Rabu, 13 Desember 2017

TELAAH KURIKULUM

TELAAH MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI TINGKAT SMP/MTS DAN SMA/MA BIDANG FIQIH (IBADAT)

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata kuliah
Telaah Kurikulum



Oleh:kelompok 8
                                        Muhammad Yasin                  : 2014.1902
                                        Alfadhilatu Ahmad                : 2014.1839


Dosen pengampu:
Wilrahmi Izzati., S.Pd.I, MA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT

1438 H / 2016 M

PENDAHULUAN
Pendididikan Islam adalah pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam.
Dalam kurikulum pendidikan agama islam itu harus memperhatikan betul sisi sikap dan budi pekerti anak, maka dari itu di dalam makalah ini kami membahas tentang Telaah Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Tingkat Smp/Mts dan Sma/Ma Bidang Fiqih (Ibadat) dengan sub judul :
A.    Pengertian Telaah Pendidikan Agama dan Pendidikan Budi Pekerti Tingkat SMP/MTs dan SMA/MA
B.     Pengembangan Kurikulum PAI
C.     Mencermati Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Perguruan Tinggi
D.    Pendidikan Agama Dalam Sorotan
E.     Pengembangan Kurikulum PAI Menatap Inovasi Pendidikan
F.      Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
G.    Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum PAI



TELAAH MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI PEKERTI TINGKAT SMP/MTS DAN SMA/MA BIDANG FIQIH (IBADAT)
A.    Pengertian Telaah Pendidikan Agama dan Pendidikan Budi Pekerti Tingkat SMP/MTs dan SMA/MA
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian.[1] Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.[2]
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal seperti: konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Demikian pula individu jangan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.[3]
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimilki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peratuaran yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembagkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti: konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Demikian pula individu juga makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungan sesamanya.
B.     Pengembangan Kurikulum PAI
Indonesia terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang dihuni berbagai suku bangsa yang mempunyai berbagai macam adat-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan sebagainya.
Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut, flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan sumber daya alam. Kebudayaan nasional yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri, kerajinan, industri rumah tangga, jasa pertanian (agro industri dan agro bisnis) perkebunan perikanan, peternakan, pertanian hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan), kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuaian, keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis. Kurikulum selain mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.[4]
Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut, maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai:
1.      kegiatan menghasilkan kurikulum PAI;
2.      peroses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik;
3.      kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan–perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang.
Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut:
1.      perubahan dari tekanan pada hapalan dan daya ingat tentang teks-teks dari ajaran- ajaran Agama Islam, serta disiplin mental spritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI;
2.      perubahan dari cara berpikir normatif, kepada cara berpikir historis dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam;
3.      perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinga sehingga menghasilkan produk tersebut;
4.      perubahan pada pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun kurikulum PAI kearah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidensifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[5]
C.     Mencermati Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Perguruan Tinggi
Pemahaman tenang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah/perguruan tinggi dari dua sudut pandangan, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai aktivitas,berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual(petunjuk praktis) maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dan/atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandanga hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak (muhaimin, et.al, 2001).
Persoalan manajemen kurikulum dan pembelajaran yang sangat berbeda antara Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006. Kedua persoalan ini akan sangat dirasakan oleh para guru pengajarnya karena mereka adalah perencana, pelaksana dan penilai pembelajaran. Merekalah yang akan dibingungkan setiap hari dalam melaksanakan tugasnya. Jadi, sekali lagi, jika perbedaan antara kedua kurikulum tersebut sangat sugnifikan. Dan para guru adalah “korban” pertama dari perubahan kurikulum ini.
Pengembangan pendidikan agama Islam di Indonesia yang dipresentasikan oleh para ahli dan pemerhati pendidikan Islam, baik melalui tulisan-tulisan mereka di berbagai buku, majalah, jurnal, dan sebagainyamaupun melalui kegiatan seminar, penataran dan lokakarya, serta kegiatan lainnya, telah memperkaya wawasan dan visi kita dalam pendidikan agama Islam di Indonesia. Berbagai pemikiran dan pengalaman mereka perlu dipotret, ditata, dan didudukkan dalam suatu paradigma, sehingga model-model, orientasi dan langkah-langkah yang hendak dituju menjadi semakin jelas. Lagipula kalau sesorang hendak melakukan pengembanga dan penyempurnaan, maka kata kuncinya sudahdapat dipegang, sehingga tidak akan terjadinya salah letak, arah dan langkah, yang pada gilirannya dapat menimbulkan sikap overacting dalam menyingkapi paradigma tertentu.
D.    Pendidikan Agama Dalam Sorotan
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 merupakan jaminan untuk meningkatkan output mutu pendidikan. Memang substansi UU tersebut secara langsung menyangkut jaminan karier dan jaminan perbaikan nasib para guru dan dosen, tetapi sebenarnya misalnya jauh lebih besar pada peningkatan kualitas sumber daya manusia tunas-tunas muda bangsa.[6]
Bangsa Indonesia masih sedang mengalami suasan keprihatinana yang bertubi-tubi. Hasil survei menunjukkan bahwa negeri kita masih bertengger dalam jajaran negara yang paling korup di dunia, KKN melanda di berbagai intuisi, disiplin makin longgarsemakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan, aarchisme, premanisme, konsumsi minuman keras dan narkoba sudah melanda di kalangan pelajar dan mahasiswa. Masyarakat kita juga cenderung mengarah pada masyarakat paguyuban (gemeinschaft) sudah ditinggalkan, yang tampak di permukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.
Hasil survey dari Internasional Country Risk Guide Index (ICRGI), sejak tahun 1992 hingga 2000. negara-negara yang matoritas penduduknya beragama Islam, Kristen, Hindu/Budha atau lainnya banyak yang indeks korupsinya tinggi (di atas 7), seperti Indonesia (sekarang 9,25), Pakistan, Banglades, Nigeria, Rusia, Argentina, Meksiko, Filipina, Kolombia, dan Thailand. Sebaliknya, ada pula negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Kristen, atau lainnya, seperti Iran, Arab Saudi< Syiria, AS, Kanada, Inggris, dan lain-lain, indeks korupsinya rendah.
Timbulnya krisis akhlak atau moral bukan hanya disebabkan karena kegagalan pendidikan agama. Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan pendidikan merupakan suatu proses penanaman dan pengembangan seperangkat nilai dan norma yang implisit dalam setiap bidan studi sekaligus gurunya, maka tugas mendidik akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru PAI an sich. Apalagi iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan persyaratan utama bagi setiap guru/dosen, yang secara praktis akan berimplikasi pada keharusan setia guru/dosen untuk mengimplisitkan nilai-nilai akhlak yang mulia dalam setiap bidang studi yang dipelajari oleh dan diajarkan kepada peserta didik. Pandangan semacam ini juga dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih (330 H/940 M – 421 H/1030 M), bahwa setiap ilmu atau mata pelajaran yang diajarakan oleh guru/pendidik harus memperjuangkan terciptanya akhlak yang mulia.
Jika krisis akhlak atau moral merupakan pangkal dari krisis multi-dimensional, sedangkan pendidikan agama Islam banyak menggarap masalah akhlak, maka perlu ditelaah apa yang menjadi penyebab titik lemah dari pendidikan agama tersebut. Melalui kajian tersebut diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pelaksana pendidikan agama Islam, dan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan, sekaligus sebagai wacana pengembangan pendidikan agama Islam yang perlu diteliti lebih lanjut oleh para ilmuan dan pemerhati pendidikan agama Islam.
E.     Pengembangan Kurikulum PAI Menatap Inovasi Pendidikan
Indonesia terdiri lebih dari 3500 buah pulau yang dihuni oleh berbagai bangsa yang mempunyai berbagai macam adat-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepecayaan, dan sebagaunya. Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut, flora, fauna, dan berbagai hasil tambang yang kesemuanya merupakan SDA. Kebudayaan nasional yag didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri dan agrobisnis, perkebunan, perikanan, petenakan, pertanian hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan), kepriwasatiaan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuasian, keselarasan, dan keseimbangan yang dinamis. Kurikulum selain mengacu pada kareteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya yang mengaju kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
F.      Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu.[7]
1.      Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
2.      Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
3.      Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
4.      Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:[8]
1.      Keteladanan
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya.
Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
2.      Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral atau budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru dapat memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan juga budaya.
3.      Teguran.
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
4.      Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap peserta didik.
5.      Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat.
G.    Pendekatan-pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan karakteristik PAI sebagaimana uraian pada bab terdahulu, maka pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat menggunakan pendekatan eklektrik, yakni dapat memilih yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan karakteristiknya.[9]
1.      Pendekatan subjek akademis
Pendekatan Subjek Akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistenmatisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mta kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek AL-Quran/Hadis, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Alquran-Hadis, Fiqih, Akidah-Akhlak, dan Sejarah (kebudayaan) Islam.
2.      Pendektan Humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih manusia, untuk memperitnggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembaangan program pendidikan.
Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memposisikan guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran; atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar, mengaktualisaskan dan mengembangkan potensi-potensinya. Adapun menjadikan peserta didik sebagai pendengar melalui metode ceramah dilakukan pada tahap berikutnya, yang berfungsi sebagi konfirmasi atau memperkuat apa yang dipelajari peserta didik, atau mediator bila terdapat pendangan-pandangan yang kontroversial, atau mungkin peserta didik sudah sangat memerlukan bantuan penjelasan guru, demikian seterusnya.
3.      Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan stratergi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tugas tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang saat ini sedang digalakkan di sekolah/madrasah termasuk dalam kategori pendekatan teknologis.
4.      Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.[10]


KESIMPULAN
Telaah adalah penyelidikan; kajian; pemeriksaan; penelitian. Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut dan evaluasi yang perlu pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengambangkan potensi dirinya pada satuan.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai kegiatan menghasilkan kurikulum PAI; peroses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu. Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah). Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah. Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan. Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui: Keteladanan, Kegiatan spontan, Teguran, Pengkondisian lingkungan, Kegiatan rutin, Terdapat 4 pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis; dan pendekatan karakteristik

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dakir. (2004), Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, Jakarta: Balai Pustaka
Dodi Nandika, (2007), Pendidikan Ditengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES
Hamalik Oemar, (2003) Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nanang Fatah, (2006), Landasan Pengembangan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Muhaimin, (2007), Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafido Persada


[1] Dakir. (2004), Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 78
[2] Departemen Pendidikan Nasional. (2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 237
[3] Nandika Dodi, (2007), Pendidikan Ditengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES, hal. 13
[4] Oemar Hamalik, (2003), Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 52
[5] Oemar Hamalik, Ibid, hal 55
[6] Nandika Dodi, (2007), Op, Cit., hal.23
[7] Fatah Nanang, (2006), Landasan Pengembangan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 75
[8] Fatah Nanang, Ibid, hal. 80
[10] Muhaimin, (2007), Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafido Persada, hal. 98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar