HAKIKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur pada mata kuliah
FILSAFAT PENDIDIKAN

DisusunOleh : Kelompok 2
Alfadilatu Ahmad 2014.1839
Samiin
2014.1872
Dosen Pembimbing
:
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN
STAIPIQ SUMATERA BARAT
2016
M/1437
H
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya dilahirkan ke
dunia sebagai bayi yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa pertolongan orang
lain. Namun, manusia sejak lahir telah memiliki potensi dasar (fitrah) yang
harus dikembangkan dalam sebuah lingkungan melalui bantuan orang lain. Oleh
karena itu, manusia sangat membutuhkan pendidikan guna keberlangsungan dalam
menjalani kehidupannya.
Dengan pendidikan manusia akan
berkembang menjadi yang lebih dewasa. Karena pendidikan merupakan upaya
pendewasaan manusia yaitu untuk membimbing manusia agar lebih bertanggung
jawab. Dan dengan pedidikan manusia dapat mengembangkan potensinya dan mampu
mengakses ilmu pengetahuan yang tinggi guna meningkatkan kualitas sumber daya
insaninya. Dengan demikian manusia mampu memerankan akal budinya secara
naluriah untuk meraih sejauh-jauhnya hikmah – kearifan yang lebih tinggi dari
sekedar ilmu pengetahuan.
Proses kehidupan manusia tidak lepas
dari pemikiran-pemikiran manusia akan suatu hal atau fenomena yang terjadi.
Manusia memliki akal sebagai potensi berfikir yang senantiasa bergolak mencari
kebenara-kebenaran yang tentunya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi,
sehingga pemikirannya dapat berubah-ubah atu relative tentang suatu hal. Oleh
karena itu butuh pendidikan filsafat sebagai pijakan dalam berpikir guna
mengarahkan pemikiran yang lebih bijakana. Maka dari itu untuk lebih jelas kami
akan mencoba menguraikan mengenai :
a. Hakikat
manusia dalam pandangan filsafat pendidikan.
b. Hubungan
antara filsafat, manusia dan pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat
manusia disebut antropologi filsafat. Hakekat berarti adanya berbicara mengenai
apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu : aliran serba zat,
aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme.
1. Aliran
Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang
sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau
materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat
atau materi.
2. Aliran
Serba Ruh
Aliran ini berpendapat bahwa segala
hakekat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah
ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan
hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh (
Gazalba, 1992: 288 ). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih
berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam
kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya
pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian
aliran ini menganggap ruh itu ialah hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan
atau bayangan.
3. Aliran
Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu
pada hakekatnya terdiri dari dua substransi yaitu jasmani dan rohani.
Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya
tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, dan ruh
tidak berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua,
jasat dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana
keduanya saling mempengaruhi.
4. Aliran
Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berfikir tentang
hakekat manusia merupakan kewajiban eksistensi atau perwujudan sesungguhnya
dari manusia. Jadi intinya hakekat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia
secara menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau
serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi
eksistensi manusia itu sendiri didunia ini. Filsafat berpandangan bahwa hakekat
manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan ruh. Islam
secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan
alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh allah, dijelaskan bahwa proses
perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material. Pendirian
islam bahwa manusia terdiri dari substansi yaitu materi dari bumi dan ruh yang
berasal dari tuhan, maka hakekat pada manusia adalah ruh sedang jasadnya
hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi tersebut
tidak dapat dikatakan manusia.[1]
Pandangan
tentang hakekat manusia ini poespoprodjo mengemukakan bahwa:
a) Hakekat
manusia haruslah diambil dengan seluruh bagiannya yaitu bagian esensional
manusia, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik (
badan dan jiwa ) juga semua bagian yang integral ( anggota-anggota badan dan
pelengkapannya ). Manusia wajib menguasai hakekatnya yang kompleks dan
mengendalikan bagian bagian tersebut agar bekerja secara harmonis. Manusia
menurut hakekatnya adalah hewan dan harus hidup seperti hewan ia wajib menjaga
badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi hewan yang berakal budi dan ia
harus juga hidup seperti makhluk yang berakal budi.
b) Hakekatnya
manusia harus diambil dengan seluruh nisbahnya, seluruh kaitannya tidak hanya
terdapat keselarasan batin antara bagian-bagian dan kemampuan –kemampuan yang
membuat manusia itu sendiri, tetapi juga harus terdapat keselarasan antara
manusia dengan lingkungannya.
Keberadaan manusia dimuka bumi suatu
yang menarik. sebab selain manusia itu sendiri selalu menjadi pokok
permasalahan, juga dapat dilihat bahwa segala peristiwa apapun yang terjadi
didunia ini dan masalah apapun yang harus dipecahkan dibumi ini, pada intinya
dan akhirnya berhubungan juga dengan manusia. untuk itu usaha mempelajari
hakikat manusia memerlukan pemikiran yang filosofis. karena setiap manusia akan
selalu berfikir tentang dirinya sendiri. namun tingkat pemikiran itu selalu
mempunyai perbedaan (nawawi ,1993:65). Hal itu disadarkan pada pemikiran bahwa
selain sebagai subyek pandidikan, manusia merupakan objek pendidikan itu
sendiri.[2]
Pandangan
Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia
Hampir semua disiplin itu pengetahuan
dalam bahasannya berusaha menyelidiki dan dan mengerti tentang makhluk yang
bernama manusia. Secara khusus tujuan-tujuan pendidikan adalah memahami dengan
mendalam tentang hakekat manusia itu sendiri. Aritoteles (384-32 SM) mengatakan
bahwa manusia itu adalah hewan berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya
yang berbicara berdasarkan akal pikirannya ( Zaini dan ananto, 1986 :4) hal itu
tentu saja dengan tetap menilai seperangkat perbedaan antara manusia dengan
hewan itu secara umum.
Menurut tinjauan islam, manusia adalah
pribadi atau individu, yang berkeluarga dan selalu bersilaturrohmi dan mengabdi
Tuhan. Manusia juga adalah pemeliharaan alam sekitar, wakil Allah SWT. Diatas
permukaan bumi ini( Muntasir, 1985 : 5). Manusia dalam pandangan islam selalu
berkaitan dengan kisah tersendiri, tidak hanya sebagai hewan tingkat tinggi
yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, berbicara. Islam memandang
manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan sengan hewan. Dan makhluk ciptaan
Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnyadan indranya
agar tidak salah memahami mana kebenaran yang sesungguhnya dan mana kebenaran
yang dibenarkan, atau dianggap benar (jalaludin dan usman said , 1994: 28).
Kepribadian
Manusia Dan Pendidikan
Manusia merupakan salah satu dari
berbagai jenis makhluk hidup, yang sudah ribuan abad lamanya menghuni
bumi sebagai satu-satunya planet yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai
tempat hidupnya. Sebelum menjadi proses pendidikan diluar dirinya , manusia
cenderung pada awalnya berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri.
Pendidikan dimaksud , manusia berusaha mengerti dan mencari hakekat kepribadian
tentang siapa mereka yang sebenarnya.
Dalam kondisi ilmu mantiq ( logoka
berfikir ) manusia dikenal dengan sebutan Al- insani hayawaanun nathiq (
manusia adalah hewan yang berfikir ). Berfikir pada batasnya ini
maksudnya berkata-kata, dan mengeluarkan pendapat serta fikiran ( anshari, 1982
: 4 ). Pada perjalanan proses pendidikan, peranan efektif terhadap pembinaan
kepribadian manusia dapat melalui lingkungan dan juga didukung oleh faktor
pembawaan sejak manusia mulai dilahirkan. Dalam kaitan ini perlu ditinjau
tentang teori natifisme, empirisme dan konfergensi. Pada dasarnya tujuan
pendidikan secara umum adalah untuk membina kepribadian manusia secara sempurna
. pengertian kriteria sempuna ditentukan oleh masing-masing pribadi ,masyarakat
,bangsa suatu tempat dan waktu. Pendidikan yang terutama dianggap sebagai
transfer kebudayaan , pengembangan ilmu pengetauan akan membawa manusia
mengerti dan memahami lebih luas tentang masalah seperti itu. Dengan demikian
ilmu pengetahuan memiliki nilai-nilai praktis di dalam kehidupan,baik sebagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat.
Masalah
Rohani Dan Jasmani
Terlalu banyak sebutan dan istilah yang
diberikan untuk makhluk-makhluk berakal pikiran ciptaan Tuhan, seperti homo
sapiens, homo rasionli, animal social, al-insan dan lain sebagainya. Bentuk
sebutan itu mencerminkan keragaman sifat dan sikap manusia. hal itu dapat
terjadi karena didalam diri manusia itu sendiri terdapat enam rasa yang menjadi
satu, yaitu rasa intelek, rasa agama, rasa susila, rasa sosial, rasa seni dan
rasa harga diri/sifat ke-aku-an(muhaimin:63).
Maka tidak heran kalau sejak dulu
manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan antara unsur manusia yang
bersifat lahiriah dan maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani bependapat
bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus, yang dapat meninggalkan badan.
Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya yang tinggi, meluncur
keangkasa luar dan tidak mati, sebagai mana ungkapan phytagoras kepada
diasgenes(umar,1984:223).
B. Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan.
Manusia
dan Filsafat
Manusia adalah hewan yang berakal sehat,
yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the
animal that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo politicon,
political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat serta mempunyai
kampung halaman dan negara.[3]
Karena manusia itu memiliki akal pikiran
yang senantiasa bergolak dan berfikir, dan karena situasi dan kondisi alam
dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa
penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menentang dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal
yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak,
dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah, dan
melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku diatas permukaanya. Dan didalam siang
dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan,
sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati dan sebagainya,
yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia.
Filsafat
dan Teori Pendidikan
Sebenarnya kita ketahui, ilmu jiwa bagi
ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang amat bernilai., sama dengan
praktek tanpa teori, pendidikan tanpa mengerti untuk apa, bagaimana dan mengapa
manusia dididik. Tanpa pengertian atas manusia baik sifat-sifat
individualitasnya yang unik maupun potensi-potensi yang justru akan dibina,
Pendidikan akan salah arah. Bahkan pengertian yang baik, pendidikan akan
memperkosa kodrat manusia.[4]
Hubungan fungsional antara filsafat dan
teori pendidikan tersebut secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Filsafat dalam arti analisa, filsafat adalah salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan
dan menyusun teori-teori pendidikanya. Disamping mengunakan metoda-metoda
ilmiah lainya. Sementara itu dengan filsafat, sebagai pandangan tertentu
terhadap suatu objek, misalnya filsafat idealisme, realisme, materealisme dan
sebagainya. Akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam
teori-teori pendidikan yang dikembangkanya. Aliran filsafat tertentu akan
mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori
pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran fisafat tersebut.
2.
Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdsarkan dan menurut pandangan dan
aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya
mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah
dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan
kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Disamping
itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyrakat hidup dengan pandangan
dan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainya
dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Disinilah
letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan
teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut,
yang sesuai dengan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari
masyarakat.
3.
Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi
ilmu pengetahuan. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh
suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan
menimbulkanbentuk-bentuk dan gejalah-gejalah kependidikan yang tertentu pula.
Hal ini adalah merupakan data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat
tertentu.[5]
Kedudukan
Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat
mempunyai kedudukan sentral, asal atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula
merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk mencapai kebenaran
atau pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah
merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga
ingin memperhtikan hal-hal yang khusus.
ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya
dari filsafat, dengan rincian antara lain:
1)
Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.
2)
Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan
dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3)
Disamping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan
dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4)
Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua
ilmu pengetahuan.
5)
Filsafat juga memberikan metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
Kedudukan
Filsafat dalam kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran bagaimana
kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan
kembali pengetian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat mengandung pengertian
adalah suatu ikhtiar untuk berfikir secara radikal, dalam arti mulai dari
akarnya suatu gejala (hal kehendak permasalahan) sampai mencapai kebenaran yang
dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan
pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir
secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertama adalah tehadap dirinya
sendiri.
Kebenaran dalam pengetahuan yang
diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang diusahakan sesuai dengan
objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan berfikir (diatur oleh logika)
untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda, bersistem, dan berlaku
universal, sehingga dengan demikian filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari
ketetapan dan sebab-sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu (seluruh
dunia dan alam ini), sebagai pandangan hidup. Apabila pandangan ini mengenai
manusia adalah meliputi segala soal hidup manusia: pikiran, budi, tingkah laku
dan nilai-nilainya dan tujuan hidup manusia, baik didunia maupun sesudah
didunia ini tiada yang kemudian dikenal dengan sebutan pedoman hidup.[6]
KESIMPULAN
Manusia merupakan subyek pendidikan dan
sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk
mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak
tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia
mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa
indonesia, yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui
usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan
tinggi.
Dalam filsafat, pemahaman manusia
dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: pertama, masalah rohani dan
jasmani; Aliran Serba zat (Faham Materialisme), Aliran Serba Ruh, Aliran
Dualisme, dan Aliran Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi;
manusia sebagai makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk
sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga,
pandangan Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es
(the Id), bagian tengah atau das Ich (aku) dan bagian atas atau das UberIch
(superego). Keempat, sudut pandang asal-mula dan tujuan hidup manusia ;
kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada
causa prima (Tuhan) pula.
Hubungan antara Manusia,Filsafat, dan
Pendidikan Filsafat adalah induk dari ilmu pengetahuan (mater scientiarium)
yang melahirkan banyak ilmu pengetahuan yang membahas sesuai dengan apa yang
telah dikaji dan diteliti didalamnya. Dalam ilmu pengetahuan, filsafat
mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafat satu-satunya yan
telah mencapai kebenaran atau pengetahuan. Filsafat akan memberikan alternatif
mana yang paling baik untuk dijadikan pegangan manusia.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Jalaluddin
dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Anshari
Endang Saifuddin. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Prasetya.
2002. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Syam Muhammad Noor. 1984. Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional.
[1] jalaluddin, abdullah idi FILSAFAT PENDIDIKAN, (Jakarta :Gaya media pratama, 1997), hal 107-108
[2] Ibid., hal 108-109
[3]Anshari Endang
Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama .(Surabaya: Bina Ilmu 1982) Hal 5
[4]Noor Syam,
Mohammad. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. (Surabaya:Usaha
Nasional 1984) Cet ke-2 Hal 160-161
[5] Prasetya, FILSAFAT PENDIDIKAN, (Bandung
: Pustaka Setia, 2002), hal 151-152
[6] Ibid., hal 152-156
Tidak ada komentar:
Posting Komentar