif makin membengkak. Apalagi bila diingat bahwa misi pendidikan Islam lebih berorientasi kepada nilai-nilai luhur dari Tuhanyang harus diinternalisasikan kedalam lubuk hati tiap pribadi manusia melalui bidang-bidang kehidupan manusia.
3.      Pengaruh sains dan teknologi canggih
Sebagaimana kita ketahui bahwa dampak poditif dari kemajuan teknologi sampai kini adalah bersifat fasilitatis,(memudahkan). Memudahkan kehidupan manusia yang sehari-hari sibuk dengan berbagai problema yang semakin rumuit.Dampak negative dari teknologi modern telah mulai menampakkan diri didepan mata kita. Pada prinsipnya berkekuatan melemahkan daya mental spiritual atau jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilan dan gaya-gayanya. Permasalahan baru yang harus dipecahkan oleh pendidikan Islam khususnya adalah dehumanisasi pendidikan, netralisasi nilai-nilai agama, atau upaya pengendalian dan mengarahkan nilai-nilai tradisional kepada individu atau social.
4.      Krisis pendidikan islam
Beberapa ahli perencanaan kependidikan masa depan telah mengidentifikasikan krisis pendidikan yang bersumber dari krisis orientasi masyarakat masa kini, dapat pula dijadikan wawasan perubahan system pendidikan Islam, yang mencakup fenomena-fenomena antara lain :
a.       Krisis nilai-nilai. Sikap penilaian yang dahulu ditetapkan sebagai  “benar, baik, sopan atau salah, buruk tak sopan”, mengalami perubahan drastic menjadi ditoleransi sekurang-kurangnya tak diacuhkan orang.
b.      Krisis konsep tentang kesepakatan arti hidup yang baik. Masyarakat mulai mengubah pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang baik dalam bidang ekonomi., politik, kemayarakatan dan implikasinya terhadap kehidupan social.
c.       Kurangnya sikap idealism dan citra remaja kita tentang perasaannya di masa depan bangsa. Sekolah dituntut untuk mengembangkan idealisme generasi muda untuk berwawasan masa depan yang realistik.
d.      Makin bergesarnya sikap manusia kearah pragmatisme yang pada gilirannya membawa kearah materialism dan individualism. Hubungan antar manusia bukan lagi berdasarkan sambung rasa, tetapi berdasarkan hubungan keuntungan materill dan status.

C.    Solusinya
Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif, dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.
Selain itu, program pendidikan harus diperbaharui, dibangun kembali atau dimoderenisasi sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya. Sedangkan solusi pokok menurut Rahman adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis dalam sinaran dan terintegrasi dengan Islam harus segera dipercepat prosesnya. Sementara itu, menurut Tibi, solusi pokoknya adalah secularization, yaitu industrialisasi sebuah masyarakat yang berarti diferensiasi fungsional dari struktur sosial dan sistem keagamaannya.
Berbagai macam tantangan tersebut menuntut para penglola lembaga pendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam untuk melakukan nazhar atau perenungan dan penelitian kembali apa yang harus diperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-model pendidikan Islam seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan, yang sekiranya mampu mencegah dan atau mengatasi tantangan tersebut. Melakukan nazhar dapat berarti at-taammul wa al’fahsh, yakni melakukan perenungan atau menguji dan memeriksanya secara cermat dan mendalam, dan bias berarti taqlib al-bashar wa al-bashirah li idrak al-syai’ wa ru’yatihi, yakni melakukan perubahan pandangan (cara pandang) dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihat sesuatu, termasuk di dalamnya adalah berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana kerja yang telah dibuat dari berbagai perspektif guna mengantisipasi masa depan yang lebih baik.











PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM DAN SOLUSINYA DI STAIPIQ
A.    Latar Belakang
Pertumbuhan perguruan tinggi agama Islam (PTAI) tidak lepas dari keberadaan STAIPIQ. Hal ini bisa dilihat  Perjalanan Panjang Dari : AIQ (Akademi Ilmu Al-Qur`an), STIQ (Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur`an), STAI-PIQ (Sekolah Tinggi Agama Islam Pengembangan Ilmu Al-Qur`an)
Landasan Yuridis
Adapun dasar yang melatar belakangi pendirian Akademi Ilmu Al-Qur'an diantanya adalah :
Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Sebagai jawaban atau pelaksanaan dari isi amanat Presiden RI Bapak Jenderal TNI (Purn) Suharto pada pembukaan MTQ Nasional III di Banjar Masin tahun 1970, anatara lain beliau mengatakan "...Al-Qur'an itu bukan hanya untuk dikumandangkan dengan irama dan lagu-lagu yang mengasyikkan, tetapi yang lebih penting lagi ialah untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari...Alangkah baiknya di Bumi Indonesia ini berdiri sebuah perguruan yang betul-betul mendalami ilmu-ilmu Al-Qur'an".
Sapta Karya Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Karya keempat) yaitu " meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka pembinaan moral dan akhlak"
Memupuk dan meningkatkan lembaga pendidikan Agama di Sumatera Barat, mambangkik batang tarandam, manjapuik nan tatingga.
Perubahan Status Dan nama
Mempertimbangkan usulan-ususlan dari berbagai pihak, terutama dari mahasiswa dan alumni Akademi Ilmu Al-Qur'an, maka pada tanggal 1 Oktober 1988, dengan SK. YPIQ Nomor : 006/YPIQ/IX/10/1988, maka Akademi Ilmu Al-Qur'an (AIQ) berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur`an (STIQ).
Kemudian berdasarkan SK. Menteri Agama nomor : 53 tahun 1994 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam, maka STIQ berubah nama kembali menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Pengembangan Ilmu Al-Qur`an (STAI-PIQ) Sumatera Barat, dengan status terdaftar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI. nomor 228 tahun 1994.


B.     Problematikanya
1.      STAIPIQ belum menjadi pilihan utama calon mahasiswa
Selama ini kebanyakan calon mahasiswa (input) yang masuk STAIPIQ adalah mereka yang gagal dalam ajang masuk di PTN dan PTAIN. Sehingga bisa dikatakan bahwa mereka yang masuk STAIPIQ adalah mahasiswa yang kurang berkualitas baik dari segi intelegensinya maupun ekonominya. Akibatnya tentu saja lulusan (out put) pendidikan menjadi kurang maksimal.
2.      banyak dosen yang belum memenuhi tugas keprofesionalan
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 60, disebutkan dosen harus memenuhi tugas perofesional, yakni melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu dalam kualifikasi pendidikan, dosen harus berpendidikan sekurang-kurangnya adalah S2. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 46 ayat 2 bahwa, dosen memiliki kualifikasi akademik minimum: lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan lulusan program doktor untuk program pascasarjana. Kondisi di lapangan, masih ada temuan dosen yang mengajar di STAIPIQ, kualifikasi pendidikannya di bawah standar.
3.      Sarana dan prasarana yang belum memadai.
Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran disamping faktor-faktor yang lain. Sarana dan prasarana yang memadai akan menjadikan suasana akademik dan proses pembelajaran menjadi kondusif dan sistematis. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai proses belajar dan mengajar tidak akan berjalan dengan baik. Sarana dan prasarana, terutama sarana belajar dan mengajar, merupakan hal yang esensial.
Kondisi riil, sarana dan prasarana yang dimiliki STAIPIQ tergolong masih minim. Padahal, keberadaan sebuah pendidikan tinggi sangat ditentukan oleh keberadaan sarana dan prasarana pendidikannya, seperti ruang perkuliahan, perpustakaan dengan ruangan dan koleksi buku yang memadai, laboratorium pembelajaran yang memadai.
4.      Proses belajar dan mengajar yang belum berkualitas.
Ada indikasi banyak STAIPIQ yang kurang serius dalam melakukan proses pembelajaran. Kekurangseriusan dalam proses pembelajaran bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kekurangsiapan tenaga pengajar (dosen tidak profesional) sehingga menyebabkan mahasiswa kurang aktif mengikuti perkuliahan. Mahasiswa hanya pasif mendengarkan dosen memberikan ceramah. Atau juga penyelenggaraan kelas jauh, yang tanpa memperhatikan kualitas pembelajaran.

C.    Solusinya
1.      menarik minat mahasiswa untuk masuk STAIPIQ.
Langkah yang dapat dilakukan oleh STAIPIQ adalah menjaga kualitas lulusannya dengan baik. Maksudnya, lulusannya dapat diterima di masyarakat dan selalu dicari pengguna lulusan, yakni masyarakat. Untuk bisa mencapai hal tersebut, tentunya kualitas lulusan harus dijaga. Jangan hanya menghasilkan sarjana yang tidak mempunyai komptensi. Akibatnya, hanya menambah pengangguran yang terdidik. Sebaliknya, apabila kualitas lulusan dijaga dengan baik, bukan hal yang mustahil STAIPIQ tersebut akan selalu dibanjiri peminat.
2.      meningkatkan profesionalisme dosen
Langkah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dosen adalah dengan menciptakan iklim akademik yang kondusif bagi dosen untuk mengembangkan tugas keprofesional dosen. Misalnya pihak yayasan untuk mendorong dosen terbiasa meneliti dengan cara menfasilitasi pendirian penerbitan jurnal penelitian. Selain itu, pemberian stimulus bagi dosen yang dapat menulis di jurnal yang diakui nasional maupun internesional diberikan insentif yang layak.
3.      Melengkapi sarana dan prasarana
Kelengkapan sarana prasarana perlu ditingkatkan terus menerus. Karena, dengan sarana prasarana yang lengkap akan mendorong kualitas STAIPIQ tersebut. Misalnya, dalam perkuliahan bahasa Arab atau Inggris perlu ada laboratorium bahasa. Atau juga laboratorium micro teaching yang bertujuan sebagai tempat latihan guru mengajar sebelum nantinya terjun ke kelas sesunggunya.
Untuk melengkapi sarana prasarana perlu adanya dana yang cukup. Pendanaan ini bisa berasal dari mahasiswa, atau yayasan, atau pemerintah, atau pihak swasta, atau juga dapat digalang dari sumber dana melalui pemetaan ekonomi para konglomerat (aghniya’) dan dilanjutkan dengan penyadaran akan pentingnya pendidikan tinggi Islam.
4.      meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas
Dosen sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan dosen sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Dosen harus pandai membawa peserta didik kepada tujuan yang hendak dicapai.
Oleh karenanya, dosen harus menguasai materi pengajaran, menguasai beberapa metode pengajaran sehingga ia mampu menggunakan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik, dan sebagainya. Dengan demikian, dalam pembaruan pendidikan, keterlibatan dosen mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peranan yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Bagi dosen yang belum bisa mewujudkan kelas yang menarik, bisa saja dosen tersebut dikirim untuk mengikuti shourt course (pendidikan singkat) di dalam maupun luar negeri.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Nata, Abuddin,  Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
Usman, Moh. Uzer Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010)
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Darwis, Djamaluddin, 2006, Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah Ragam dan Kelembagaan, Semarang: RaSAIL.
Daulay, Haidar, Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana.
Syafaruddin, 2005, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar