Rabu, 13 Desember 2017

RETORIKA DAKWAH

MEMAHAMI METODE DAKWAH DAN KOMPETENSI DA,I
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Tersturuktur Pada Mata Kuliah

“Retorika Dakwah semester V1” PAI B



Disusun Oleh :
                                        Ahmad Bahri                        : 2014. 1834

                                        Sami,in                                   : 2014. 1846
                                        Alfadilatu Ahmad                 : 2014
                                        Yasriadi                                 : 2014
Dosen pembimbing:
Bujang Maulana, M.A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1438 H / 2017 M


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan, cara). Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam Kamus Bahasa Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkanpelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan metode adalah suatu cara yang sudah diatur dangan petimbangan yang matang untuk mencapai tujuan tertentu.[1]
Metode dakwah berarti : Suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan Sunnah dengan sistematis sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
            Berhubung dengan pengertian diatas, maka metode yang digunakan dalam mengajak haruslah sesuai dengan kondisi maupun tujuan yang akan dicapai. Pemakaian metode atau cara yang tidak benar merupakan keberhasilan dari dakwah itu sendirii. Namun bila metode yang digunakn dalam menyampaikannya tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak diharapkan.[2]
Bentuk Bentuk Metode Dakwah
Firman Allah SWT (AN-Nahl 125)
äí÷Š$#4n<Î)È@Î6yy7În/uÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ÏpsàÏãöqyJø9$#urÏpuZ|¡ptø:$#(Oßgø9Ï»y_urÓÉL©9$$Î/}Ïdß`|¡ômr&4¨bÎ)y7­/uuqèdÞOn=ôãr&`yJÎ/¨@|Ê`tã¾Ï&Î#Î6y(uqèdurÞOn=ôãr&tûïÏtGôgßJø9$$Î/ÇÊËÎÈ
Artinya:serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
            Ayat ini mennjelaskan, sekurang kurangnya ada tiga cara atu metode dalam dakwah, yakni Metode Dakwah Al-Hikmah, Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah dan Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan. Ketiga metode dakwah dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi oleh seorang da’I atau da’iyah di medan dakwahnya.[3]
a.      Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Menurut istilah Syar’i:
valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara’ dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
a. Menurut Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak makna atau dapat diartikan  meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
b. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:Artinya: Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.[4]
Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da’I dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.di samping itu juga, al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah.Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar belakang budaya, para da’I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan mampu masuk ke ruang hati para mad’u dengan tepat.Oleh karena itu para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da’I juga akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen. Kemampuan da’I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da’i yang sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata.Pemilihan kata adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.Da’I tidak boleh hanya sekedar menyampaikan ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah orang yang pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk mrnjadi contoh nyata umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan oleh seorang da’i.dengan amalan nyata yang bisa langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da’I tidak terlalu sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari sekedar berbicara.[5]
b.      Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Term mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah mau’idzah hasanah mendapat porsi khusus dengan arti “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah paham, maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.[6]
Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah.Kata mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.   Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah sebagai berikut: Al-Mau’idzatil hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.
2.   Menurut Abdul Hamid Al-Bilali; mau’idzatil hasanah merupakan salah satu metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan  nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
Dari definisi di atas, metode mau’idzah hasanah terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya: nasehat , tabsyir watanzir , dan  wasiat
1.      Nasehat atau petuah
Nasehat adalah salah satu cara dari al-mau;izah al-hasanah yang bertujuan mengingatkanbahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminology Nasehat adalah memerintah atau melarang atau mmenganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Sedangkan , pengertian nasegat dalam kamus besar Bahsa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
Perintah saling menasehati ini dapat kita lihat pada beberapa ayat alqur’an di antaranya  :
a.       Surat al-Ashr ayat 1-3
artinya:
“Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh dan saling menasehati tentang kebenaran serta menasehati tentang kesabara
b.      Surat An-Nahl ayat 125
Artinya :“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk”
2.      Wasiat
Secara etimologi kata wasiat berasal dari bahasa arab ,yang terambil dari kata  Washa-Washiya-Washiyatan yang berarti pesan penting. Wasiat dapat dibagi menjadi Dua kategori, yaitu :[7]
a.       Wasiat orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup, yaiitu berupa ucapan, pelajaran atau arahan tentang sesuatu.
b.      Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba) kepada orang yang masih hidup berupa ucapan atau berupamharta benda warisan.
Oleh karena itu , pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : ucapan berupa arahan (taujih), kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran sayaqa mua’yan).
Wasiat diberikan apabila da’I telah mampu membawa mad’u dalam memahami seruannya atau disaat memberikan kata terakhir dalam dakwahnya (tabliq). Wasiat adalah salah satu model pesan dalam perspektif komunikasi, maka seorang da’I harus mampu memenej kesan(management impression) mad’u setelah menerima saruan dakwah. Sehingga wasiat yang diberikan mampu mempunyai efek positif bagi mad’u.efek wsiat terhadap mad’u antara lain :
a. Memberdayakan daya nalar intelektual mad’u untuk memahami ajaran islam
b. Membangun daya ingat mad’u secara kontinu, karena ada persoalan agama yang sulit di analisa
c. Mengembalikan umat atau mad’u kepada eksitensi ajaran islam
d. Membangun nilai-nilai kesabaran, kasih sayang dan kebenaran bagi kehidupan mad’u atau umat.[8]
c.       Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan
Dari segi etimology lapadz mujadalah diambil dari kata jadala yang artinya memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala menjadi jaadala dapat bermakna berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai pengertian perdebatan.
Kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu.Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
Dari segi istilah terdapat beberapa pengertian al- mujadalah (al-hiwar).Al-mujadalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di antaranya:
1.         Menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus  menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.[9]
2.         Menurut Sayyid Muhammad Thantawi adalah suatu upaya bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Demikianlah pengertian tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” H.R. Muslim .
Dari hadis tersebut terdapat dua tahapan metode yaitu ;
a)      Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b)      Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal.Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq beliau yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.
Berhasil tidaknya gerakan dakwah sangat ditentukan oleh kompetensi para pendakwahnya. Maksud dari kompetensi di sini adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan, perilaku, dan keterampilan yang mesti dimiliki para dai.
B.     Berikut Kompetensi STandar Yang Harus Da,i Miliki:
1.      Memahami Islam secara komprehensif, tepat dan benar
Dr Abdullah Nashih ‘Ulwan mengartikan ‘memahami Islam secara komprehensif’ adalah seorang dai yang memiliki tsaqafah atau wawasan yang bersumber dari Islam sebagai sentral dakwahnya di masyarakat. Yaitu meliputi Al-Qur’anul Karim dan tafsirnya, Sunnah Nabi dan kitab-kitabnya, sirah dan urgensinya, ilmu tauhid, fikih dan ushul fikih. Seperti dalam pepatah ‘faqdusy-syai laa yu’thi’, seorang yang tidak memiliki apa-apa tidak akan dapat memberikan apa-apa.[10]      
2.      Memilikial-akhlaqal-kariimah
Pribadi yang menyampaikan ajaran agung dan mengajak orang menuju kemuliaan, haruslah seorang dai yang memiliki akhlak mulia pula. Hal itu terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya, seorang dai harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar, tawaddhu’, adil, lemah lembut, dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, serta sifat mulia lainnya. Lebih dari itu, kunci utama keberhasilan dai adalah satu kata dan perbuatan. Allah mengancam dai atau siapa saja yang perkataannya tidak sejalan dengan perbuatannya. Allah swt berfirman,
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäzNÏ9šcqä9qà)s?$tBŸwtbqè=yèøÿs?ÇËÈuŽã9Ÿ2$ºFø)tByYÏã«!$#br&(#qä9qà)s?$tBŸwšcqè=yèøÿs?ÇÌÈ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS Ash-Shaaf 61: 2-3).

3.      Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang luas
Cakupan pengetahuan di sini setidaknya terkait ilmu dalam pelaksanaan dakwah. Seperti kemampuan berbahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi dakwah, dan teknologi informasi, baik cetak maupun elektronik. Penguasaan dai terhadap wawasan ini akan menajamkan pembahasan terkait segi akhlak serta emosi dalam pembentukan pribadi Muslim dan pembinaannya secara spiritual,pedagogis dan tingkah laku.           
4.      Memahamihakikatdakwah
Hakikat dakwah pada dasarnya adalah mengadakan perubahan. Perubahan dari kebodohan kepada keilmuan, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang batil kepada keyakinan yang benar, dari tidak paham agama Islam menjadi paham Islam, dari tidak mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam. Allah tidak akan memberi petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk berubah kecuali bila ia berjuang dengan kesungguhan, tekad yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman,
¼çms9×M»t7Ée)yèãB.`ÏiBÈû÷üt/Ïm÷ƒytƒô`ÏBur¾ÏmÏÿù=yz¼çmtRqÝàxÿøtsô`ÏB̍øBr&«!$#3žcÎ)©!$#ŸwçŽÉitóãƒ$tBBQöqs)Î/4Ó®Lym(#rçŽÉitóãƒ$tBöNÍkŦàÿRr'Î/3!#sŒÎ)uryŠ#ur&ª!$#5Qöqs)Î/#[äþqߟxsù¨ŠttB¼çms94$tBurOßgs9`ÏiB¾ÏmÏRrߊ`ÏB@A#urÇÊÊÈ
Artinya: bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(QS Ar-Ra’d13:11).
Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah. Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
5.      Mencintai objek dakwah (mad’u) dengan tulus
Mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi dai dalam berdakwah. Seorang dai harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apa pun. Hal ini akan membawa ketenangan dalam berdakwah, meskipun kondisinya objek dakwah menolak, meremehkan bahkan membenci pesan yang disampaikan. Kecintaan dai terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian. Hati dai boleh prihatin, dan di balik keprihatinan tersebut seyogyanya dai dengan ikhlas mendoakan agar mad’u mendapat petunjuk Allah swt. Demikianlah yang telah dicontohkan Rasulullah saw, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri,” (HRBukharidanMuslim).Waktu Nabi Muhammad saw berdakwah, beliau dicacimaki dan disakiti secara fisik, Nabi saw berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”[11]
6.      Mengenal baik kondisi lingkungan
Dai harus memahami latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah. Paling tidak dai mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
Contohnya kasus orang Badui yang—maaf—kencing di pojok masjid.Para sahabat ketika itu meneriakinya dan hendak mencegahnya, namun Nabi saw dengan penuh bijaksana bersabda, ”Jangankalian putuskan kencingnya!Maka tatkala orang tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing tersebut disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untukshalat,membacaAl-Qur’andandzikrullah.”

7.                  Memiliki sifat shiddiq (jujur) dan rasa ikhlas
$pkšr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qà)®?$#©!$#(#qçRqä.uryìtBšúüÏ%Ï»¢Á9$#ÇÊÊÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar (shidqin),” (QS At-Taubah9:119.)

“Benar” (Ash-Shidqu) adalah seimbangnya antara batin dan lahiriah. “Orang yang benar” adalah benar dalam perkataannya dan segala perbuatannya, serta benar dalam segala kondisinya. Allah swt senantiasa bersamanya karena ia konsisten dalamkebenaran.

KESIMPULAN
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam Kamus Bahasa Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk memudahkanpelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan

Beberapa metode dakwah:
a.         Metode Dakwah Al-Hikmah
b.         Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
c.         Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan

kompetensi da,i
1.         Memahami Islam secara komprehensif, tepat dan benar
2.         Memilikial-akhlaqal-kariimah
3.         Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang luas
4.         Memahamihakikatdakwah
5.         Mencintai objek dakwah (mad’u) dengan tulus
6.         Mengenal baik kondisi lingkungan
7.         Memiliki sifat shiddiq (jujur) dan rasa ikhlas









DAFTAR KEPUSTAKAAN

Asmuni Syukir. 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas.
Aep Kusnawan. 2004. Ilmu Dakwah (Kajian dari Berbagai Aspek), Bandung: Bani Quraisy.
Anwar Masy’ari. 1993. Butir-Butir Problematika Dakwah, Surabaya: Bina Ilmu.
Ahmad Gojin, 2014. Kumpulan Artikel: Epistimologi Islam dan Barat, Dakwah Transpormatif, Pendidikan Islam, Bandung: t.p.
Enjang AS dan Aliyudin. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjajaran.
Musyafa, Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajaran, (Semarang: Krya Ilmiah,Skripsi Uin Kalijaga)
Ahmad Warson munawwir, (1997), al-munawwir kamus arab-indonesia. Surabaya: Pustaka progesif
http://pusdaicintadakwah.wordpress
http://ahmadrosadi.blogspot.com/2013/03/31sejarah-perkembagan-retoika-dakwah


[1]Asmuni Syukir,(1983),Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas.hal 45
[2]Ibid,.hal. 45-46
[3]Aep Kusnawan,(2004), Ilmu Dakwah Kajian dari Berbagai Aspek, Bandung: Bani Quraisy,hal. 95
[4]Anwar Masy’ari, (1993),Butir-Butir Problematika Dakwah, Surabaya: Bina Ilmu, hal. 32
[5]Ahmad Gojin, (2014),Kumpulan Artikel: Epistimologi Islam dan Barat, Dakwah Transpormatif, Pendidikan Islam, Bandung: t.p,hal. 101
[6]Enjang AS dan Aliyudin,(2009),Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjajaran.
[7]Ahmad Warson munawwir, (1997), al-munawwir kamus arab-indonesia.Surabaya: Pustaka progesif, hal. 124
[8]Ibid,.hal . 125
[9]http://ahmadrosadi.blogspot.com/2013/03/31sejarah-perkembagan-retoika-dakwah, 31 maret 2017 pukul 20.35 wib
[10]Musyafa, Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajaran, (Semarang: Krya Ilmiah,Skripsi Uin Kalijaga) ,hal 98
[11]http://pusdaicintadakwah.wordpress, 31 maret 2017 pukul 20.40 Wib 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar