TELAAH MATA
PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI TINGKAT SMP/MTS DAN SMA/MA BIDANG
FIQIH (IBADAT)
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Terstruktur Pada
Mata kuliah
Telaah
Kurikulum

Oleh:kelompok 8
Muhammad Yasin :
2014.1902
Alfadhilatu Ahmad : 2014.1839
Dosen pengampu:
Wilrahmi
Izzati., S.Pd.I, MA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1438 H / 2016 M
PENDAHULUAN
Pendididikan
Islam adalah pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan
hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahkan ajaran
dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan,
program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari
pengembangan sistem pendidikan Islam.
Dalam
kurikulum pendidikan agama islam itu harus memperhatikan betul sisi sikap dan
budi pekerti anak, maka dari itu di dalam makalah ini kami membahas tentang Telaah
Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Tingkat Smp/Mts dan Sma/Ma
Bidang Fiqih (Ibadat) dengan sub judul :
A. Pengertian Telaah Pendidikan Agama dan Pendidikan Budi
Pekerti Tingkat SMP/MTs dan SMA/MA
B. Pengembangan Kurikulum PAI
C. Mencermati
Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Perguruan Tinggi
D. Pendidikan
Agama Dalam Sorotan
E. Pengembangan
Kurikulum PAI Menatap Inovasi Pendidikan
F. Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
G. Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
TELAAH MATA
PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI TINGKAT SMP/MTS DAN SMA/MA BIDANG
FIQIH (IBADAT)
A. Pengertian Telaah Pendidikan Agama dan Pendidikan Budi
Pekerti Tingkat SMP/MTs dan SMA/MA
Telaah adalah penyelidikan;
kajian; pemeriksaan; penelitian.[1] Kurikulum adalah rencana
tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi
yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai
kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik,
serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta
didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.[2]
Pendidikan berusaha
mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu
perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal seperti:
konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain
perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Demikian pula individu jangan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan
lingkungan sesamanya.[3]
Kurikulum adalah rencana
tertulis tentang kemampuan yang harus dimilki berdasarkan standar nasional,
materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk
mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan
tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peratuaran yang
berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembagkan potensi
dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Pendidikan berusaha
mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu
diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti: konsep,
prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu
mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian pula
individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan
sesamanya.
B. Pengembangan Kurikulum PAI
Indonesia terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang
dihuni berbagai suku bangsa yang mempunyai berbagai macam adat-istiadat,
bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan sebagainya.
Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat,
laut, flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan sumber
daya alam. Kebudayaan nasional yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan
daerah yang luhur beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku
manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan
industri, kerajinan, industri rumah tangga, jasa pertanian (agro industri dan
agro bisnis) perkebunan perikanan, peternakan, pertanian hortikultura
(sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan),
kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuaian,
keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis. Kurikulum selain mengacu pada
karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya juga
mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.[4]
Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut,
maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
dapat diartikan sebagai:
1.
kegiatan
menghasilkan kurikulum PAI;
2.
peroses
yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum
PAI yang lebih baik;
3.
kegiatan
penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam
realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami
perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma
sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Hal ini dapat dicermati dari
fenomena berikut:
1.
perubahan
dari tekanan pada hapalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran- ajaran
Agama Islam, serta disiplin mental spritual sebagaimana pengaruh dari Timur
Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk
mencapai tujuan pembelajaran PAI;
2.
perubahan
dari cara berpikir normatif, kepada cara berpikir historis dan kontekstual
dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam;
3.
perubahan
dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya
kepada proses atau metodologinga sehingga menghasilkan produk tersebut;
4.
perubahan
pada pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar
dalam memilih dan menyusun kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari
para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan PAI
dan cara-cara mencapainya.[5]
C. Mencermati
Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Perguruan Tinggi
Pemahaman
tenang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah/perguruan tinggi dari dua sudut
pandangan, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai
aktivitas,berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang
atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan
menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan
keterampilan hidup, baik yang bersifat manual(petunjuk praktis) maupun mental
dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
Sedangkan PAI sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang
atau lebih dan/atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu
pandanga hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam,
yang diwujudkan dalam sikap hidup keterampilan hidup pada salah satu atau
beberapa pihak (muhaimin, et.al, 2001).
Persoalan
manajemen kurikulum dan pembelajaran yang sangat berbeda antara Kurikulum 2004
dengan Kurikulum 2006. Kedua persoalan ini akan sangat dirasakan oleh para guru
pengajarnya karena mereka adalah perencana, pelaksana dan penilai pembelajaran.
Merekalah yang akan dibingungkan setiap hari dalam melaksanakan tugasnya. Jadi,
sekali lagi, jika perbedaan antara kedua kurikulum tersebut sangat sugnifikan.
Dan para guru adalah “korban” pertama dari perubahan kurikulum ini.
Pengembangan
pendidikan agama Islam di Indonesia yang dipresentasikan oleh para ahli dan
pemerhati pendidikan Islam, baik melalui tulisan-tulisan mereka di berbagai
buku, majalah, jurnal, dan sebagainyamaupun melalui kegiatan seminar, penataran
dan lokakarya, serta kegiatan lainnya, telah memperkaya wawasan dan visi kita
dalam pendidikan agama Islam di Indonesia. Berbagai pemikiran dan pengalaman
mereka perlu dipotret, ditata, dan didudukkan dalam suatu paradigma, sehingga
model-model, orientasi dan langkah-langkah yang hendak dituju menjadi semakin
jelas. Lagipula kalau sesorang hendak melakukan pengembanga dan penyempurnaan,
maka kata kuncinya sudahdapat dipegang, sehingga tidak akan terjadinya salah
letak, arah dan langkah, yang pada gilirannya dapat menimbulkan sikap
overacting dalam menyingkapi paradigma tertentu.
D. Pendidikan
Agama Dalam Sorotan
Undang-undang
nomor 14 tahun 2005 merupakan jaminan untuk meningkatkan output mutu
pendidikan. Memang substansi UU tersebut secara langsung menyangkut jaminan
karier dan jaminan perbaikan nasib para guru dan dosen, tetapi sebenarnya
misalnya jauh lebih besar pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
tunas-tunas muda bangsa.[6]
Bangsa
Indonesia masih sedang mengalami suasan keprihatinana yang bertubi-tubi. Hasil
survei menunjukkan bahwa negeri kita masih bertengger dalam jajaran negara yang
paling korup di dunia, KKN melanda di berbagai intuisi, disiplin makin
longgarsemakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, aarchisme,
premanisme, konsumsi minuman keras dan narkoba sudah melanda di kalangan
pelajar dan mahasiswa. Masyarakat kita juga cenderung mengarah pada masyarakat
paguyuban (gemeinschaft) sudah ditinggalkan, yang tampak di permukaan adalah
timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok,
agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.
Hasil survey
dari Internasional Country Risk Guide Index (ICRGI), sejak tahun 1992 hingga
2000. negara-negara yang matoritas penduduknya beragama Islam, Kristen,
Hindu/Budha atau lainnya banyak yang indeks korupsinya tinggi (di atas 7),
seperti Indonesia (sekarang 9,25), Pakistan, Banglades, Nigeria, Rusia,
Argentina, Meksiko, Filipina, Kolombia, dan Thailand. Sebaliknya, ada pula
negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Kristen, atau lainnya,
seperti Iran, Arab Saudi< Syiria, AS, Kanada, Inggris, dan lain-lain, indeks
korupsinya rendah.
Timbulnya
krisis akhlak atau moral bukan hanya disebabkan karena kegagalan pendidikan
agama. Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan pendidikan merupakan
suatu proses penanaman dan pengembangan seperangkat nilai dan norma yang
implisit dalam setiap bidan studi sekaligus gurunya, maka tugas mendidik akhlak
yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru PAI an sich.
Apalagi iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan persyaratan utama
bagi setiap guru/dosen, yang secara praktis akan berimplikasi pada keharusan
setia guru/dosen untuk mengimplisitkan nilai-nilai akhlak yang mulia dalam
setiap bidang studi yang dipelajari oleh dan diajarkan kepada peserta didik.
Pandangan semacam ini juga dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih (330 H/940 M – 421
H/1030 M), bahwa setiap ilmu atau mata pelajaran yang diajarakan oleh
guru/pendidik harus memperjuangkan terciptanya akhlak yang mulia.
Jika krisis
akhlak atau moral merupakan pangkal dari krisis multi-dimensional, sedangkan
pendidikan agama Islam banyak menggarap masalah akhlak, maka perlu ditelaah apa
yang menjadi penyebab titik lemah dari pendidikan agama tersebut. Melalui
kajian tersebut diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pelaksana
pendidikan agama Islam, dan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan,
sekaligus sebagai wacana pengembangan pendidikan agama Islam yang perlu
diteliti lebih lanjut oleh para ilmuan dan pemerhati pendidikan agama Islam.
E. Pengembangan
Kurikulum PAI Menatap Inovasi Pendidikan
Indonesia
terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang dihuni oleh berbagai bangsa yang
mempunyai berbagai macam adat-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepecayaan,
dan sebagaunya. Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut,
flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan SDA.
Kebudayaan nasional yag didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang
luhur beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan
masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri dan
agrobisnis, perkebunan, perikanan, petenakan, pertanian hortikultura
(sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan),
kepriwasatiaan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuasian,
keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis. Kurikulum selain mengacu pada
kareteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya yang
mengaju kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
F. Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
Secara
teknis, penerapan pendidikan budi
pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat
alternatif strategi secara terpadu.[7]
1.
Strategi pertama ialah dengan
mengintegrasikan konten kurikulum
pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata
pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan, dan
bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
2.
Strategi kedua ialah dengan
mengintegrasikan pendidikan budi
pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
3.
Strategi ketiga ialah dengan
mengintegrasikan pendidikan budi
pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
4.
Strategi keempat ialah dengan
membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta
didik.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti
dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:[8]
1.
Keteladanan
Dalam
kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga
pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di
sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya,
maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan
murid-muridnya.
Begitu juga
ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada
murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih
dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tanpa
keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan
sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral
yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa
makna.
2.
Kegiatan
spontan
Kegiatan
spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku
peserta didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta
sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain,
berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap
peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral atau
budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua orang
siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru
dapat memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling
menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga
budaya.
3.
Teguran.
Guru perlu
menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar
mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah
laku mereka.
4.
Pengkondisian
lingkungan.
Suasana
sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat
menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya
ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi
pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah
yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap
peserta didik.
5.
Kegiatan
rutin.
Kegiatan
rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus
dan konsisten setiap saat.
G. Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Di
dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis;
pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan karakteristik PAI
sebagaimana uraian pada bab terdahulu, maka pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam (PAI) dapat menggunakan pendekatan eklektrik, yakni dapat memilih
yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.[9]
1.
Pendekatan
subjek akademis
Pendekatan Subjek Akademis dalam menyusun kurikulum atau
program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.
Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistenmatisasi tertentu yang berbeda dengan
sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan
dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mta kuliah apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan
disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
2.
Pendektan Humanistis
Pendekatan
humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide
“memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia
untuk menjadi lebih manusia, untuk memperitnggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar
teori, dasar evaluasi dan dasar pengembaangan program pendidikan.
Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan
guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran;
atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisaskan
dan mengembangkan potensi-potensinya. Adapun menjadikan peserta didik sebagai pendengar
melalui metode ceramah dilakukan pada tahap berikutnya, yang berfungsi sebagi
konfirmasi atau memperkuat apa yang dipelajari peserta didik, atau mediator bila
terdapat pendangan-pandangan yang kontroversial, atau mungkin peserta didik
sudah sangat memerlukan bantuan penjelasan guru, demikian seterusnya.
3.
Pendekatan teknologis
Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan pendidikan bertolak
dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas
tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan stratergi
belajarnya ditetapkan sesuai analisis tugas tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang saat ini
sedang digalakkan di sekolah/madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis.
4.
Pendekatan
Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi
masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta
bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.[10]
KESIMPULAN
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian. Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan
yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari
dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut
dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat
peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam
mengambangkan potensi dirinya pada satuan.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
dapat diartikan sebagai kegiatan menghasilkan kurikulum PAI; peroses yang
mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI
yang lebih baik; kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan
penyempurnaan kurikulum PAI.
Secara
teknis, penerapan pendidikan budi
pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat
alternatif strategi secara terpadu. Strategi pertama ialah dengan
mengintegrasikan konten kurikulum
pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata
pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan, dan
bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah). Strategi kedua ialah
dengan mengintegrasikan pendidikan
budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah. Strategi
ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan
budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan. Strategi
keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan
orang tua peserta didik.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti
dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui: Keteladanan, Kegiatan spontan, Teguran, Pengkondisian
lingkungan, Kegiatan rutin, Terdapat 4 pendekatan
yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek
akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan
karakteristik
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dakir. (2004), Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Pendidikan
Nasional. (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, Jakarta:
Balai Pustaka
Dodi Nandika, (2007), Pendidikan Ditengah Gelombang Perubahan,
Jakarta: Pustaka LP3ES
Hamalik Oemar, (2003)
Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://rijono.wordpress.com/2008/02/28/kurikulum-2004-kbk-kurikulum-2006-ktsp-memang-berbeda-secara-signifikan/, (diakses pada tanggal 19 Nov 2016
22:20 WIB)
Nanang Fatah, (2006),
Landasan Pengembangan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Muhaimin, (2007), Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafido Persada
[2] Departemen Pendidikan
Nasional. (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, Jakarta:
Balai Pustaka, hal. 237
[9] http://rijono.wordpress.com/2008/02/28/kurikulum-2004-kbk-kurikulum-2006-ktsp-memang-berbeda-secara-signifikan/, (diakses pada tanggal 19 Nov 2016
22:20 WIB)
[10] Muhaimin, (2007), Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafido Persada, hal. 98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar