Jumat, 08 Desember 2017

FIQIH II

PUTUSNYA PERNIKAHAN (IHDAD DAN TALAK)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
FIQH II
                                                                                                             
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQoMTmwM3wxUqmL1KM9qstm9xiA1CaukEC5ivglRbmNJtCHdvpD


DisusunOleh : Kelompok
Alfadilatu Ahmad     2014.1839
                                               


Dosen Pembimbing :
Ahmad Rasyid,  MA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT

2016 M/1437 H

PENDAHULUAN
Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan kebahagian yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang bersangkutan.
Keluarga kekal yang bahagia itulah yang dituju. Banyak perintah tuhan dan rasul yang bermaksud untuk ketentraman keluarga selama hidup tersebut.
Perceraian adalah terlarang, banyak larangan tuhan dan rasul mengenai perceraian antara suami istri. Tak ada sesuatu yang halal yang paling dimarahi oleh tuhan selain dari talak.
Maka dari itu saya sebagai pemakalah akan mencoba untuk memaparkan permasalahan-permasalahan mengenai putusnya perkawinan, yaitu :
a.       Ihdad  
b.      Talak













PEMBAHASAN
A.    Ihdad  
1.      Pengertian Ihdad
‘Iddah adalah dari kata  عَدَّ ,artinya menghitung. Sedangkan maksudnya dalam fiqih ialah, bahwa setelah bercerai dengan suaminya, maka seorang wanita masih tetap harus menunggu beberapa hari dimana ia belum boleh kawin dengan orang lain sebelem masa penantian itu habis.[1]
Waktu tunggu atau iddah ialah tenggang waktu dimana janda bersangkutan tidak boleh kawin, bahkan dilarang pula menerima pinangan/lamaran. Ketentuan waktu tunggu ini dimaksudkan antara lain untuk menentukan nasab dari kandungan janda itu bila ia hamil dan juga sebagai masa berkabung bila suami yang bersangkutan meninggal dunia, begitu pula untuk menentukan masa ruju’ bagi suami, bila talak itu berupa talak raj’i.
Seorang janda karena kematian suaminya sedang ia tidak hamil, maka iddahnya ialah 4 bulan 10 hari atau 130 hari. Iddah ini lebih panjang dari pada iddah karena talak atau cerai, dalam iddah kematian selain untuk menentukan  apakah janda itu hamil atau tidak guna penentuan nasab sianak juga ia aperlu ia berkabung kepada almarhum suaminya.
Bila perkawinan putus karena talak, sedang talak itu adalah talak raj’i, yaitu talak kesatu atau kedua, maka iddahnya ialah 3 kali suci atau 90 hari (pasal 39 ayat 1). Dalam hukum islam, talak raj’i itu mempunyai akibat-akibat hukum sebagai berikut :
1)      Suami masih berkewajiban memberi nafkah, sandang dan pangan kepada istrinya yang ditalak.
2)      Suami berhak meruju’ (kembali kepada) isteri selama masih dalam iddah
3)      Bila salah seorang dari suami istri meninggal dunia dalam masa iddah, maka pihak yang masih hidup berhak mewarisi dari yang meninggal.
Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya perkawinan itu belum bubar, melainkan hanya berhenti sementara. Dan nasib perkawinan tersebut ditentukan dalam masa iddah, apakah terjadi ruju’ atau tidak. Bila sampai akhir masa iddah tiada terjadi ruju’, maka perkawinan itu menjadi bubar. Adapun iddah dari talak ketiga (bain kubra), atau bain yang lain (bain sughra), maka suami tidak dapat meruju’, begitu pula tak ada hak saling mewaris antara keduanya. Sebab pada hakikatnya perkawinan itu sudah bubar. Dan iddah disini gunanya ialah untuk menentukan nasab sianak bila janda itu hamil.
Baik janda karena kematian suami, maupun karena cerai talak (raj’i atau bain) atau cerai gugatan, bila ia dalam keadaan hamil, maka iddahnya ialah sampai ia melahirkan (pasal 39 ayat 1). Kehamilan ini mungkin sudah diketahui pada saat terjadinya talak, cerai atau matinya suami, atau baru diketahui beberapa saat kemudian sebelum habisnya waktu-waktu yang diterangkan dalam pasal 39 ayat 1 peraturan pemerintah (130 hari, 3 kali suci 90 hari). Semuanya itu iddahnya ialah sampai melahirkan.[2]
2.      Macam-macam Iddah
a.       ‘iddah bagi wanita yang masih mengalami haid adalah tiga kali haid yang diseling-selingi dengan masa suci.
b.      ‘iddah bagi wanita tua yang sudah tidak mengalami haid lagi adalah tiga bulan
c.       ‘iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya ialah 4 bulan 10 hari, kalau dia tidak hamil.
d.      Adapun bagi yang hamil, maka tunggulah sampai melahirkan.[3]
3.      Hal-hal yang wajib diperhatikan sehubungan dengan ‘iddah
1)      Bagi wanita yang menunggu ‘iddah sehabis ditalak atau fasakh, padahal dia sedang hamil.
Dalam hal ini ‘iddahnya ialah sampai dia melahirkan. Allah ta’ala berfirman :
4 àM»s9'ré&ur ÉA$uH÷qF{$# £`ßgè=y_r& br& z`÷èŸÒtƒ £`ßgn=÷Hxq 
dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (Q.S ath-thalaq ayat 4)
2)      Apabila wanita yang menunggu ‘iddah sehabis ditalak atau fasakh itu tidak hamil,
Maka ‘iddahnya dua macam : kalau saban bulan ia masih menglami haid, maka ‘iddahnya 3 kali quru’ (haid). Sedang kalau sudah tidak haid lagi, karena sudah tua atau umurnya masih terlalu muda, maka ‘iddahnya 3 bulan.
3)      Bagi wanita yang menunggu ‘iddah karena suaminya meninggal dunia, sedang dia tidak hamil.
Maka ‘iddahnya 4 bulan 10 hari, sebagaimana firman allah ta’ala :
tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFムöNä3ZÏB tbrâxtƒur %[`ºurør& z`óÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkô­r& #ZŽô³tãur (
orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.”(Q.S Al-Baqarah ayat 234)
4)      Sedang untuk wanita yang menunggu ‘iddah setelah ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil,
Maka ‘iddahnya memang diperselisihkan oleh para ulama. Segolongan para sahabat nabi dan beberapa ulama fiqih terkemuka berpendapat, bahwa wanita seperti ini hendaknya menunggu ‘iddah yang terpanjang diantara dua ketentuan. Apakah akan menunggu sampai melahirkan kandungannya, ataukah sampai 4 bulan 10 hari. Mana diantara keduanya yang terpanjang, itulah yang dipilih. Madzhab ini adalah madzhab yang dinisbatkan kepada sebagian sahabat nabi, antara lain abdullah bin ‘abbas ra.[4]  
4.      Hal-hal yang dilarang dan yang dibolehkan bagi orang yang berihdad
Para fuqaha’ berpendapat bahwa wanita yang sedang berihdad dilarang memakai semua perhiasan yang dapat menarik perhatian laki-laki kepadanya, seperti perhiasan intan dan celak, kecuali hal-hal yang dianggap bukan sebagai perhiasan. Dan dilarang pula memakai pakaian yang dicelupkan dengan warna, kecuali warna hitam. Karena imam malik tidak memakruhkan pakaian berwarna hitam bagi wanita yang sedang berihdad.[5]

B.     Talak
1.      Pengertian Talak
Menurut bahasa, talak berati menceraikan atau melepaskan. Sedangkan menurut syara, yang dimaksud talak ialah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau dimasa yang mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut.[6]
Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang dilaksanakan oleh peraturan pemerintah no. 9 tahun 1975 diatur 2 (dua) talak :
1)      Talak yang didaftarkan (pasal 28 dan 29 PMA No 3/75).
2)      Talak yang melalui gugatan ke pengadilan (pasal 30 dan pasal 31 PMA No. 3/75).[7]
2.      Hukum talak
Pada prinsipnya asalnya, talak itu hukumnya makruh berdasarkan sabda rasulullah saw.
ا بغض الحلل
3.      Rukun dan Syarat talak
Rukun talak ada empat, sebagai berikut :
1)      Suami
2)      Istri
3)      Sighat talak
4)      Qashdu
Untuk sahnya talak suami yang menjatuhkan talak diisyaratkan :
1)      Berakal
2)      Baligh
3)      Atas kemauan sendiri.[8]
4.      Macam-macam Thalaq
a.       Talak ditinjau dari segi sighatnya
1)      Talak tegas
Talak yang tegas atau sharih ialah kata-kata talak yang ketika diucapkan dapat difaham dengan jelas sebagai perceraian, seperti “kau, aku cerai”, atau “kau dicerai”. Dalam kitab-kitab fiqih berbahasa arab, bunyinya : انت طلا لق
Atau ا نت مطلقة   atau ucapan lain yang merupakan pecahan kata dari
الطلا ق dan menurut asy-syafi’i, lafazh talak yang tergolong sharih ada tiga, :
ا لسراح  dan الفراق , الطلا ق (cerai, pisah, lepas), yang semua itu tercantum dalam alqur’an alkarim.
2)      Talak sindiran
Talak sindiran atau kinayah ialah talak dengan menggunakan kata-kata yang menurut aslinya tidak berarti menceraikan, sedang berbagai sindiran bisa berarti demikian. Seperti kata-kata : “kamu lain” kata-kata ini bisa berarti,”kamu bukan istriku lagi”. Tapi bisa juga,” kamu berbeda dari biasanya.”
            Contoh lain,” kau haram untukku.” Ini bisa berarti “haram aku setubuhi”. Dan bisa juga, “haram aku aniaya.”
b.      Talak ditinjau dari waktu terjadinya
1)      Talak munjaz
Talak munjaz atau perceraian kontan ialah talak yang diucapkan tanpa syarat maupun penangguhan, seperti kata-kata,”saya ceraikan kamu .” atau “kamu lepas”. Kata-kata ini menunjukan jatuhnya perceraian seketika, tanpa ada penangguhan atau tergantung pada suatu syarat tertentu.
            Talak munjaz itu dihukumi jatuh begitu keluar dari mulut, yaitu manakala syarat-syarat yang lain telah terpenuhi.
2)      Talak mudhaf
Talak mudhaf atau perceraian bertangguh ialah ucapan talak yang dikaitkan dengan waktu, bahwa apabila waktu yang dimaksud itu tiba maka terjadilah perceraian itu. Seperti kalau ada seorang suami berkata kepada istrinya, “kamu lepas besok, atau awal bulan depan, dst.”
3)      Talak mu’allaq
Talak mu’allaq atau perceraian bersyarat ialah talak yang digantungkan dengan suatu peristiwa yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Contohnya bila seorang suami mengucapkan talak dibarengi dengan kata syarat atau yang semakna dengannya, seperti jika, apabila, kapan dan lain-lain.
c.       Talak ditinjau dari pengaruhnya
1)      Talak raj’i
Talak raj’i ialah talak dimana suami masih tetap berhak mengembalikan istrinya kebawah perlindungannya selagi ‘iddahnya belum habis. Dan itu bisa ia lakukan dengan semata keinginan untuk ruju’ dengannya. Allah ta’ala berfirman dalam al-qur’an “
            ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/  
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (Q.S Al-Baqarah ayat 229)
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 Ÿwur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3tƒ $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#ur& $[s»n=ô¹Î) 4  
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. (Q.S Al-Baqarah ayat 228)
[142] Quru' dapat diartikan suci atau haidh.

2)      Talak bain
a)      Talak bain sughra
Yaitu talak yang kurang dari tiga kali, maksudnya, setelah seorang lelaki menjatuhkan talaknya yang pertama satu kali kepada isterinya, kemudian sampai habisnya ‘iddah tidak juga ia merujuk istrinya, maka dengan habisnya ‘iddah itu, dengan sendirinya dinamakanlah talak itu talak ba’in. Dan ini terjadi setelah dijatuhkannya talak pertama kali, maka dinamakan bain sughra.
b)      Talak ba’in kubra
Yaitu talak yang ketiga kalinya. Dengan jatuhnya talak yang ketiga ini maka berpisahlah seorang wanita dari suaminya sama sekali. Karena talak yang pertama dan kedua adalah merupakan percobaan dan ujian.[9]












KESIMPULAN
a.       Ihdad 
 ‘Iddah adalah dari kata  عَدَّ ,artinya menghitung. Sedangkan maksudnya dalam fiqih ialah, bahwa setelah bercerai dengan suaminya, maka seorang wanita masih tetap harus menunggu beberapa hari dimana ia belum boleh kawin dengan orang lain sebelem masa penantian itu habis.
b. Talak
Menurut bahasa, talak berati menceraikan atau melepaskan. Sedangkan menurut syara, yang dimaksud talak ialah memutuskan tali perkawinan yang sah, baik seketika atau dimasa yang mendatang oleh pihak suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang menggantikan kedudukan kata-kata tersebut.
Rukun dan Syarat talak
Rukun talak ada empat, sebagai berikut :
5)      Suami
6)      Istri
7)      Sighat talak
8)      Qashdu
d.      Talak ditinjau dari segi sighatnya
3)      Talak tegas
4)      Talak sindiran
e.       Talak ditinjau dari waktu terjadinya
4)      Talak munjaz
5)      Talak mudhaf
6)      Talak mu’allaq
f.       Talak ditinjau dari pengaruhnya
b.      Talak raj’i
c.       Talak bain
c)      Talak bain sughra
d)     Talak ba’in kubra

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Asro sosroadmojo dan wasit aulawi. 1975. Hukum perkawinan di indonesia. Jakarta: Bulan Bintang
Ibrahim muhammad al jamal.fiqih wanita, (semarang  :asy-syifa’, 1986), hal 435
Abdul rahman ghozali.fiqh munakahat, (jakarta  :kencana, 2008), hal 304
Idris ramulyo. Hukum perkawinan islam, (jakarta  :bumi aksara, 2004), hal 102
Abdul rahman ghozali.fiqh munakahat, (jakarta  :kencana, 2008), hal 201-204


[1] Ibrahim muhammad al jamal.fiqih wanita, (semarang  :asy-syifa’, 1986), hal 434
[2] Asro sosroadmojo,wasit aulawi. Hukum perkawinan di indonesia, (Jakarta  :Bulan Bintang, 1975), hal 70-71
[3] Ibrahim muhammad al jamal.fiqih wanita, (semarang  :asy-syifa’, 1986), hal 435
[4] Ibrahim muhammad al jamal.fiqih wanita, (semarang  :asy-syifa’, 1986), hal 435-438
[5] Abdul rahman ghozali.fiqh munakahat, (jakarta  :kencana, 2008), hal 304
[6] Ibrahim muhammad al jamal.fiqih wanita, (semarang  :asy-syifa’, 1986), hal 386
[7] Idris ramulyo. Hukum perkawinan islam, (jakarta  :bumi aksara, 2004), hal 102
[8] Abdul rahman ghozali.fiqh munakahat, (jakarta  :kencana, 2008), hal 201-204
[9] Ibrahim muhammad al jamal.fiqih wanita, (semarang  :asy-syifa’, 1986), hal 397-412

Tidak ada komentar:

Posting Komentar