MEMAHAMI
METODE DAKWAH DAN KOMPETENSI DA,I
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Tersturuktur Pada Mata Kuliah
“Retorika Dakwah semester
V1” PAI B

Disusun Oleh
:
Ahmad Bahri : 2014. 1834
Sami,in : 2014.
1846
Alfadilatu Ahmad :
2014
Yasriadi :
2014
Dosen pembimbing:
Bujang Maulana, M.A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMSEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU
AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
1438 H / 2017 M
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Dakwah
Dari segi
bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan,
cara). Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan,
dalam bahasa Arab disebut dengan thariqat dan manhaj yang mengandung arti tata
cara, sementara itu dalam Kamus Bahasa Indonesia metode artinya cara yang
teratur dan berfikir baik baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan dsb); cara
kerja yang bersistem untuk memudahkanpelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa yang disebut dengan metode adalah suatu cara yang sudah diatur dangan
petimbangan yang matang untuk mencapai tujuan tertentu.[1]
Metode dakwah
berarti : Suatu cara atau teknik menyampaikan ayat-ayat Allah dan Sunnah dengan
sistematis sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Berhubung dengan pengertian diatas,
maka metode yang digunakan dalam mengajak haruslah sesuai dengan kondisi maupun
tujuan yang akan dicapai. Pemakaian metode atau cara yang tidak benar merupakan
keberhasilan dari dakwah itu sendirii. Namun bila metode yang digunakn dalam
menyampaikannya tidak sesuai, maka akan mengakibatkan hal yang tidak
diharapkan.[2]
Bentuk Bentuk Metode Dakwah
Firman Allah SWT (AN-Nahl 125)
äí÷$#4n<Î)È@Î6yy7În/uÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ÏpsàÏãöqyJø9$#urÏpuZ|¡ptø:$#(Oßgø9Ï»y_urÓÉL©9$$Î/}Ïdß`|¡ômr&4¨bÎ)y7/uuqèdÞOn=ôãr&`yJÎ/¨@|Ê`tã¾Ï&Î#Î6y(uqèdurÞOn=ôãr&tûïÏtGôgßJø9$$Î/ÇÊËÎÈ
Artinya:serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hikmah: ialah Perkataan
yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Ayat ini mennjelaskan, sekurang
kurangnya ada tiga cara atu metode dalam dakwah, yakni Metode Dakwah Al-Hikmah,
Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah dan Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati
Hiya Ahsan. Ketiga metode dakwah dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang
dihadapi oleh seorang da’I atau da’iyah di medan dakwahnya.[3]
a.
Metode Dakwah Al-Hikmah
Dakwah
AL-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu
melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan
maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode
pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Menurut istilah Syar’i:
valid dalam perkataan dan
perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara’ dalam Dinullah,
meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
Adapun secara terminology, ada
beberapa pengertian tentang Hikmah, di antaranya:
a. Menurut
Syekh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam
tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz
tetapi banyak makna atau dapat diartikan
meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang memiliki
hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama
dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena filsafat
juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu.
b. Menurut
Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi, arti hikmah yaitu:Artinya: Dakwah
bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti,
yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.[4]
Dari
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan
da’I dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif
mad’u.di samping itu juga, al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan
doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan
bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebagai sebuah
system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
Dalam dunia
dakwah, hikmah adalah salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah.Dalam
menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan strata social dan latar
belakang budaya, para da’I memerlukan hikmah sehingga materi dakwah yang
disampaikan mampu masuk ke ruang hati para mad’u dengan tepat.Oleh karena itu
para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan
latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dapat dirasakan sebagai
sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di samping itu, da’I juga akan
berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam masyarakat yang heterogen.
Kemampuan da’I untuk bersifat objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan
bekerja sama dalam hal-hal yang dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan
yang ada pada dirinya adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da’i yang
sukses biasanya berkat dari kepiawaannya dalam memilih kata.Pemilihan kata
adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.Da’I tidak boleh hanya
sekedar menyampaikan ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah
orang yang pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk
mrnjadi contoh nyata umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya
tidak boleh ditinggalkan oleh seorang da’i.dengan amalan nyata yang bisa
langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da’I tidak terlalu sulit untuk harus
berbicara banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari
sekedar berbicara.[5]
b.
Metode Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
Term
mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat popular, bahkan dalam
acara-acara seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan Isra Mi’raj. Istilah
mau’idzah hasanah mendapat porsi khusus dengan arti “acara yang
ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu
target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah paham,
maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.[6]
Secara bahasa
mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah.Kata
mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang
berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.
Adapun secara terminology, ada
beberapa pengertian di antaranya:
1. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi
yang dikutip oleh Hasanuddin adalah sebagai berikut: Al-Mau’idzatil hasanah
adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau
memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.
2. Menurut Abdul Hamid Al-Bilali; mau’idzatil
hasanah merupakan salah satu metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah
dengan cara memberikan nasihat atau
membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
Dari definisi
di atas, metode mau’idzah hasanah terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya:
nasehat , tabsyir watanzir , dan wasiat
1. Nasehat atau petuah
Nasehat
adalah salah satu cara dari al-mau;izah al-hasanah yang bertujuan
mengingatkanbahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara
terminology Nasehat adalah memerintah atau melarang atau mmenganjurkan yang
dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Sedangkan , pengertian nasegat dalam
kamus besar Bahsa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk kepada
jalan yang benar.
Perintah saling menasehati ini
dapat kita lihat pada beberapa ayat alqur’an di antaranya :
a. Surat al-Ashr ayat 1-3
artinya:
“Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam
kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal saleh dan
saling menasehati tentang kebenaran serta menasehati tentang kesabara
b. Surat An-Nahl ayat 125
Artinya :“Serulah manusia ke
jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik dan berdiskusilah dengan
mereka dengan cara yang baik pula. Sesunggguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jaanNya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk”
2. Wasiat
Secara
etimologi kata wasiat berasal dari bahasa arab ,yang terambil dari kata Washa-Washiya-Washiyatan yang berarti pesan
penting. Wasiat dapat dibagi menjadi Dua kategori, yaitu :[7]
a. Wasiat orang yang masih hidup kepada
orang yang masih hidup, yaiitu berupa ucapan, pelajaran atau arahan tentang
sesuatu.
b. Wasiat orang yang telah meninggal (ketika
menjelang ajal tiba) kepada orang yang masih hidup berupa ucapan atau
berupamharta benda warisan.
Oleh karena
itu , pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah : ucapan berupa arahan
(taujih), kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan
terjadi (amran sayaqa mua’yan).
Wasiat
diberikan apabila da’I telah mampu membawa mad’u dalam memahami seruannya atau
disaat memberikan kata terakhir dalam dakwahnya (tabliq). Wasiat adalah salah
satu model pesan dalam perspektif komunikasi, maka seorang da’I harus mampu
memenej kesan(management impression) mad’u setelah menerima saruan dakwah.
Sehingga wasiat yang diberikan mampu mempunyai efek positif bagi mad’u.efek
wsiat terhadap mad’u antara lain :
a. Memberdayakan daya nalar
intelektual mad’u untuk memahami ajaran islam
b. Membangun daya ingat mad’u
secara kontinu, karena ada persoalan agama yang sulit di analisa
c. Mengembalikan umat atau mad’u
kepada eksitensi ajaran islam
d. Membangun nilai-nilai
kesabaran, kasih sayang dan kebenaran bagi kehidupan mad’u atau umat.[8]
c.
Metode Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan
Dari segi
etimology lapadz mujadalah diambil dari kata jadala yang artinya memintal,
melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faala
menjadi jaadala dapat bermakna berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai
pengertian perdebatan.
Kata jadala
dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu.Orang yang
berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan
menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
Dari segi
istilah terdapat beberapa pengertian al- mujadalah (al-hiwar).Al-mujadalah
berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis
tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.
Adapun secara terminology, ada
beberapa pengertian di antaranya:
1. Menurut Imam Ghazali
dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar
fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya,
tetapi mereka harus menganggap bahwa
para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling
tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.[9]
2. Menurut Sayyid Muhammad
Thantawi adalah suatu upaya bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan
cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Demikianlah pengertian tentang
tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda
:
“Siapa di antara kamu melihat
kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan
lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah
selemah-lemah iman.” H.R. Muslim .
Dari hadis tersebut terdapat dua tahapan metode yaitu ;
a) Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di
sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang
dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan
metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang
berjiwa dakwah.
b) Metode dakwah dengan lisan [billisan],
maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u,
bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
Selain dari
metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu
dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal.Keberhasilan dakwah
Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq beliau yang sangat mulia yang
dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat.Seorang
muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.
Berhasil tidaknya gerakan dakwah sangat ditentukan oleh kompetensi para
pendakwahnya. Maksud dari kompetensi di sini adalah sejumlah pemahaman,
pengetahuan, penghayatan, perilaku, dan keterampilan yang mesti dimiliki para
dai.
B.
Berikut Kompetensi
STandar Yang Harus Da,i Miliki:
1.
Memahami Islam secara komprehensif,
tepat dan benar
Dr Abdullah Nashih ‘Ulwan mengartikan ‘memahami Islam secara komprehensif’ adalah seorang dai yang memiliki tsaqafah atau wawasan yang bersumber dari Islam sebagai sentral dakwahnya di masyarakat. Yaitu meliputi Al-Qur’anul Karim dan tafsirnya, Sunnah Nabi dan kitab-kitabnya, sirah dan urgensinya, ilmu tauhid, fikih dan ushul fikih. Seperti dalam pepatah ‘faqdusy-syai laa yu’thi’, seorang yang tidak memiliki apa-apa tidak akan dapat memberikan apa-apa.[10]
Dr Abdullah Nashih ‘Ulwan mengartikan ‘memahami Islam secara komprehensif’ adalah seorang dai yang memiliki tsaqafah atau wawasan yang bersumber dari Islam sebagai sentral dakwahnya di masyarakat. Yaitu meliputi Al-Qur’anul Karim dan tafsirnya, Sunnah Nabi dan kitab-kitabnya, sirah dan urgensinya, ilmu tauhid, fikih dan ushul fikih. Seperti dalam pepatah ‘faqdusy-syai laa yu’thi’, seorang yang tidak memiliki apa-apa tidak akan dapat memberikan apa-apa.[10]
2.
Memilikial-akhlaqal-kariimah
Pribadi yang menyampaikan ajaran agung dan mengajak orang menuju kemuliaan, haruslah seorang dai yang memiliki akhlak mulia pula. Hal itu terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya, seorang dai harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar, tawaddhu’, adil, lemah lembut, dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, serta sifat mulia lainnya. Lebih dari itu, kunci utama keberhasilan dai adalah satu kata dan perbuatan. Allah mengancam dai atau siapa saja yang perkataannya tidak sejalan dengan perbuatannya. Allah swt berfirman,
Pribadi yang menyampaikan ajaran agung dan mengajak orang menuju kemuliaan, haruslah seorang dai yang memiliki akhlak mulia pula. Hal itu terlihat dalam seluruh aspek kehidupannya, seorang dai harus memiliki sifat shiddiq, amanah, sabar, tawaddhu’, adil, lemah lembut, dan selalu ingin meningkatkan kualitas ibadahnya, serta sifat mulia lainnya. Lebih dari itu, kunci utama keberhasilan dai adalah satu kata dan perbuatan. Allah mengancam dai atau siapa saja yang perkataannya tidak sejalan dengan perbuatannya. Allah swt berfirman,
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäzNÏ9cqä9qà)s?$tBwtbqè=yèøÿs?ÇËÈuã92$ºFø)tByYÏã«!$#br&(#qä9qà)s?$tBwcqè=yèøÿs?ÇÌÈ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS Ash-Shaaf 61: 2-3).
3.
Mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang luas
Cakupan pengetahuan di sini setidaknya terkait ilmu dalam pelaksanaan
dakwah. Seperti kemampuan berbahasa, ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, psikologi
dakwah, dan teknologi informasi, baik cetak maupun elektronik. Penguasaan dai
terhadap wawasan ini akan menajamkan pembahasan terkait segi akhlak serta emosi
dalam pembentukan pribadi Muslim dan pembinaannya secara spiritual,pedagogis dan
tingkah laku.
4.
Memahamihakikatdakwah
Hakikat dakwah
pada dasarnya adalah mengadakan perubahan. Perubahan dari kebodohan kepada
keilmuan, perubahan dari keimanan atau keyakinan yang batil kepada keyakinan
yang benar, dari tidak paham agama Islam menjadi paham Islam, dari tidak
mengamalkan Islam menjadi mengamalkan ajaran Islam. Allah tidak akan memberi
petunjuk dan kemudahan kepada manusia untuk berubah kecuali bila ia berjuang
dengan kesungguhan, tekad yang kuat, ikhtiar yang maksimal. Allah berfirman,
¼çms9×M»t7Ée)yèãB.`ÏiBÈû÷üt/Ïm÷ytô`ÏBur¾ÏmÏÿù=yz¼çmtRqÝàxÿøtsô`ÏBÌøBr&«!$#3cÎ)©!$#wçÉitóã$tBBQöqs)Î/4Ó®Lym(#rçÉitóã$tBöNÍkŦàÿRr'Î/3!#sÎ)ury#ur&ª!$#5Qöqs)Î/#[äþqßxsù¨ttB¼çms94$tBurOßgs9`ÏiB¾ÏmÏRrß`ÏB@A#urÇÊÊÈ
Artinya: bagi manusia
ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.(QS Ar-Ra’d13:11).
Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara
bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan
yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran
itu, disebut Malaikat Hafazhah. Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama
mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
5.
Mencintai objek dakwah (mad’u)
dengan tulus
Mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi dai dalam berdakwah. Seorang dai harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apa pun. Hal ini akan membawa ketenangan dalam berdakwah, meskipun kondisinya objek dakwah menolak, meremehkan bahkan membenci pesan yang disampaikan. Kecintaan dai terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian. Hati dai boleh prihatin, dan di balik keprihatinan tersebut seyogyanya dai dengan ikhlas mendoakan agar mad’u mendapat petunjuk Allah swt. Demikianlah yang telah dicontohkan Rasulullah saw, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri,” (HRBukharidanMuslim).Waktu Nabi Muhammad saw berdakwah, beliau dicacimaki dan disakiti secara fisik, Nabi saw berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”[11]
Mencintai mad’u merupakan salah salah satu modal dasar bagi dai dalam berdakwah. Seorang dai harus menyadari bahwa objek dakwah adalah saudara yang harus dicintai, diselamatkan dan disayangi dalam keadaan apa pun. Hal ini akan membawa ketenangan dalam berdakwah, meskipun kondisinya objek dakwah menolak, meremehkan bahkan membenci pesan yang disampaikan. Kecintaan dai terhadap mad’u tidak boleh berubah menjadi kebencian. Hati dai boleh prihatin, dan di balik keprihatinan tersebut seyogyanya dai dengan ikhlas mendoakan agar mad’u mendapat petunjuk Allah swt. Demikianlah yang telah dicontohkan Rasulullah saw, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri,” (HRBukharidanMuslim).Waktu Nabi Muhammad saw berdakwah, beliau dicacimaki dan disakiti secara fisik, Nabi saw berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”[11]
6.
Mengenal baik kondisi lingkungan
Dai harus memahami latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah. Paling tidak dai mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
Contohnya kasus orang Badui yang—maaf—kencing di pojok masjid.Para sahabat ketika itu meneriakinya dan hendak mencegahnya, namun Nabi saw dengan penuh bijaksana bersabda, ”Jangankalian putuskan kencingnya!” Maka tatkala orang tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing tersebut disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untukshalat,membacaAl-Qur’andandzikrullah.”
Dai harus memahami latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan berbagai dimensi problematika objek dakwah. Paling tidak dai mendapat gambaran selintas tentang kondisi mad’u secara umum agar pesan dakwah komunikatif atau sesuai dengan kebutuhan mad’u.
Contohnya kasus orang Badui yang—maaf—kencing di pojok masjid.Para sahabat ketika itu meneriakinya dan hendak mencegahnya, namun Nabi saw dengan penuh bijaksana bersabda, ”Jangankalian putuskan kencingnya!” Maka tatkala orang tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi menyuruh agar tempat yang terkena air kencing tersebut disiram dengan seember air, lalu memanggil orang Badui tadi dan bersabda kepadanya, “Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk membuang kotoran di dalamnya, namun ia dipersiapkan untukshalat,membacaAl-Qur’andandzikrullah.”
7.
Memiliki sifat shiddiq
(jujur) dan rasa ikhlas
$pkr'¯»túïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qà)®?$#©!$#(#qçRqä.uryìtBúüÏ%Ï»¢Á9$#ÇÊÊÒÈ
$pkr'¯»túïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qà)®?$#©!$#(#qçRqä.uryìtBúüÏ%Ï»¢Á9$#ÇÊÊÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar (shidqin),” (QS
At-Taubah9:119.)
“Benar” (Ash-Shidqu) adalah
seimbangnya antara batin dan lahiriah. “Orang yang benar” adalah benar dalam
perkataannya dan segala perbuatannya, serta benar dalam segala kondisinya.
Allah swt senantiasa bersamanya karena ia konsisten dalamkebenaran.
KESIMPULAN
Dalam bahasa Yunani metode berasal
dari kata methodos artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut dengan thariqat dan
manhaj yang mengandung arti tata cara, sementara itu dalam Kamus Bahasa
Indonesia metode artinya cara yang teratur dan berfikir baik baik untuk maksud
(dalam ilmu pengetahuan dsb); cara kerja yang bersistem untuk
memudahkanpelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan
Beberapa metode dakwah:
a. Metode
Dakwah Al-Hikmah
b. Metode
Dakwah Al-Mau’idzatil Hasanah
c. Metode
Dakwah Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan
kompetensi da,i
1. Memahami
Islam secara komprehensif, tepat dan benar
2. Memilikial-akhlaqal-kariimah
3. Mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang luas
4. Memahamihakikatdakwah
5. Mencintai
objek dakwah (mad’u) dengan tulus
6. Mengenal
baik kondisi lingkungan
7. Memiliki
sifat shiddiq (jujur) dan rasa ikhlas
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Asmuni Syukir. 1983. Dasar-Dasar
Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas.
Aep Kusnawan. 2004. Ilmu
Dakwah (Kajian dari Berbagai Aspek), Bandung: Bani Quraisy.
Anwar Masy’ari. 1993. Butir-Butir
Problematika Dakwah, Surabaya: Bina Ilmu.
Ahmad Gojin, 2014. Kumpulan
Artikel: Epistimologi Islam dan Barat, Dakwah Transpormatif, Pendidikan Islam,
Bandung: t.p.
Enjang AS dan Aliyudin.
2009. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya Padjajaran.
Musyafa, Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajaran,
(Semarang: Krya Ilmiah,Skripsi Uin Kalijaga)
Ahmad Warson munawwir, (1997), al-munawwir kamus
arab-indonesia. Surabaya: Pustaka progesif
http://pusdaicintadakwah.wordpress
http://ahmadrosadi.blogspot.com/2013/03/31sejarah-perkembagan-retoika-dakwah
[1]Asmuni
Syukir,(1983),Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas.hal
45
[2]Ibid,.hal.
45-46
[3]Aep
Kusnawan,(2004), Ilmu Dakwah Kajian dari Berbagai Aspek, Bandung: Bani
Quraisy,hal. 95
[4]Anwar
Masy’ari, (1993),Butir-Butir Problematika Dakwah, Surabaya: Bina Ilmu,
hal. 32
[5]Ahmad
Gojin, (2014),Kumpulan Artikel: Epistimologi Islam dan Barat, Dakwah Transpormatif,
Pendidikan Islam, Bandung: t.p,hal. 101
[6]Enjang
AS dan Aliyudin,(2009),Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya
Padjajaran.
[7]Ahmad
Warson munawwir, (1997), al-munawwir kamus arab-indonesia.Surabaya:
Pustaka progesif, hal. 124
[8]Ibid,.hal
. 125
[9]http://ahmadrosadi.blogspot.com/2013/03/31sejarah-perkembagan-retoika-dakwah,
31 maret 2017 pukul 20.35 wib
[10]Musyafa,
Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajaran, (Semarang: Krya Ilmiah,Skripsi Uin
Kalijaga) ,hal 98
[11]http://pusdaicintadakwah.wordpress,
31 maret 2017 pukul 20.40 Wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar